Rabu, 11 September 2019

Review Novel: Thursday Challenge No Make Up-Make Up Day!



Judul             : Thursday Challenge: No Make Up-Make Up Day!

Penulis         : Dita Anggita

Penerbit       : Jejak Publisher

Editor           : Ansar Siri

Layout          : Tim CV Jejak

Cover            : Freepik

Cetakan        : Pertama, Agustus 2019

Tebal             : 273 hlm

ISBN              : 978-602-474-848-7

Blurb:

Gista adalah gadis remaja masa kini. Aktif di berbagai sosial media dan menjadi salah satu beauty influencer remaja yang memiliki ratusan ribu pengikut. Berbeda dengan komentar-komentar di laman Youtube yang selalu penuh pujian ketika ia mengunggah video tutorial make up-nya, di sekolah ia selalu mendapat dark comment, terutama oleh guru BK-nya. Hampir setiap hari, ia selalu dipanggil ke ruang BK dengan alasan yang sama, make up yang berlebihan.

Namun gadis itu tidak pernah memedulikannya. Baginya, ber-make-up adalah hak setiap wanita. Sampai suatu hari, ia ditantang oleh guru biologinya. Jika nilai biologi Gista tidak sesuai target, maka gadis itu tidak boleh menggunakan make up lagi ke sekolah.

Apakah Gista dapat menaklukkan tantangan itu? Atau justru ia malah takluk dengan tantangan hari Kamis guru biologinya?

***

Alur cerita:

Bagi Gista penampilan adalah nomor satu. Ia akan melakukan segala hal demi mempertahankannya, termasuk keluar masuk ruang BK karena tidak ingin menanggalkan kebiasaan menggunakan make up berlebihan ke sekolah. Jika selama ini Gista bisa menghadapinya, tidak lagi setelah sekolahnya kedatangan guru biologi baru, Melki. Sebenarnya Melki tidak berbuat yang tidak-tidak. Ia murni menjalankan perannya sebagai guru yang kebetulan diberkahi murid seajaib Gista. Tapi semua tindakannya terkesan 'sok' di mata Gista dan tentu saja berhasil mengusik ketenangan cewek itu.

"Hanya Tuhan yang tidak punya masalah, jadi curhat sama Tuhan aja. Sudah pasti didengar dan dikasih bonus penyelesaian masalah."_(hal 9)

Setelah hampir putus asa, Melki menemukan cara jitu untuk memisahkan Gista dari make up-nya. Tapi bukan Gista namanya jika menyerah tanpa perlawanan. Tapi pada akhirnya cewek itu kalah, dan harus takluk pada aturan Melki.

"Nggak bisa. Nggak bisa. Nggak bisa. Hidup Gista tak bisa tanpa warna."_(hal 68)

Tapi dasar Gista, ia masih saja terus berulah. Untungnya Melki punya stok kesabaran lebih untuk menghadapinya. Seiring berjalannya waktu, guru dan murid itu semakin dekat. Bahkan tanpa keduanya sadari, lebih dekat dari hubungan sewajarnya. Terlebih setelah Melki pelan-pelan mengerti alasan di balik sikap Gista yang rada brutal itu.

"Kamu boleh tetap pakai make up ... kecuali hari Kamis!"_(hal 73)

Melki sendiri, di balik tampilan elegannya sebagai sosok pendidik, ia tak lebih dari seorang pengecut yang lari dari masalah. Memilih pindah tempat mengajar demi berdamai dengan kenyataan yang selalu berhasil membuat hatinya berdenyut sakit. Lalu bertemu Gista, perlahan-lahan hari-harinya kembali terasa hidup. Di sisi lain ada Alvin, pacar Gista yang tentu saja tidak rela pujaan hatinya semakin dekat dengan si guru baru yang memang masih sangat muda dan tampan itu. Mereka terjebak pada kisah yang rumit.

"Lagi-lagi senyum wanita itu membuat Melki menjerit. Wanita itu tidak pernah tahu seberapa keras ia menahan perasaannya."_(hal 76)

Apa yang akan terjadi pada mereka selanjutnya? Mampukah Melki berdamai dengan masa lalunya? Lalu, sanggupkah Gista terpisah dari make up tebalnya? Dan siapa yang akhirnya ia pilih? Setia pada Alvin, atau memulai kisah baru bersama Melki? Yuk, segera miliki novel ini dan temukan sendiri jawabannya.

***

Review:

Segar, satu kata yang menurut saya tepat untuk mewakili novel ini. Premisnya sebenarnya lumayan pasaran, tapi karena dibungkus dengan situasi yang sangat real dengan kehidupan anak zaman now, bikin cerita ini terlihat beda. Terlebih konsep make up yang kemudian dijadikan tema, berhasil membuat novel ini informatif di bidang kecantikan. Para beauty influencer dijamin bakal suka dengan cerita ini.

Di samping penggunaan bahasa ala remaja banget, dengan memunculkan istilah-istilah yang memang akrab dengan dunia mereka, sosok Gista akan sangat mudah dicintai pembaca. Ia berhasil tampil sebagai perwakilan remaja masa kini untuk menyuarakan uneg-uneg.

Saya sangat suka dengan cara penulis mengenalkan sosok Gista yang meledak-ledak. Untuk sebagian pembaca, termasuk saya, di awal mungkin kurang suka dengan Gista, mengingat bagaimana ia bersikap di depan gurunya. Tapi di sisi lain hal ini pun jadi nilai plus yang bikin cerita ini mudah diterima, karena sosok seperti Gista memang banyak di dunia nyata. Lalu seiring konflik yang berkembang perlahan-lahan, kita jadi tahu alasan Gista bersikap seperti itu. Di sinilah ia berhasil menarik simpati pembaca.

Dari semua hal, saya paling suka dengan pesan dan pelajaran yang ingin disampaikan penulis.

Tapi, meski ini cuma fiksi, ada beberapa bagian yang menurut saya sikap Gista berlebihan untuk ukuran murid. Selain itu, saya merasakan plotnya kurang rapi sehingga masih berpotensi menimbulkan tanda tanya di benak pembaca.

Overall, novel ini pas banget buat kamu yang mencari cerita remaja dengan konsep kekinian. Tentang bagaimana terus belajar menjadi pribadi yang lebih baik, peran penting keluarga, usaha meraih mimpi, pentingnya untuk tidak terlalu percaya dengan orang-orang di sekitar kita, semuanya dikupas habis di sini. Kamu harus baca!

Rabu, 04 September 2019

Review Novel: Fake Boyfriend on Friday



Judul            : Fake Boyfriend on Friday

Penulis        : Lina Purwati

Penerbit      : Jejak Publisher

Editor          : Ansar Siri

Layout         : Tim CV Jejak

Cover           : Iis Prastikasari

Cetakan       : Pertama, Agustus 2019

Tebal            : 248 hlm

ISBN             : 978-602-474-842-5

Blurb:

Juna si selebgram harus jadi dokter karena ingin membuat laki-laki yang meninggalkan Ibu menyesal. Juna ingin Ayah kandungnya tidak memandang Ibu sebelah mata. Sejak saat itulah Juna belajar giat untuk bisa masuk perguruan tinggi melalui SBMPTN. Tidak mungkin lagi menggunakan jalur SNMPTN, mengingat nilai Juna yang bisa bikin sakit mata saking merahnya. Tapi selalu saja ada cewek-cewek yang mengganggu Juna untuk belajar.

Muncul sebuah ide untuk memiliki pacar palsu.

"Happy month anniversary, Kirana Sayang." Juna berujar sambil menyerahkan boneka teddy seukuran Kirana.

Kirana hanya bisa bengong melihat Juna. Niat awal membuat perhitungan karena Tiara-sahabat Kirana-ditolak Juna malah berakhir menjadi pacar palsu. Kirana tidak mau ditindas Juna, tapi cowok menyebalkan itu mengancam dengan pasal 406 KUHP tentang perusakan barang dengan sengaja bisa dipenjara dua tahun delapan bulan. Pasalnya, Kirana pernah merusak ban motor Juna.

Mana yang harus Kirana pilih, pacar palsu atau penjara?

***

Alur cerita:

Berawal dari hal sepele yang malah berdampak serius, Kirana terpaksa masuk ke kehidupan Juna. Hari-harinya yang semula tenang pun jadi jungkir balik. Padahal ia hanya ingin menuntut keadilan untuk sahabatnya yang ditolak mentah-mentah oleh Juna, tapi malah dirinya yang terjebak dan harus patuh menjadi pacar palsu Juna.

Di balik popularitasnya sebagai selebgram, Juna sedang merencanakan balas dendam kepada ayahnya, yang telah meninggalkannya dan ibunya demi perempuan lain. Balas dendam ala Juna adalah dengan menjadi dokter, seseorang yang bisa membanggakan. Sebab itulah ia butuh pacar palsu, agar cewek-cewek di sekolah berhenti mengganggunya saat ingin serius belajar. Dan tiba-tiba saja Juna menemukan peluang itu di diri Kirana.

Situasi semakin rumit setelah Juna tahu, Tiara, sahabat Kirana, cewek populer yang pernah ditolaknya ternyata adik tirinya. Di sinilah Juna mematangkan rencana balas dendamnya.

Menjadi pacar palsu Juna jauh lebih menyeramkan dari dugaan Kirana sebelumnya. Selain waktu luangnya yang terkuras demi jadi bodyguard dadakan, ia terpaksa jadi sasaran bullying para fans Juna yang tidak terima sang idola sudah punya gandengan. Apalagi menurut mereka, Kirana sama sekali tidak cocok untuk Juna. Mulai dari hujatan di sosial media hingga kekerasan fisik, terpaksa Kirana terima. Ia hanya bisa bertahan, sesekali menangis diam-diam. Sebab untuk melawan, cukup sulit menemukan pelaku sebenarnya. Tidak sampai di situ, persahabatannya dengan Tiara pun hancur.

Terlepas dari bahaya yang mengintai Kirana, Juna sangat menikmati status palsu di antara mereka. Ia bebas dari gangguan receh para fans dan punya banyak waktu untuk belajar. Seiring berjalannya waktu, Juna menemukan kenyamanan berada di sisi Kirana. Tepatnya, tidak ingin status palsu itu berakhir. Namun ada Elvan, cowok pintar yang mengakui Kirana sebagai cinta pertamanya, dan akan melakukan berbagai cara untuk menjauhkannya dari Juna.

Pada akhirnya, mampukah Juna meraih cita-citanya menjadi dokter? Lalu, sampai kapan ia butuh Kirana sebagai pacar palsunya? Bagaimana jika status palsu itu malah terbongkar di waktu yang tidak tepat? Bagaimana pula jika Juna menemukan fakta lain di balik kebenciannya pada ayahnya? Yuk, segera miliki novel ini dan temukan sendiri jawabannya.

***

Review:

Dari opening saya langsung suka dengan novel ini. Interaksi awal kedua tokoh utamanya sungguh menjanjikan jalinan cerita yang kuat dan berbobot. Penulis menyampaikannya dengan bahasa yang ringan dan terstruktur dengan baik. Pemilihan diksinya menurutku berada di tengah-tengah, antara remaja dan dewasa muda. Dan menurutku itu sangat sesuai dengan konsep cerita yang memang tidak hanya berisi kisah cinta ecek-ecek ini.

"Remaja yang patah hati tidak butuh dimarahi. Apalagi diceramahi. Mereka hanya butuh dimengerti."_(hal 8)


Dari sosok Juna kita bisa belajar, bahwa tidak selamanya kepopuleran itu membahagiakan. Ada kalanya kita butuh privasi untuk hidup yang lebih berbobot. Satu elemen yang saya tangkap adalah, memperbaiki diri bisa jadi salah satu bentuk balas dendam. Balas dendam yang positif. Saya acungi jempol untuk semangat juang yang dituang penulis dalam kisah ini.

"Susah bukan berarti nggak bisa. Justru karena susah berarti kita harus berjuang lebih keras."_(hal 19)

Yang paling saya suka, penulis piawai merawat rahasia yang akan dijadikannya senjata, sekecil apa pun itu. Ada beberapa bagian yang sengaja dibiarkan begitu saja di awal, seolah memang begitu adanya. Tapi kemudian menjelang akhir malah dikulik lebih dalam dan mampu mendatangkan decak kagum. Dari sudut pandang pembaca, saya sangat menikmatinya. Jarang-jarang ada tipe bacaan seperti ini. Ringan tapi tidak bisa disebut ringan, berat tapi sama sekali tidak bikin kening berkerut.

"Amarah akan membuat sesuatu yang baik-baik saja menjadi bencana."_(hal 28)

Selain beberapa typo, juga pengulangan kata yang tidak berarti, saya tidak menemukan kekurangan lainnya. Bahkan menurut saya, karya ini nyaris sempurna.

"Siapa pun kamu pasti akan mengalami kesulitan dan kesulitan lain dalam hidup."_(hal 39)

Overall, novel ini recommended banget untuk remaja, agar sadar, masa muda harusnya bukan soal pacar-pacaran yang diprioritaskan, tapi rancangan masa depan.