Jumat, 17 April 2020

Review Novel: Marginalia




Judul             : Marginalia

Penulis          : Dyah Rinni

Penerbit        : Qanita

Editor             : Triani Retno Adiastuti

Cover             : BLUEgarden

Cetakan         : Pertama, Februari 2013

Tebal              : 304 hlm

ISBN               : 978-602-9225-82-2

Blurb:

Aku Yudhistira, aku Arjuna, aku Bima, aku Nakula Sadewa. Berapa Bharatayudha harus kujalani. Demi kamu. Drupadiku?

Aruna

CENGENG! Tulisan singkat dan rapi di kumpulan puisi Rumi kesayangan almarhum Padma membuatku terbakar. Kurang ajar! Berani-beraninya cewek dingin berhati belatung itu menodai kenangan Padma. Belum tahu dia berhadapan dengan siapa. Aruna, vokalis Lescar, band rock yang paling diidolakan. Tunggu pembalasanku!

Drupadi

Aku tak punya waktu untuk cinta. Meski nyaris tiap hari aku berhubungan dengan yang namanya pernikahan, ini hanya urusan bisnis semata. Aku tak percaya romantisme, apalagi puisi menye-menye. Hidup ini terlalu singkat untuk jadi melankolis. Namaku memang Drupadi, tapi hatiku sudah tertutup untuk laki-laki.

"Kekasih tak begitu saja bertemu di suatu tempat, mereka sudah saling mengenal sejak lama."__Rumi

***

Alur Cerita:


Perang marginalia (catatan di pinggir buku) mengawali pertikaian absurd Aruna dengan Drupadi.

Drupadi tidak sengaja menemukan Marginalia, kafe terpencil yang menjadikan koleksi buku-buku tua sebagai ciri khas. Suatu hari dia harus kembali ke sana untuk urusan bisnis. Di situlah segalanya bermula. Tanpa pemahaman lebih lanjut, dia terpaksa menulis marginalia pada sebuah buku demi melancarkan tujuannya. Namun siapa sangka, buku yang dipilihnya justru buku kumpulan puisi Rumi, yang di dalamnya sudah dipenuhi marginalia yang ditulis oleh Padma, alharhuma kekasih Aruna.

"Tanganku terus berjalan. Terkadang aku mengambil satu atau dua buku untuk melihat isinya. Namun tak lama, buku itu kukembalikan ke tempatnya. Baru beberapa saat kemudian, aku menemukan apa yang kucari."_(hal 44)

Aruna meradang mendapati kenangan orang yang sangat dicintainya dinodai. Ia berjanji akan menemukan pelakunya dan membuatnya menyesal.

"Aku menuliskan kata-kata terbaik yang bisa aku pikirkan dan kemudian mengembalikan buku itu ke rak. Aku tak sabar menunggu balasannya."_(hal 50)

Drupadi orang yang paling tidak percaya keajaiban, terlebih jika hal itu harus diawali dari sebuah coretan kecil. Namun siapa sangka, marginalianya benar-benar mendatangkan hal besar dalam hidupnya.

"Suaranya terus menghantuiku. Suaranya yang indah, dalam, dan membius itu tidak bisa membuatku berhenti berpikir. Jauh di dalam pikiranku, aku merasa pernah mendengarnya. Tetapi di mana?"_(hal 100)

Aruna berhasil menemukan Drupadi. Namun siapa sangka, amarahnya luntur seketika. Yang terjadi selanjutnya sungguh di luar kendali. Tidak ada kisah yang selamanya mulus. Pasti ada guncangan yang akan membuat kita berpikir untuk menyerah. Tapi Aruna dan Drupadi punya cara masing-masing untuk bertahan. Dan itu berangkat dari patahhati-patahhati sebelumnya.

"Ia tersenyum tipis padaku, tetapi itu lebih dari cukup untuk mengaduk jiwaku, membuatku tak mengenali diriku sendiri."_(hal 109)

Lalu, bagaimana kisah Aruna dan Drupadi selengkapnya setelah dipertemukan oleh marginalia?
Yuk, miliki novel ini dan bersiaplah untuk larut dalam pertikaian emosi.

***

Review:

Awalnya kupikir marginalia sebatas nama kafe dan hanya akan jadi gaya-gayaan di awal. Nyatanya, ini benang merah yang berkesinambungan hingga akhir. Penulis berhasil menautkan takdir kedua tokoh utama dengan cara yang tidak biasa. Unik banget. Kemudian selaku pembaca, aku menemukan segurat teka-teki di setiap bab yang akan sangat menghantui jika tidak lekas dituntaskan.

Novel ini menggunakan POV 1 jamak. Kendati demikian, penokohannya kuat banget sehingga kita bisa menemukan warna yang berbeda di part Aruna dan Drupadi. Meskipun peralihannya cukup rapat, sama sekali tidak menggangu karena pemenggalan atau peralihannya selalu di titik yang tepat.

Bahasanya segar. Manis-manis gimana gitu. Aku suka kehidupan Aruna sebagai artis tidak terlalu digembor-gemborkan. Penulis malah menyajikannya dari sisi paling realistis.

Keunggulan novel ini di pengolahan konfliknya. Astaga ... gila! Rumit, menjebak, tapi tidak membingungkan. Penasaran banget, iya. Hehehe ....

Di 1/4 menjelang ending, aku bacanya udah kayak dikejar anjing, saking gak sabar pengin tahu seperti apa penyelesaiannya.


Bicara kekurangan, entahlah. Rasanya tidak ada waktu memikirkan ini. Anggap aja aku tidak menemukannya. Hanya saja, cara Aruna membuktikan cintanya dengan membaca semua buku di Marginalia ... gimana, ya? Penerimaanku terlalu dangkal untuk adegan itu. Terkesan maksa dan agak janggal akan dilakukan oleh pribadi seperti Aruna. Terus, saat Drupadi dibimbing untuk menemukannya, apa iya, dia masih sempat buka-buka buku saat kondisinya lagi kacau balau? Itu aja, sih.

Overall, ini sajian kisah yang cocok banget buat kamu yang merindukan pengalaman baru dalam membaca. Kita diajak untuk percaya keajaiban, dan semua yang terjadi hari ini, bisa jadi petunjuknya sudah ada di tahun-tahun sebelumnya tanpa kita sadari.