Minggu, 19 Desember 2021

Review Kumcer "Perempuan yang Menanggung Rindu"

 


Judul        : Perempuan yang Menanggung Rindu

Penulis    : Ede Tea, Uda Agus, dkk

Penerbit : AG Publishing

Editor      : Uda Agus

Layout     : Ahmed Ghosseen A.

Cover       : Siti Roykhanah

Cetakan   : Pertama, September 2021

Tebal        : 136 hlm

ISBN          : 978-602-396-181-8

Blurb:


Tujuh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menunggu. Jika diibaratkan sebuah pohon mungkin sudah menjulang dan kokoh. Namun, harapan Laksmita tidak pernah pudar. Harapan-harapan itu berhasil mengalahkan rasa lelah pada dirinya. Meski seringkali sebuah cairan bening berkubang di sudut mata Laksmita. Seolah ada hantaman kepedihan yang menimpanya.


Sejak tahun pertama Masuro merantau, ia belum sekalipun pulang. Pada tahun pertama ia gagal pulang karena kehabisan tiket kereta. Laksmita hanya tersenyum di ujung telepon. Tahun kedua, Tio anak pertamanya yang baru berumur 5 tahun jatuh sakit. Laksmita memaklumi sambil mendoakan cucu pertamanya agar cepat sembuh. Demikian juga dengan tahun ketiga dan seterusnya. Selalu saja ada halangan untuk pergi ke kampung halaman. Masuro hanya bisa membayangkan tubuh ibunya yang semakin ringkih.


***


Review singkat:

Kumcer ini merupakan Antologi Pemenang LMBUA #11, sebuah ajang tahunan yang sudah berdiri lebih dari satu dekade dan digawangi oleh sosok berkompeten. Tak heran jika buku-buku yang dilahirkan selalu memukau.

Demikian pula dengan kumcer ini. Karena tergolong tipis, bisa diselesaikan sekali duduk. Namun, pengalaman membaca yang ditawarkan sangat beragam. Dari cerpen satu ke cerpen lainnya selalu ada decak kagum tersendiri.

Aku paling suka cerpen "Ayahku Sepiker Ibuku Musik Dangdut Pengiring". Ini jenis cerpen yang mampu membuat kita terenyuh dan menyita rasa empati teramat dalam. Tema yang dihadirkan adalah sesuatu yang sangat dekat tapi kadang tak terlihat. Aku suka banget gambaran hidup yang "benar-benar hidup" yang digambarkan dalam cerita ini.

Overall, kumcer ini recommended banget untuk jadi salah satu penyemarak rak bukumu.

Senin, 13 Desember 2021

Review Novel "Penjara Cinta"

 


Judul       : Penjara Cinta

Penulis   : Uda Agus

Penerbit : Indiva Mitra Pustaka

Layout     : Abdur Rozaq

Cover       : Rudy Setiawan

Cetakan   : Pertama, 2021

Tebal        : 168 hlm

ISBN          : 978-632-253-072-0

Blurb:


Sejak tinggal di rumah sang paman, satu pertanyaan yang selalu muncul di benak Hayati adalah, mengapa sang paman memperlakukannya sangat istimewa? Tapi bagaimanapun baiknya perlakuan sang paman, tetap saja semua ada dalam kendali pamannya. Ia sama sekali tidak diberi kebebasan. Ia tak lebih bagaikan seorang tahanan. Rumah sang paman tak ubahnya penjara. Penjara yang dipenuhi oleh cinta. Mengapa pamannya bersikap sebaik itu? Mengapa ia seperti dibelenggu oleh kasih sayang? Apakah untuk menebus sebuah kesalahan di masa lalu?


Belum lagi seribu tanda tanya itu dijawab, Hayati semakin terpojokkan karena adiknya diculik orang tak dikenal yang meminta tebusan ratusan juta rupiah. Apa yang akan dilakukannya untuk menyelamatkan sang adik? Berhasilkah ia keluar dari belenggu kasih sayang pamannya? Dan bagaimana nasib ibu dan adiknya di kampung halaman?


***


Review singkat:

Novel ini termasuk bacaan ringan penyejuk jiwa. Kisahnya sangat membumi hingga tidak perlu imajinasi yang terlalu tinggi. Tokoh Hayati dan Hafis semacam alarm bagi siapa saja, agar kita senantiasa bersyukur dan tidak boleh menyerah dengan keadaan.

Menelusuri lembar demi lembar novel ini sangat menyenangkan. Bahasanya mudah dipahami dan penulisannya sangat rapi. Narasinya jelas, terperinci, tapi tidak berlebihan.

Di awal-awal mungkin memang agak terasa lambat, tapi makin ke belakang suhu cerita makin meningkat. Sampai-sampai kita tidak dibiarkan untuk berpaling. Dari tengah hingga tamat kepiawaian penulis meramu konflik benar-benar terasa. Banyak sekali kejutan yang membuat kita makin tidak sabaran untuk tahu ending-nya. Dan begitu saya menyelesaikannya, seketika saya bergumam, "Wah, nggak nyangka bakal sebagus ini."

Dengan ketebalan di bawah 200, tokoh novel ini terbilang banyak. Namun, saya acungi jempol buat penulisnya karena dia mampu bertanggung jawab hingga akhir. Semua tokoh yang dimunculkan diberi porsi yang pas hingga berhasil menyajikan jalinan cerita yang apik. Sama sekali tidak ada yang ditelantarkan.

Overall, novel ini cocok banget untuk kamu yang sedang mencari bentuk bahagia yang sesungguhnya.

Senin, 01 November 2021

Review Novel "Bacot Tetangga"

 


Judul        : Bacot Tetangga

Penulis    : inag2711

Penerbit : Mediakita

Editor      : Juliagar R. N.

Layout     : Widuri Dwi Astuti

Cover       : Budi Setiawan

Cetakan   : Pertama, 2021

Tebal        : 256 hlm

ISBN         : 978-979-794-635-7

Blurb:

Ini sebuah cerita tentang keseharian Nurul, seorang wanita berusia 26 tahun, lulusan SMA, belum berkeluarga, dan bekerja sebagai guru les. Pernah bertunangan selama 7 tahun, tetapi kandas dengan mengenaskan; diselingkuhi, dan ditinggal nikah tunangannya yang telanjur menghamili wanita lain.

