Minggu, 31 Desember 2023

Rahasia Idola (Bab 1)

 


Koridor kelas XII memang selalu ramai di jam istirahat. Tapi hari ini sedikit lebih rusuh akibat kehebohan Delon membagikan pamflet Meet and Greet Gilang Rendra. Sebelum setenar sekarang, nama Gilang Rendra mungkin hanya dikenal oleh mereka yang senang berburu bacaan gratis di Wattpad. Setelah menuai respons positif, puisi-puisi yang ia publish di dunia orange itu dilirik oleh editor dari salah satu penerbit ternama. Buku kumpulan puisi perdananya yang rilis bulan lalu pun langsung laris manis bak kacang goreng di pasaran.

Bukkk ....

Entah kali keberapa Delon menabrak seseorang karena jalan miring mirip kepiting, atau sesekali malah mundur seperti undur-undur.

"Eh, Cebol, biasa aja dong!" protes korban tabrak jalan mundur Delon kali ini sambil memegangi pundaknya.

"Sori, nggak sengaja." Delon mempersembahkan cengiran lebar. Selalu seperti itu.

Siswa itu hendak beranjak setelah bersungut-sungut ketika Delon menahannya.

"Eh, lo udah tahu, belum, Gilang bakal ngadain Meet and Greet?" Delon menyodorkan pamflet.

"Seluruh dunia udah tahu keles. Lo-nya aja yang sok heboh."

"Eh, tapi dia sepupu gue, loh!"

"Bodo amat!" Siswa itu berlalu tanpa memberikan kesempatan kepada Delon untuk meyakinkannya perihal pengakuan barusan.

Delon menghela napas berat. Pamflet yang terabaikan kini menggantung lemas bersama lengan kanannya.

Gilang emang sepupu gue, tahu.

Setelah melakukan peratapan yang sebenarnya tidak terlalu perlu, Delon kembali beraksi, memastikan seisi sekolah itu tahu jadwal Meet and Greet Gilang Rendra, se-pu-pu-nya.

Sebenarnya Ratih sudah pasang kuda-kuda begitu melihat Delon memasuki kantin. Tapi ia selalu kalah tangkas. Bakwan kesukaannya pun secepat kilat berpindah ke mulut Delon.

"Iiihhh ... kebiasaan, deh. Lo, kan bisa pesen sendiri." Dengan tampang tak rela bercampur geram, Ratih masih berusaha meraih bakwan yang bentuknya tak utuh lagi.

"Ah, kelamaan."

Ratih meraih garpu dan mengacungkannya ke arah Delon yang tampak sangat menikmati bakwan sitaannya.

"Stop!" Alea yang sedari tadi sibuk dengan poselnya, menengahi. "Belum ada, loh, kasus pembunuhan hanya gara-gara bakwan." Cewek berambut lurus sepunggung itu melayangkan tatapan meruncing ke arah keduanya secara bergantian, merasa keasyikannya terganggu. Alea memang kerap jadi wasit dadakan untuk kedua sahabatnya itu yang hobi banget meributkan hal-hal sepeleh.

Delon duduk di samping Alea, diam-diam melirik bakwan yang masih tersisa di piring Ratih.

"Gue lagi nyimak info Meet and Greet Gilang, nih. Kalian ganggu aja." Alea mengembalikan fokus ke layar ponselnya.

"Ya ampun, Al, gue punya pamfletnya, nih." Delon menyodorkan beberapa lembar pamflet yang masih tersisa. "Ngapain masih baca di situ?"

"Di sini sekalian ada info pencarian host untuk booktour buku kedua Gilang yang bakal rilis beberapa bulan lagi."

"Lo daftar?"

"Ya iyalah!" Alea berkata dengan tampang semringah. Apa-apa soal Gilang memang selalu membuatnya bersemangat.

