Jumat, 31 Maret 2017

Review Novel: Pada Senja yang Membawamu Pergi


 

Judul                 : Pada Senja yang Membawamu Pergi

Penulis               : Boy Candra

Penerbit             :Gagas Media

Tebal                 : 248 hlm

ISBN                 : 978-979-780-864-8

BLURB
Apakah kau ingat saat kita berjanji untuk saling membahagiakan?

Katamu, setiap perasaan yang tumbuh adalah sebuah alasan. Alasan bahwa hati patut dipertahankan. Namun, cinta saja belum cukup menyatukan mimpi yang berbeda di antara kita. Dan, menepati janji ternyata tak semudah mengucapkannya.

Apakah kau juga tahu bahwa kenangan bersamamu selalu muncul tiba-tiba? Tak ada satu perasaan pun yang mampu kusembunyikan ketika mengingatmu.

Namun, aku sadar.
Harapan-harapan yang dulu sempat memudar, harus kubangun lagi dan kumulai. Bukankah tak salah bila aku ingin mengulang rasa yang dulu pernah ada? Meski kutahu, rasa itu tak akan benar-benar sama.

Karena cinta bukan tentang bagaimana rasa itu jatuh, melainkan bagaimana ia tetap bisa hidup di dada yang rapuh.

Semua buku Boy Chandra tidak diragukan lagi kecocokannya dengan selera baca seorang pencinta puitis sepertiku. Termasuk novel bernuansa senja ini. Diawali dengan prolog yang menghadirkan gambaran pertemuan sepasang kekasih yang sepertinya telah melalui cerita perpisahan yang panjang. Sukses membuat kita menebak, sepertinya ada lika-liku hati tertuang dalam cerita ini.
Konsep dasar cerita ini cukup umum. Ada cinta, persahabatan, tentang meninggalkan dan ditinggalkan, dan harapan. Tapi, penulis berhasil membungkusnya dengan cara yang mungkin hanya ia yang bisa. Sepertinya novel ini akan cocok untuk kamu yang sedang berjuang untuk move on. Hihihi ….

Hal paling sulit dari melepaskan diri dari orang yang kita cintai, bukan menjauh dari fisiknya, melainkan menjauh dari perasaan kita sendiri. Perasaan yang masih menaruh harap kepada orang itu. (hal 68)

Tuhan selalu punya kejutan atas penerimaan manusia terhadap kenyataan. Aku mulai menerima diriku yang dilepaskan begitu saja. Pun pertemuan-pertemuan dengan orang baru setelahnya. Dan seperti daun yang jatuh, akan ada daun baru yang tumbuh untuk membuat pohon tetap hidup. Untuk membuat pohon tetap terlihat indah. (hal 111)

Secara keseluruhan, novel ini berkisah tentang Gian yang patah hati karena diputuskan oleh Kaila. Bersama ketiga sahabatnya yang juga punya problem masing-masing, ia berjuang untuk bangkit. Pada akhirnya ia bertemu dengan Aira.
Aku suka komposisi persahabatan dalam cerita ini. Tiga cowok, satu cewek. Seperti cerita persahabatan pada umumnya, di dalamnya ada cinta terselubung. Selain cinta, banyak hal mengejutkan di dalamnya. Aku paling suka dengan sosok Randi, playboy yang pada akhirnya mengambil keputusan yang mencengangkan semua orang. Tapi kemudian merasa bangga terhadapnya. Hal ini juga yang membuat cerita ini lebih hidup. Keputusan seperti apa? Cari tahu sendiri, ya! Hehehe ….
Membaca cerita ini kembali mengingatkanku betapa penting arti seorang sahabat.

“Kami mengenalmu sudah tiga tahun lebih. Jadi, nggak usah merahasiakan apa pun dari kami. Kami peduli padamu.” Ucapan Randi meluluhkan hatiku, membuatku merasa tidak sendirian. Seminggu mencoba menenangkan hati sendirian rasanya sangat melelahkan. Malam ini, aku seolah memiliki tenaga lain. Sahabat, yang selalu memerhatikanku. (hal 40)

“Suatu hari nanti kita akan sangat merindukan saat seperti ini.” Putri bersuara, tetapi masih menatap ke arah pantai. “Persahabatan itu seperti kapal kayu yang dilempar ke laut, sejauh apa pun ia diterpa angin, ia akan kembali lagi ke pantai. Mungkin bukan di pantai yang sama saat ia dilemparkan, tapi pantai lain. Aku ingin, kita seperti kapal kayu itu, kelak kita akan terdampar lagi di suatu tempat, di mana kita bisa menikmati embusan angin bersama. Aku ingin kalian menjadi pendayung kapal kayu yang hebat. Biar kita sampai di tujuan yang sama.” (hal 134)

Yang unik dari novel ini, setiap bab memiliki queto. Semacam clue dari makna yang bisa kita petik di bab tersebut. Dan kesemuanya itu teramat sayang untuk dilewatkan.
Percayalah, novel ini tidak hanya melulu tentang cinta. Banyak pesan moral yang bisa kita petik di dalamnya. Seperti rezeki yang ternyata tidak melulu soal uang, serta tak pernah ada hal yang benar-benar terlambat. Bahkan, nasi yang terlanjur jadi bubur pun, masih bisa diolah menjadi kerupuk yang enak dimakan bersama nasi. Secara tidak langsung novel ini memberikan pandangan baru terhadap peribahasa lawas itu.

Ayahku mengajar Bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama sebagai guru honorer, yang gajinya tidak seberapa. Namun, ayah tidak pernah mempermasalahkan uang yang ia dapat dari mengajar. Ia percaya, rezeki datang dari banyak hal, dan tidak hanya dalam bentuk uang. Kepuasan batin juga bentuk dari rezeki. Setidaknya, aku melihat itu di matanya setiap kali ia menceritakan perihal pekerjaannya. (hal 52)

Apa yang terjadi, kini hanya harus kujalani sebaik mungkin. Ibarat nasi yang sudah menjadi bubur, bagaimana membuat bubur itu bisa menjadi kerupuk yang enak dimakan bersama nasi. (hal 104)

Novel ini juga mengenalkan pacu jawi, salah satu kebudayaan masyarakat Padang. Pacu jawi mirip karapan sapi. Bedanya, pacu jawi diadakan di tengah sawah, berkutat dengan lumpur. Ada yang menarik dari filosofi pacu jawi ini.

“Filosofinya, sapi yang jalannya lurus adalah sapi yang baik, begitu juga manusia. Yang jalan hidupnya di jalan lurus adalah manusia terbaik.” (hal 71)

Akhir cerita ini bukan hanya memperlihatkan sekeping hati yang berhasil sembuh, tapi juga sebuah pencapaian terhadap mimpi yang telah lama digenggam.

“Gie …, mimpi itu hanya bunga tidur dan selesai saat kamu terbangun. Sedangkan impian adalah harapan yang baru saja dimulai saat kamu terbangun. Maka berhentilah bermimpi, dan perjuangkan impianmu.” Itu nasihat yang selalu ayah ingatkan kepadaku. (hal 237)

Menurutku pribadi, kekurangan cerita ini terletak pada bagian awal yang terkesan lamban. Masa-masa patah hati Gian terlalu bertele-tele. Sedang di akhir malah terburu-buru. Hubungan antara Gian dengan Aira masih perlu dieksplor. Selain itu ada beberapa typo, di halaman 85 dan 165. Itu saja.