Nurul suka mager dan rebahan. Telinganya setara sensor seharga satu miliar. Daripada marah karena bacot tetangganya yang suka bikin sakit hati, mending ia tulis jadi diary. Siapa tahu memberi motivasi, juga materi, kalau-kalau diary-nya ini dicetak jadi buku, film, atau mungkin sinetron TV.

Buat yang senasib sama Nurul: sabar.
Buat yang enggak: jangan lupa bersyukur.
Ini cuma fiksi, bukan based on true story. Cuma sebatas imajinasi yang kadang nyata terjadi.

***


Review:

Pertama, aku mau bilang kalo cover-nya mood banget. Sekali lirik, langsung terbayang bakal sebacot apa isinya.

Di awal-awal aku masih meraba-raba konsep cerita seperti apa yang ditawarkan novel ini. Setelah beberapa bab, aku mulai sadar, setiap lembar novel ini semacam bahan introspeksi diri yang soft banget. Pokoknya jauh dari kesan menggurui.

Cerita bergulir dari sudut pandang orang pertama (Nurul) dengan kesehariannya yang tak luput dari bacotan tetangga. Apa pun yang dia lakukan selalu saja ada yang siap mengomentari. Di bagian ini aku berhenti sejenak, lalu mikir, dan sialnya aku juga punya tetangga yang seperti itu.

Emang, setiap tokoh yang dihadirkan dalam novel ini terasa sangat dekat. Mereka adalah orang-orang yang kemungkinan besar ada di sekitar kita. Terutama Tante Iri, yang kalo aku bilang "bintangnya" novel ini. Hehehe ...

Meskipun terkesan datar, cerita ini tetap bikin betah sampai akhir karena setiap babnya mengangkat satu isu tertentu yang sering mewarnai kehidupan bertetangga. Dan yang paling aku suka, babnya selalu ditutup dengan kalimat pamungkas. Kadang bikin merenung, manggut-manggut, atau ngakak nggak ada obat.

Sesuai konsep, romance di novel ini hanya semacam bumbu pelengkap. Namun, entah kenapa aku suka banget cara penulis menggambarkan percintaan Nurul dan Ace. Sederhana, membumi, tapi tetap aja bikin baper. Rintangan yang mereka hadapi pun benar-benar realistis.

Aku nyaris tidak menemukan kekurangan di novel ini, selain satu dua typo yang masih dalam batas wajar.

Selesai baca, aku bergumam, wah, ternyata novel ini menjebak. Secara kemasan terlihat ringan, tapi ternyata di dalamnya penuh petuah-petuah hidup. Dunia literasi Indonesia butuh lebih banyak karya sejenis ini.

Overall, ini novel ini cocok banget menemanimu bersantai di teras rumah sambil memantau kelakuan para tetangga. Hehehe ....

Jumat, 30 Juli 2021

Review Film "Ghibah"

 


Takut gak, jijik iya.

Film ini terasa banget usahanya untuk memukau. Efek CGI-nya mantul. Namun, saya pribadi gagal menikmatinya. Entah yang mana konflik utamanya. Rasanya kek tumpukan adegan yang dipaksa sambung menyambung biar mencukupi durasi untuk satu film. Unsur ghibahnya sendiri gak jelas. Penyampaiannya kurang "cantik". Komedinya juga nanggung, malah kadang terasa salah tempat. Padahal premisnya sangat relate dengan kehidupan zaman now. Judulnya juga lumayan memancing. Tadinya saya pikir bakal mendapatkan pengalaman nonton yang segar, tahu-tahunya gak jauh beda sama FTV hidayah. Btw, adegan kutbah-nya pas Idul Adha kek ada yang aneh. Nonton, deh, pasti langsung ngeh. 😁

Senin, 05 Juli 2021

Review Singkat Film "Devil on Top"

 


Saya gak mau bilang film ini buruk, karena untuk pertama kalinya Angga beradegan ciuman. Jadi, ya, patut dihargailah. Hehehe ....

Namun ... aduh, gimana, ya? Kalau bukan buruk, entah apa nama lainnya.

Angga dipasangkan dengan Cinta menurut saya gak banget. Chemistry-nya gak dapet. Entah karena image Cinta yang ketuaan, atau kita yang telanjur terbiasa lihat Angga tampil sebagai anak SMA.

Film ini kayak kita lagi ulangan, masih banyak soal belum terjawab, terus pengawas teriak, "Waktunya habis. Selesai tidak selesai kumpul!" Jadi, hasilnya begitulah. Landasan konfliknya terkesan diada-adain, arahnya mudah ditebak, khas FTV. Dan lagi, penyelesaiannya kek jalan pintas banget.

Intinya, film ini hambar banget. Habis nonton ya udah, lewat gitu aja. Sama sekali gak ada kesan yang membekas. Mungkin lebih baik kalau dibikin full komedi sekalian.

Kamis, 24 Juni 2021

Review Singkat Film "Luca"



Premisnya bagus banget buat mendidik anak-anak. Menilik rumah produksinya, secara visual gak perlu diragukan lagi. Namun ... apa ya? Semacam ada kekosongan, semacam plotnya kurang matang dan ada yang dipanjang-panjangin untuk menuhin durasi. Untuk saya pribadi, Luca ini belum berhasil mengikat penonton agar tidak ke mana-mana sebelum film berakhir.

Review Singkat Film "Ali dan Ratu Ratu Queens"



Ada banyak cinta di dunia ini, gak harus dari keluarga. Mungkin seperti itulah yang ingin disampaikan film ini. Dapet banget, sih. Namun secara plot, agak jauh dari ekspektasi. Begitu tahu ini tentang seorang anak nyari ibunya, saya pikir bakal mengharu biru, atau minimal berliku-liku. Ternyata ... hambar. Nonton sendiri aja, deh. Takut spoiler. 😁

Keberadaan geng Ratu Ratu Queens-lah yang menyelamatkan film ini. Kedekatan mereka natural banget. Lucunya pecah banget. Btw di film ini saya kepincut sama Aurora. Cantik beud. Sayang, tampilnya dikit.