Entah bagaimana awalnya, entah dengan cara apa. Alea pun tak sengaja menemukan puisi-puisi Gilang di Wattpad, di tengah kebosanan kala itu. Bait demi bait ia terhipnotis, selanjutnya jatuh cinta. Puisi-puisi terbaru yang di-publish tak tentu waktu pun jadi hal utama yang paling dinantikannya.

Tentunya bukan cuma Alea, puisi-puisi Gilang Rendra memang mampu menyedot banyak perhatian pengguna Wattpad. Buktinya, viewers-nya terus menanjak dan pernah bertahan di ranking pertama selama seminggu penuh. Tak heran jika penerbit ternama lalu meminangnya.

"Eh, tapi serius, lo sepupunya Gilang?"

Delon mengembuskan napas malas. Bahunya merosot. Ini bukan kali pertama Alea mengajukan pertanyaan bernada meragukan barusan.

"Gue tahu, gue ...."

"Cebol." Ratih menimpali.

"Sedang Gilang ...."

"Song Joong Ki versi Indonesia." Lagi-lagi Ratih menyela, sukses mengacaukan suasana hati Delon.

"Eh, Miss Drama, gue nggak lagi ngomong sama lo, ya!"

"Sejak kapan ngomong sama lo mesti pake permisi?"

Mata Delon membola, tanda peperangan entah season keberapa baru saja dimulai. Alea yang sudah hafal akan seperti apa adegan selanjutnya, memilih kembali ke kelas. Lagian jam istirahat segera berakhir. Ada kalanya ia menyudahi perseteruan kedua sahabatnya itu dengan cara mengabaikan. Seisi sekolah sepertinya tahu, bahwa Delon dan Ratih tak pernah akur. Itu yang terlihat dari luar. Padahal sehari saja tak bertemu, mereka saling cari. Memang hanya Alea yang benar-benar paham cara mereka bersahabat.

Delon lekas menyusul Alea setelah gerakan lincah tangannya kembali berhasil merampas bakwan di piring Ratih.

"Cebooolll ...!" pekikan cewek penggila drama Korea itu mengundang seluruh tatapan penghuni kantin ke arahnya.

***

Karena tidak ada tugas yang harus dikumpulkan besok, sesorean ini Alea bisa foto-foto buku sepuasnya. Sebagai bookstagramer newbie, Alea sangat memperhatikan konsep foto-fotonya. Ia tidak ingin feed-nya berantakan. Ia kerap mengunjungi akun bookstragmer profesional untuk mempelajari tekhnik pengambilan gambarnya, pun tata bahasa saat mengulas sebuah buku.

Demi totalitas, ia tidak segan menyisihkan uang saku untuk berburu properti. Menurutnya, presentasi menarik merupakan salah satu pertimbangan sebelum penulis atau penerbit menawarkan kerjasama.

Alea hobi membaca dan rutin menulis review di blog pribadinya sejak SMP. Tapi untuk memadukannya dengan fotografi, lalu mencicipi dunia bookstagram, baru beberapa bulan terakhir. Ternyata menyenangkan. Bila dapat tawaran kerjasama, ia bisa menuntaskan nafsu membacanya tanpa perlu mengurangi jatah jajan.

Setelah merentangkan tule di lantai kamarnya, Alea mengambil beberapa buku yang akan dibacanya minggu ini. Sepertinya ia akan menerapkan konsep foto yang baru dipelajarinya dari akun bookstagramer luar negeri. Cukup dengan memiringkan badan ke kanan, ia meraih kotak ajaibnya, kotak berisi penuh berbagai macam properti yang selalu diletakkan di bawah meja belajar. Ia lantas mengeluarkan isinya dan mulai memilah mana-mana yang cocok untuk konsep fotonya kali ini.