Review Singkat Film "Space Sweepers"

 


Satu-satunya alasan mau nonton film ini karena saya suka film bertema luar angkasa. Film scifi semacam ini tentu saja akan dibanjiri akrobatik CGI yang biasanya memukau. Namun, entah kenapa untuk film ini saya kurang suka visualnya. Alasan tokoh utamanya untuk tetap bertahan dan terus berjuang juga jadi alasan saya bertahan nonton sampai akhir. Itu sesuatu yang lumayan menggugah. Selebihnya B aja. Malah, saya sempat ngantuk di tengah-tengah.

Review Singkat Film "Alive"

 


Menurut saya ini jenis film zombie medium stadium. Tegangnya B aja. Memang ada beberapa scene yang lumayan sadis, tapi itu belum cukup membuat film ini "wah" secara keseluruhan.

Review Singkat Film "Layla Majnun"

 


Dramatis banget. Namun, cukup logis, kok. Mungkin bakal lebih "wow" kalau Samir diperankan aktor asli Azerbaijan. Namun, Reza juga tidak buruk. Dialog-dialognya dalem, rada puitis, pokoknya ngena banget.
Cinta antara Layla dan Samir tumbuh secara alami. Tahapannya disampaikan secara meyakinkan.
Beberapa scene berhasil mengeksplor keindahan Azerbaijan. Memanjakan mata banget. Katanya, film ini adalah proyek untuk mempererat hubungan Indonesia dan Azerbaijan. Menurut saya poin itu lumayan berhasil. Wajah kedua negara ditampilkan dengan porsi yang seimbang.

Review Singkat Film "Peninsula"

 


Gokil! Geregetan. Pengin ikut nampol, pengin ikut lari. Ngos-ngosan sendiri jadinya, padahal gak ngapa-ngapain. Ending-nya dikemas sangat apik. Meskipun secara keseluruhan belum bisa mengungguli "Train to Busan", rasanya film ini gak cukup kalau cuma ditonton sekali.

Review Singkat Film "Raya and the Last Dragon"

 


Dari awal sampai ending dibikin speechless. Sekeren itu. Tadinya kupikir naganya bakal menyeramkan, ternyata dibikin unyu-unyu. Gemes banget. Pencinta film animasi wajib banget nonton ini.

Review Singkat Film "Hujan di Balik Jendela"



Konfliknya gimana ya? Kek pondasinya kurang kokoh, jadi gak semua penonton bisa menerima. Saya salah satunya. Gak ngerti aja jalan pikiran mereka. Belum lagi, traumanya puluhan tahun, tapi bisa sembuh dalam hitungan menit dengan cara yang menurut saya agak konyol. Udah gitu gak diperlihatkan tahapan yang logis.

Review Singkat Film "Mariposa"



Ini agak lebay, sih, tapi justru daya tariknya. Bukankah sebagian besar orang nonton film untuk cari hiburan?

Dari awal sampai ending manis banget. Visualnya itu loh. Propertinya kek dipertimbangkan banget. Kesannya kek berkunjung ke taman yang semuanya serba tertata rapi dan terkonsep. Saya suka. Terhibur banget.

Review Singkat Film "Geez & Ann"



Selain unsur persahabatan yang kuat banget, entah apa lagi yang menarik dari film ini. Jujur saja, saya kurang menikmati. Entahlah, aku gak suka karakter Ann. Di sisi lain, Geez dan mamanya terposisikan amat sangat realistis.

Sabtu, 12 Juni 2021

Review Novel "Trauma"

 


Judul       : Trauma

Penulis   : Boy Candra

Penerbit : Mediakita

Editor     : Fenisa Zahra

Layout    : Widuri Dwi Astuti

Cover      : Sekar Bestari

Cetakan  : Pertama, 2020

Tebal       : 144 hlm

ISBN         : 978-979-794-615-9

Blurb:


Semua seolah baik-baik saja. Tawa yang lepas. Lampu panggung yang meriah. Kehidupan yang mungkin diinginkan banyak orang.


Aku memiliki beberapa hal yang orang lain tidak miliki. Semua tampak sempurna. Seolah tidak ada celah untuk luka.


Namun, jauh di dalam diriku, kesepian selalu datang menghampiri. Kesedihan yang sering kusembunyikan.


Aku bahkan tidak berani membuka hati lebih luas lagi. Orang-orang yang pernah datang di masa lalu membekaskan rasa takut yang membeku.


Aku takut tidak menemukan orang yang tepat. Takut terulang lagi luka yang sama. Takut jatuh lagi pada rasa sayang yang akhirnya sia-sia.


***


Review singkat:

Novel rasa kumcer. Itu yang aku rasain saat membaca buku ini. Secara keseluruhan ceritanya seputar perjalanan asmara Kimara yang jauh dari kata mulus. Yang mana setiap bagiannya akan terfokus pada satu lelaki yang dekat dengan Kimara. Mulai dari cinta putih abu-abu hingga yang nyaris menikah tersaji dengan lengkap. Tentu saja dengan konflik yang berbeda-beda, yang membikin kita betah dan membuat novel ini seolah mengusung warnanya sendiri dibanding karya-karya Boy Candra lainnya.

Buku ini tidak akan membuat kita tercengang atau tiba-tiba membekap mulut. Caranya memikat tidak demikian. Ia hadir dengan lika-liku cinta yang sangat relate dengan kehidupan banyak orang. Itulah magnetnya. Selain itu bahasanya ringan banget tapi tetap ada ciri khas Boy Candra-nya.

Kerennya, dari bab ke bab penulis tidak hanya berusaha menampilkan konflik yang berbeda, tapi juga menggambarkan sosok Kimara yang bertumbuh dari waktu ke waktu. Dan itu berhasil banget. Cara Kimara menghadapi patah hatinya dari lelaki pertama hingga terakhir, secara emosional terasa banget pergerakan dewasanya.

Aku paling suka epilognya. Di situ ada sedikit kejutan yang akan membuat pembaca bergumam, "Wah, yang namanya jodoh."

Novel ini mungkin tidak punya kekurangan secara spesifik, hanya saja untuk aku pribadi belum bisa membekas lama-lama di kepala. Kisah Kimara mungkin langsung hilang begitu aku memulai bacaan baru.

Overall, novel ini cocok banget untuk kamu yang masih meraba-raba seperti apa sebenarnya bentuk cinta yang kamu butuhkan.

Senin, 05 April 2021

Review Novel "BESALI"

 



Untuk segenap yang datang, yang singgah, dan yang pergi, ada yang bertahan menjadi peneduh musimmu


Judul        : Besali


Penulis    : Shabrina Ws

Penerbit : Laksana

Editor      : Avifah Ve

Layout     : Vitrya

Cover       : Amalina Asrari

Cetakan   : Pertama, 2019

Tebal        : 292 hlm

ISBN          : 978-602-407-560-6

Blurb:


Sering kenangan datang tak bilang-bilang.
Misalnya saat duduk di meja makan, kau tak digugah rasa lapar, tapi justru dibanjiri ingatan.


"Lohita, Ayah tahu kamu mencintai buku-buku seperti Ayah mencintai besi-besi."
Begitulah kalimat pembuka surat itu. Lohita Sasi tidak pernah menyangka kalau kepergian ayahnya meninggalkan wasiat yang sulit dilaksanakan. Sebagai seorang pandai besi di Pacitan, ayahnya meminta untuk menjaga Besali tetap hidup. Tetapi, Lohita seorang perempuan. Apa yang bisa dia lakukan dengan besi-besi tua di bengkel ayahnya? Memang, ayahnya menyebut satu nama; Sapta. Namun, sudah lama Lohita menjaga jarak dengan pemuda itu.


***


Review singkat:

Sederhana yang indah. Itu yang saya rasakan setelah membaca novel ini. Judulnya juga lumayan memancing minat baca. Maksudnya, satu kata itu cukup misterius dan bikin menerka-nerka, ada kisah apa di baliknya?

Dibuka dengan sesuatu yang bikin nyesek tapi cukup kokoh sebagai pijakan awal untuk sebuah cerita yang sangat-sangat sarat pesan moral. Saya suka keterlibatan surat di awal, karena setelahnya penulis tidak melupakannya begitu saja. Surat itu terus muncul di banyak bagian, bahkan sampai ending. Hal sesederhana itu penulis jaga sebaik mungkin, disampaikan berkali-kali tanpa kesan pengulangan yang tidak berarti. Dari satu objek sederhana ini saya bisa merasakan, cerita ini dipersiapkan sangat matang.

Salah satu yang bikin aku jatuh cinta dengan tulisan Shabrina Ws, tokoh-tokohnya terasa dekat dan benar-benar hidup. Penggambaran settingnya juga detail tanpa berlebihan. Jadinya, kita semacam nggak sebatas jadi penonton atau pendengar, tapi diajak terlibat. Bahasanya juga sopan dan tertata rapi. Dari lembar ke lembar rasanya kayak menyusuri tempat-tempat favorit, ingin berlama-lama.

Konflik berkembang sangat baik. Pesan di sela-sela pergolakan batin Lohita benar-benar nyampe ke saya selaku penikmat. Kejutan-kejutan kecilnya bikin makin betah. Romansanya juga bikin senyum-senyum sendiri di beberapa bagian.

Overall, novel ini cocok banget untuk kamu yang butuh pemetaan ulang bagaimana menjadi tegar yang sesungguhnya. Proses Lohita bangkit dari kehilangan-kehilangan hingga belajar untuk ikhlas dan menerima benar-benar memberikan banyak pelajaran. Khususnya buat perempuan, sih. Namun, bukan berarti laki-laki tidak akan hanyut di kisah ini.

Rabu, 17 Februari 2021

Review Novel "Meskipun Hujan Masih Turun"

 


Judul       : Meskipun Hujan Masih Turun

Penulis   : Shabrina Ws

Penerbit : Yutaka

Editor     : Sigit Wibowo

Cover      : Sarupani

Layout    : Eros Rosita

Cetakan  : Pertama, November 2020

Tebal       : 249 hlm

ISBN        : 9786239442477

Blurb:


Kita memang tidak bisa menerka akan bertemu siapa dalam perjalanan. Seperti kau dan aku yang tak pernah berencana saling menghampiri.


Kita dipertemukan pada suatu musim yang deras, berbagi keredaan di sebuah bangku kosong, sebelum kereta membawa kita ke stasiun yang berbeda.


Lalu musim diwarnai cerita-cerita kecil, kepingan gambar, potongan video, hingga petikan-petikan lagu.


Tak ada yang tahu akan ke mana perjalanan kisah ini. Yang aku tahu, aku hanya tidak ingin di antara kita saling melukai, dengan cara apa pun.


***


Review singkat:

Bertemu dengan novel ini adalah salah satu pertemuan paling mengesankan antara buku dan penikmatnya di hidup saya. Saya mencintainya tanpa "tapi". Perasaan itu muncul sejak cerita dibuka dan terus membubung hingga akhir.

Openingnya memang bukan sesuatu yang menggegerkan, atau sekotak teka-teki yang bikin nggak tenang sebelum terpecahkan. Cerita justru dibuka dengan pertemuan lazim yang sangat mungkin terjadi kepada siapa saja di stasiun. Namun, di sinilah penulis memperlihatkan kelihaiannya mengolah kata. Sebagai pembuka, adegan sederhana itu berhasil menyakinkan bahwa kita akan mendapatkan pelayanan prima sepanjang cerita.

Berbekal gelas bekas dan nomor ponsel yang Senggani bawa pulang dari stasiun, penulis pun mengembangkan ceritanya menggunakan POV 1. Di POV ini, penulis yang berhasil mampu menggiring pembaca masuk sebagai tokoh utama. Dan saya merasakan itu. Bagaimana Senggani mulai penasaran dengan lelaki yang mengenalkan diri sebagai Pengelana itu, bagaimana dia mencarinya di sosial media, hingga mereka terhubung dengan cara yang tidak terduga.

Bahasanya sederhana tapi memikat. Beberapa bagian rasanya nggak cukup hanya dibaca sekali, saking cantiknya susunannya. Selain quotable, novel ini juga menyajikan tips-tips menulis. Jadi, kalau sekadar keren rasanya nggak cukup. Novel ini lebih dari keren.

Di awal-awal saya memang sempat membayangkan beberapa kemungkinan yang ternyata tidak sesuai alur cerita. Namun, apa yang penulis sajikan memang sudah seharusnya begitu. Dia tahu bagaimana membahagiakan tokoh-tokohnya tanpa mengesampingkan luka.

Setiap karya pasti tidak luput dari kekurangan, begitupun dengan novel ini. Namun, di mata saya yang telanjur cinta dari awal, kekurangan itu tidak terlihat. Mungkin baru kelihatan setelah dibaca ulang dengan misi khusus mencari kekurangan itu sendiri.

Overall, novel ini cocok banget sebagai teman bersantai karena ceritanya emang ringan dan ngalir banget. Selain itu, hampir semua orang pernah mengalami garis besar cerita ini.

Minggu, 24 Januari 2021

Review Novel "Dry Firewood Meets a Flame"

 



Judul       : Dry Firewood Meets a Flame

Penulis   : Lina Purwati dan Dita Anggita

Penerbit : AT Press Makassar

Editor      : Alfian N. Budiarto

Layout     : Alfian N. Budiarto

Cover       : Andi Syamsuryani W

Cetakan   : Pertama, Oktober 2020

Tebal        : 94 hlm

ISBN         : 978-623-7991-40-3

Blurb:


Malam tahun baru, Bandara Narita terpaksa menghentikan semua penerbangan karena badai salju. Saat itulah di kafe bandara Sam bertemu Sophia yang duduk di sebelahnya. Menanti waktu delay mereka membicarakan banyak hal sambil menikmati pesta kembang api di kejauhan, diselingi mengumpat pasangan masing-masing yang tidak sesuai keinginan mereka.


Tanpa memperkenalkan diri satu sama lain, mereka lalu berpisah dan membuat sebuah janji untuk kembali bertemu di malam tahun baru berikutnya, di kafe bandara yang sama. Pertemuan singkat mereka tadi seolah membuat Sam dan Sophia sadar kalau mereka bisa menemukan pasangan idealnya.


Apakah mereka benar-benar akan kembali bertemu di malam tahun baru yang akan datang? Atau pertemuan singkat mereka hanya bagai kembang api, meletup-letup sesaat, lalu reda? Atau bahkan juga seperti kayu kering yang terbakar api? Menghangat secepat kilat, lalu hilang tanpa sisa.


***


Review singkat:

Sebagai juara kedua di Makassar Tournament, novel ini memang sangat menarik sejak awal. Openingnya tipe yang bisa bikin pembaca meleleh dan tiba-tiba memikirkan berbagai kemungkinan. Ini modal yang sangat bagus untuk menamatkan cerita tanpa menemui titik jenuh.

Temanya sangat relate sama 99% pasangan di muka bumi ini. Cerita bergulir di sisi Sam dan Sophia secara bergantian dengan porsi yang seimbang. Hal ini memungkinkan pembaca untuk menilik seperti apa sebenarnya pasangan yang diidam-idamkan perempuan, pun sebaliknya. Jadinya cocok banget untuk dibaca kaum Adam ataupun Hawa.

Aku paling suka sama penokohannya, kuat dan rasional banget. Sosok Sam dan Dwiki berhasil menjadi sosok lelaki apa adanya. Aku setuju banget dengan semua pemikirannya. Begitupun dengan Sophia dan Farah yang tidak melenceng dari sosok perempuan pada umumnya. Alhasil, ini salah satu novel paling mengedepankan logika yang pernah saya baca. Meskipun sebenarnya saya berharap sesuatu yang lebih dramatis, tapi setelah dipikir-pikir sebaiknya memang begini.

Aku juga suka tarik ulur yang dimainkan penulis. Sebentar-sebentar ngasih kode A, eh, tahu-tahunya balik ke B. Kejutan-kejutannya juga lumayan bikin "wah", lalu manggut-manggut dan nggak sabar pengin ketemu ending.

Kurangnya, beberapa hal terasa tiba-tiba. Mungkin karena sebelumnya penulis tidak melibatkan elemen yang cukup.

Overall, ini bacaan yang cocok banget untuk kamu yang sedang dalam tahap penjajakan. Meski porsinya kecil, di sini ada tips bagaimana menyikapi pasangan.

Selasa, 19 Januari 2021

Review Novel "Different 5"

 



Judul        : Different 5

Penulis    : Aldi.A

Penerbit : AT Press

Editor      : Aldi.A

Layout     : Alfian N. Budiarto

Cover       : Gusti Riant

Cetakan  : Pertama, November 2019

Tebal       : 142 hlm

ISBN         : 978-623-7303-50-3

Blurb:


Seorang perempuan ditemukan tewas mengenaskan. Tangan dan kakinya terikat. Luka tusuk tergambar di area perut dan paha. Yang lebih tragis, kepala korban dibungkus menggunakan kantong plastik, mulut disumpal kemasan botol bekas air mineral, dan kedua telinganya hilang.


Cara pembunuhan tersebut benar-benar mengingatkan empat orang pemuda dan seorang gadis, pada kasus pembunuhan seekor kucing berbulu cokelat-putih di lab bahasa semasa SMA dulu.


Apakah pelaku pembunuhan sadis perempuan tadi sama dengan pelaku pembunuhan kucing delapan tahun silam?


Hanya 'Different' yang bisa mengungkapnya!


***


Review singkat:

Aku suka banget openingnya, berhasil mendongkrak minat baca. Sedari awal penulis sengaja mengajak kita untuk menebak-nebak, dan ternyata banyak jebakan yang disiapkan di bab-bab selanjutnya.

Unsur persahabatan dan bunuh-bunuhan dipadukan dalam tempo yang lumayan cepat dengan pola bab yang singkat-singkat. Meski dominan narasi, aku tetap enjoy karena rapi banget. Rapi banget!

Idenya unik. Di balik kasus pembunuhan yang meresahkan, penulis mencoba mengkampanyekan betapa tidak kecenya orang-orang yang suka buang sampah sembarangan. Sebagian orang mungkin menganggap itu hal sepele, tapi sampah sekecil apa pun pada akhirnya akan merugikan.

Kurangnya, aku hanya merasa segala sesuatunya serba cepat. Konfliknya sangat potensial untuk berkembang, tapi semacam tidak menemukan ruang.

Overall, ini bacaan wajib untuk kamu yang masih suka buang sampah sembarangan. Sadarlah, bahwa tidak semua orang di luar sana bisa terima dengan kebiasaan buruk itu. Bahkan, ada, loh, orang yang phobia sama sampah.

Rabu, 06 Januari 2021

Review Novel "RITUAL"

 


Judul        : Ritual


Penulis    : Jounatan dan Guntur Alam


Penerbit  : Elex Media


Tebal        : 245 hlm


ISBN          : 978-623-00-1633-2


Blurb:


Siapkan pakaian si gadis, tiga helai rambutnya, dupa, bunga kenanga juga kamboja, dan ... peti mati. Lalu datangi lokasi yang diyakini jadi tempat arwah gadis-gadis berkumpul. Niscaya roh yang tersesat akan menemukan jalan pulang ke jasadnya.


Satu-satunya cara membangunkan Nayla dari koma adalah dengan menggelar ritual untuk memanggil rohnya. Tak sembarang orang bisa melakukannya, risikonya juga tidak main-main. Nayla bisa saja mati!


Namun tepat pada tengah malam, gerbang dunia roh pun dibuka selebar-lebarnya, meski tahu bahwa imbalannya adalah darah dan nyawa ....


Review singkat:
Jujur, saya bukan penyuka novel horor, meski untuk film saya malah suka banget. Bukan karena takut, ya, tapi ... apa ya? Intinya kurang bisa menikmati. Mungkin karena hal itu, di awal saya tidak menaruh ekspektasi apa-apa terhadap novel ini. Dan, ini dosa besar!

Pas baca openingnya, wah, berasa nonton film. Tahu, kan, film-film horor biasanya diawali penampakan apa gitu. Sama, novel ini juga. Tapi yang saya acungi jempol, penggambarannya detail banget hingga ketegangan terbangun dengan sendirinya. Sebagai pembaca saya langsung bisa merasakan keresahan tokoh utamanya.

Temanya lumayan umum, tapi penulis berhasil menjadikannya sesuatu yang terasa baru. Adegan-adegan kematian dituliskan secara cantik. Maksudnya, nggak gitu-gitu aja. Penampakan hantunya juga sesuai porsi, nggak maksa pembacanya untuk takut. Justru itu yang bikin keren. Malah, saya kadang menoleh ke pojokan, mana tahu yang lagi diceritain malah ada di situ. 😁

Sebenarnya tagline cukup membocorkan isi cerita. Kendati demikian, saya tetap penasaran: kenapa dan bagaimana. Saya paling suka adegan pas ritual itu sendiri. Sumpah, kece parah. Suasananya, propertinya, ekspresi tokohnya, semuanya teracik manis. Bahkan, menurut saya adegan ini lebih kece dari kekacauan puncak menjelang ending.

Endingnya lurus-lurus aja, sesuai prediksi. Kecuali satu kalimat terakhir yang menimbulkan spekulasi baru. Mungkin karena hal ini juga si dukun dari Thailand itu nggak pernah lagi dimunculkan (ini murni spekulasi saya selaku pembaca, karena lumayan jengkel juga si dukun itu nggak pernah muncul lagi. Kesannya lari dari tanggung jawab atau emang begini rencana awalnya).

Kekurangan novel ini mungkin hanya di bagian editing yang kurang rapi. Masih ada dialog tag yang salah. Lebih parah lagi ada kata yang menempel tanpa spasi. Dan ini lumayan banyak (untuk ukuran penerbit sekelas Elexmedia).

Overall, saya sangat terhibur dengan novel ini. Bisa jadi dari sini saya jadi suka novel horor.

Review Novel "Kami yang Tersesat pada Seribu Pulau"

 


Judul            : Kami yang Tersesat pada Seribu Pulau

Penulis        : Andaru Intan

Penerbit      : BasaBasi

Editor          : Farrahnanda

Layout         : Amara

Cover           : Airawan Ratra

Cetakan       : Pertama, Mei 2018

Tebal            : 184 hlm

ISBN              : 978-602-5783-09-8


Blurb:


"Halaman berikutnya, Ayah menuliskan jadwal-jadwal yang berhubungan dengan pekerjaannya. Kemudian nama dan jabatan rekan-rekan kerjanya. Sampai pada beberapa lembar setelahnya, tulisan Ayah sudah tak dapat dibaca. Beberapa lembar juga sudah disobek. Sepertinya Ayah berusaha menulis, tapi gagal beberapa kali sampai ia kesal dan memenuhi lembaran itu dengan coretan. Lembar demi lembar agenda terlewati sampai-sampai aku tak sadar air mataku menetes begitu saja."


Tia tumbuh berjarak dengan Ayah. Sampai, suatu hari, Tia gagal masuk perguruan tinggi negeri dan harus tinggal bersama Ayah di Ternate. Bersama Alang, seorang laki-laki pegiat komunitas baca yang dikenalnya dalam suatu insiden kecil, Tia mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri tahun depan dan menghadapi kenyataan bahwa Ayahnya pelan-pelan diserang demensia.


Alur Cerita:

Tia pernah mengalami masa lalu yang buruk, bahkan nyaris hancur karena gejolak asmara muda. Beruntung, Tuhan masih memberikannya kesempatan untuk memperbaiki diri. Gagal masuk perguruan tinggi negeri sesuai impian ayahnya seolah menjadi puncak dan titik balik dari semua kelalaian Tia selama ini. Akhirnya ia memutuskan ke Ternate, tinggal bersama Ayah untuk menebus rasa bersalahnya.

"Mengetahui kegagalanku, rupanya Ayah tidak marah--tapi (tentu saja) kecewa."_(hal 33)

Suatu hari Tia tercebur ke laut karena terdorong oleh serombongan anak kecil yang sedang asyik berlarian. Seorang laki-laki langsung terjun menolongnya. Tia tidak apa-apa, tapi hapenya tidak bisa diselamatkan.

"Lelaki yang terjun ke laut itu bernama Alang. Kami berkenalan di atas motor bebeknya sewaktu dia mengantarkanku pulang--tanpa berjabat tangan."_(hal 40)

Alang mengajak Tia bergabung di rumah baca yang dikelolanya bersama Ita dan Rambo. Tia sempat ragu, tapi karena orang-orang di rumah baca itu sangat bersahabat, akhirnya dia bersedia. Padahal sebenarnya salah satu alasannya karena dia mulai senang melihat Alang. Tia hanya tidak menyadari, ada satu hal di rumah baca itu yang luput dari pantauannya.

"Alang bilang, anak-anak di rumah baca, tidak butuh seorang yang cerdas, yang pandai, atau yang memukau--mereka hanya butuh seseorang yang mau menemani mereka belajar, yang bisa membimbing mereka untuk menentukan pilihan hidup mereka."_(hal 57)

Di tengah kesibukan barunya, serta hari-hari yang semakin berwarna berkat kehadiran Alang, Tia mendapati fakta baru yang membuatnya sangat terpukul. Ayahnya mengalami demensia sehingga terpaksa pensiun dini dan kembali ke Surabaya. Tia sangat berat meninggalkan Alang, tapi dia tidak punya pilihan.

"Aku akan merindukannya. Dan aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku nantinya."_(hal 135)

Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan Tia dan Alang? Mampukah mereka mempertahankannya dari pulau yang berbeda?

Yuk, segera miliki novel ini dan temukan sendiri jawabannya.


Review:

Aku selalu suka cerita bertema orangtua, banyak pesan yang bisa dipetik. Apalagi dalam novel ini, didampingi kisah romance yang elegan dan jauh dari kesan menye-menye.

Novel ini dominan narasi, terlebih di awal-awal. Dan entah kenapa aku kurang menikmati openingnya. Sampai pada saat Tia kembali ke Ternate, aku baru nemu feel-nya. Aku suka karakter Tia, benar-benar menggambarkan sosok remaja cewek kebanyakan. Melalui POV 1, penulis memaparkan segala kekurangan dan keterbatasannya dengan sangat meyakinkan.

Jujur, novel ini tidak sesuai ekspektasiku. Pas baca blurbnya, kupikir bakal disuguhi hubungan ayah-anak yang dramatis, mengharu biru, atau apalah. Benar, sih, kisah Tia dan ayahnya cukup mengaduk emosi, tapi kurang nendang. Untungnya hal itu tertutupi dengan keindahan alam serta ragam khas Ternate yang dimunculkan penulis di titik-titik yang pas.

Tidak ada yang salah dengan novel ini, hanya saja jika dibandingkan dengan "Teman Hidup" dan "33 Senja di Halmahera", yang ini agak di bawah. Setelah dibikin tercengang oleh kedua karya spektakuler itu, yang ini jadi terasa biasa aja. Ini balik lagi soal selera, dan mungkin aku yang telanjur berharap dibikin terpukau lagi sejak awal. Tapi apa pun itu, aku selalu suka karya penulis ini, dan insyaallah akan selalu berburu karyanya.

Overall, novel ini cocok banget untuk kamu yang butuh bacaan bernutrisi. Settingnya Indonesia banget, konfliknya pun membumi. Dari awal sampai akhir banyak banget pelajaran yang bisa diambil.

Review Novel "Timeless Love"

 


Judul        : Timeless Love

Penulis    : Nurmala Sjahrazad

Penerbit : Qanita

Editor      : Rini Nurul Badariah

Layout     : Nono

Cover       : Muhammad Usman

Cetakan   : Pertama, Juli 2013

Tebal        : 200 hlm

ISBN          : 978-602-9225-89-1

Blurb:


Mama:
Sabar dan berjiwa besar, tapi terlalu lemah bila menyangkut lelaki satu itu. Dan itu yang aku benci.


Papa:
Tak bertanggung jawab. Pengecut. Paling kubenci di dunia.


2012,
Malika: pemalas, pemberontak, dan pembenci laki-laki. Dia suka gonta-ganti pacar sebagai wujud protesnya terhadap sang ayah yang menghilang saat dia masih 5 tahun. Dia kesal dengan Mama yang dianggapnya terlalu pemaaf bila menyangkut lelaki satu itu.


1982,
Akibat jatuh dari loteng, Malika terdampar di masa lalu. Masa ketika sang Mama dan sang Papa baru bertemu. Masa ketika kedua orangtuanya memperjuangkan cinta mereka. Dari pengalamannya ini, Malika mendapat jawaban atas menghilangnya sang Papa.
Tetapi, di tahun itu pula Malika bertemu dengan Damar, sahabat karib papanya. Tak disangka benih-benih cinta tumbuh di antara mereka. Bagaimanakah akhir kisah cinta mereka?


Alur Cerita:

Malika sangat membenci Papa, karena dia sudah meninggalkan Mama setelah kecelakaan dan lumpuh. Karena itu Malika ingin balas dendam dengan menyakiti banyak lelaki.

"Justru saat ini Lika sedang memberi balasan yang setimpal atas sakit hati yang pernah Lika alami! Lika akan membuat laki-laki itu merasakan bagaimana sakitnya dipermainkan dan dikhianati!"_(hal 18)

Suatu hari Malika jatuh dari loteng dan membuatnya terdampar ke masa lalu. Saat terbangun tahu-tahu dia sudah berada di Salatiga, tepatnya rumah Bu Lastri, Neneknya. Di rumah itu Malika bertemu Panji, papanya yang masih muda. Malika kaget luar biasa saat mendapati kalender di dinding bertuliskan tahun 1982. Karena masih mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya, dan bingung saat ditanya asal-usul, akhirnya Malika pura-pura lupa ingatan. Kemudian dia diberi nama, Arum.

"Kamu sampai lupa tahun juga, ya? Sekarang masih tahun 1982. Tahun baru masih dua bulan lagi."_(hal 34)

Saat pertama kali melihat Malika, Panji dan Bu Lastri merasa tidak asing. Selain karena wajahnya sangat mirip dengan Sekar, mereka merasa punya ikatan batin. Malika sadar, Sekar yang mereka maksud pasti mamanya. Dia jadi penasaran ingin bertemu mamanya yang seumuran dengannya di tahun itu.

"By the way ... Mama mana, ya?"_(hal 45)

Akhirnya Malika punya kesempatan mengantarkan surat Panji kepada Sekar. Dari situ terbongkar, ada seseorang yang tidak menginginkan mereka bersatu. Surat-surat mereka sebelumnya tidak pernah sampai.

"Sudah hampir lima kali aku mengirim surat ke Mas Panji, tapi baru sekarang aku dapat balasannya."_(hal 59)

Di tengah kerumitan itu, Damar muncul. Lelaki itu sahabat karib Panji. Dia sudah lama merantau ke Jakarta. Dan kepulangannya kali ini karena rencana perjodohan. Nahas, perempuan yang akan dijodohkan dengannya ternyata Sekar.

"Aku tidak tahu kalau perempuan yang akan dijodohkan denganku itu kekasih Panji, Rum."_(hal 83)

Bagaimana persahabatan Panji dan Damar setelah ini?
Lalu Malika, berhasilkah dia menemukan sesuatu yang akan mengubah pandangannya terhadap Papa selama ini? Bisakah dia kembali ke zamannya?

Review:

Cerita tentang seseorang yang terlempar ke masa lalu bukan hal baru, tapi motif yang dihadirkan cerita ini cukup unik dan menarik. Namun, entah kenapa aku kurang bisa menikmati. Rasanya ada sesuatu yang kurang. Tahun 1982 pun menurutku kurang dieksplor. Aku tidak menemukan sesuatu yang 'wow' di sana. Untungnya kehadiran Damar lumayan menyelamatkan, agar kisah ini nggak hambar-hambar amat.

Cerita ini disampaikan dengan ringan, gaya bertutur penulis juga rada slengean, menyesuaikan dengan karakter Malika sebagai si pencerita.

Aku suka banget endingnya, sempat dibikin berkaca-kaca.

Overall, novel ini cocok banget buat kamu yang butuh bacaan ringan tapi tetap menghibur. Kita juga semakin yakin, bahwa keluarga memang harta yang paling berharga.

Review Novel "Seven Days"

 



Judul        : Seven Days

Penulis    : Rhein Fathia

Penerbit : Qanita

Editor      : HP Melati

Layout     : Nono

Cover       : Aditya Satyagraha

Cetakan   : Pertama, Februari 2013

Tebal        : 296 hlm

ISBN          : 978-602-9225-72-3

Blurb:


Nilam's Diary


Day 1
Selamat pagi, Pantai Kuta. Selamat pagi, Shen.


Day 2
Ah, kamu membawaku ke Pasar Seni Sukowati, tempat favoritku.


Day 3
Sendratari Ramayana ini membuatku bertanya-tanya, apa aku sudah bertindak tidak setia?


Day 4
"Aku juga punya rasa takut. Aku takut kamu terluka!"


Day 5
Seminyak, kamu, kejutan, dan pantai di malam ini.


Day 6
Pantai Padang-Padang ini menjadi saksi kamu mengacaukan semuanya ....


Day 7
Bandara Ngurah Rai. Kami, sepasang sahabat sejak kecil, yang kini bersikap seperti orang asing .....


Alur cerita:

Nilam sangat ingin ke Bali, tapi dari sekian kesempatan, selalu saja ada halangan. Makanya, saat kesempatan itu datang lagi, dia sangat antusias. Apa lagi perginya bareng Shen, sahabatnya sejak kecil, yang bisa diandalkan dalam segala hal. Shen terbiasa hidup penuh perencanaan, segala sesuatunya dipersiapkan jauh-jauh hari. Termasuk keberangkatan mereka ke Bali. Nilam yakin, tidak akan ada masalah selama bersama Shen.

"Dia terbiasa mengerjakan segala sesuatu dengan taktis dan terencana."_(hal 19)

Seperti pengalaman pertama pada umumnya, Nilam sangat menikmati penerbangan pertamanya. Ada letupan dalam dadanya yang tak perlu diutarakan ke orang lain, cukup untuk dia terjemahkan sendiri.

"Perasaanku begitu takjub. Tanpa sadar aku melambaikan tangan, entah pada siapa."_(hal 26)

Dan pada akhirnya Nilam tiba di Bali, tempat yang sudah lama didambakannya. Di sini dia akan menikmati liburan selama 7 hari bersama Shen. Sederet tempat-tempat wisata pun sudah diagendakan. Shen yang mengatur semuanya.

"Akhirnya, aku menjejakkan kaki di pulau istimewa ini!"_(hal 27)

Nilam sangat menikmati petualangannya bersama Shen dari hari ke hari. Sampai-sampai dia tidak sadar ada konspirasi kecil-kecilan di balik liburan ini. Dan bagaimana jika 7 hari berhasil mengubah sesuatu dalam diri Nilam? Nilam harus ekstra hati-hati, sebab sepulang dari sini dia berencana menjawab lamaran Reza, pacarnya.

"Sore ini, dalam balutan jingga di pantai penuh pesona, di tengah riuh yang tidak memedulikan keberadaan kami, sudut hatiku berujar dengan jujur."_(hal 228)

Apa yang akan terjadi setelah petualangan Nilam dan Shen di Bali berakhir?
Yuk, segera baca novel ini dan temukan sendiri jawabannya.

Review:

Hal pertama yang bikin aku tertarik sama novel ini adalah konsepnya. Bab diatur sesuai jumlah hari petualangan Nilam dan Shen di Bali. Hal ini membuat kita berasa benar-benar terlibat dalam liburan mereka.

Temanya terbilang umum, alurnya juga aman-aman saja. Tidak ada kejutan yang 'wow' serta ending yang sudah jelas banget arahnya. Tapiii ... Penulis punya jurus jitu hingga cerita ini menjerat dan kamu tidak tega melepaskannya sebelum tamat.

Di awal-awal kita diajak menikmati suasana jalan-jalan, mengunjungi tempat-tempat wisata terkenal di Bali. Kemudian perlahan-lahan kita mulai dibikin geregetan dengan sesuatu yang tengah merambat. Pada akhirnya menarik napas panjang.

Dari awal sampai akhir cerita ini benar-benar terasa hidup. Karakter Shen dan Nilam berhasil menggerakkan cerita serealistis mungkin. Interaksi mereka manis-manis gimana gitu. Sentuhan romantis diberikan dengan takaran yang pas, tanpa menanggalkan status mereka sebagai sahabat. Justru yang rada tanggung ini yang bikin semangat pengin terus baca. Kekonyolan-kekonyolan Nilam pun jadi bumbu pelengkap, membikin kisah ini makin segar.

Aku hanya kurang nyaman dengan kemunculan salah satu tokoh menjelang ending. Mungkin lebih baik kalo tokoh ini disinggung sedikit di awal, agar kemunculannya tidak terkesan dadakan.

Overall, novel ini cocok banget buat kamu yang pengin baca sambil jalan-jalan, pengin melihat dan mengenal tempat-tempat di Bali sambil tetap rebahan di kamar. Bukan cuma diajak jalan-jalan, loh, tapi ada pengenalan singkat juga seputar sejarah beberapa tempat yang dikunjungi. Keren banget, kan?