Tiba-tiba gerakan tangannya terhenti pada sebuah miniatur mobil berbahan kayu yang dicat warna merah. Itu sama sekali bukan bagian dari properti, entah bagaimana bisa ada di dalam kotak. Biasanya Alea lebih senang meletakkannya di rak meja belajar, dipandangi dengan leluasa di tengah aktivitas belajar atau sekadar mengejar target bacaan. Sesaat Alea menatapnya dalam-dalam. Selalu seperti itu.

Mobil-mobilan itu mengingatkannya dua sisi kenanagan bertolak belakang yang sungguh takkan pernah ia lupakan. Alea beranjak meletakkannya di tempat seharusnya. Sebelum berbalik, ia mengelusnya seraya tersenyum getir, seolah mobil-mobilan berukuran sejengkal itu sangat berarti baginya.

Alea kembali menghampiri lokasi pemotretannya ketika Ratih menyelonong masuk ke kamar bernuansa biru itu. Alea hanya berdecak sambil geleng-geleng, tidak kaget. Ratih memang selalu seperti itu, menganggap seluruh tempat di dunia ini seolah tercipta untuknya, terlebih kamar ini.

"Eh, lo mau ngadain upacara pemujaan roh, ya?" Tatapan jail Ratih menyapu hamparan tule beserta serakan properti di lantai.

Alea mengacungkan kepalan tangan kanan sambil melebarkan lingkaran matanya. Melihat ancaman itu, Ratih berlagak sok takut dan mempercepat langkahnya ke arah tempat tidur dan duduk manis di sana.

"Papa-mama lo belum balik dari Amerika?" tanya Alea yang mulai sibuk menata posisi buku dan propertinya.

"Tahu, ah! Sibuknya udah kayak putaran bumi pada porosnya, nggak akan berhenti sebelum kiamat."

Alea tergelak. Sahabatnya itu memang selalu berlebihan dalam segala hal. Tak salah jika Delon menjulukinya "Miss Drama". "Jangan ngomong gitu, dong. Mereka sesibuk itu buat masa depan lo juga."

"Papa-mama lo juga sibuk, kan? Kerja juga, kan? Tapi mereka masih punya waktu, kok, buat lo." Ratih sudah sering memperdengarkan nada iri semacam itu.

"Kesibukan PNS dan pengusaha jelas beda, Rat. Jangan disamain! Harusnya lo bersyukur punya orangtua yang bisa menuhin semua kebutuhan lo."

"Emangnya lo nggak?"

Getaran ponsel membuat Alea mengangkat sebelah tangan dengan telapak menghadap ke Ratih, aba-aba agar jangan bersuara dulu. Ratih paham, posisi seperti itu berarti Alea baru saja mendapatkan notifikasi yang menurutnya jauh lebih penting dibanding peringatan ancaman bom bunuh diri. Ya, notifikasi dari akun Wattpad Gilang.

"Uuuhhh ... Gilang publish puisi baru. So sweet banget!" Nah, benar, kan? "Gue meleleh, Rat."

"Lo masih utuh, kok."

Alea hanya melempar lirikan tajam lalu kembali fokus pada layar ponselnya, mengulang lagi membaca puisi yang bahkan sudah dibacanya tiga kali.

"Kenapa, sih, lo suka banget sama puisi Gilang? Kenapa harus Gilang? Kan, penyair Indonesia banyak, yang karyanya jauh lebih berbobot dibanding cuma serangkaian rayuan gombal macam yang lo puja itu."

"Lo kenapa suka banget drama Korea, kenapa nggak nonton sinetron Indonesia aja yang episodenya sampai ribuan?"

"Ih, beda banget, keles. Ini soal rasa, Al."

"Nah, itu."

"Udah, ah. Gue mau nemenin mama lo masak. Susah ngomong sama lo."

Alea terkekeh tanpa mengangkat pandangan dari layar ponsel. Ia masih membaca puisi tadi, ini yang kelima kalinya.

Gilang, gue jatuh cinta sama puisi lo.

***

[Bersambung]

Klik link di bawah untuk baca lanjutannya;

KBM

KARYAKARSA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar