Minggu, 03 November 2019

Review Novel: Rain, Paper Boat and Grey Story on Wednesday



Judul            : Rain, Paper Boat and Grey Story on Wednesday

Penulis        : Aldi.A

Penerbit      : Jejak Publisher

Editor           : Ansar Siri

Layout         : Tim CV Jejak

Cover           : Freepik

Cetakan       : Pertama, Agustus 2019

Tebal            : 215 hlm

ISBN             : 978-602-474-845-6

Blurb:

Keanu Prasasti, pemuda yang kerap mengarungkan perahu kertas berisi kepedihan setiap kali hujan turun, tak pernah menyangka pertemuannya dengan Naomi Irawan akan berhasil menghadirkan berjuta rasa di antara keduanya: kesetiaan, pengorbanan, luka, juga air mata yang mengiring. Mengenai rahasia hari Rabu kelabu, hujan dan perahu kertas berisi luka milik Keanu, yang lantas terus meramu pahit manis kisah cinta di antara kedua siswa sekolah menengah atas tadi.

Lalu, akankah kisah keduanya kemudian berujung bahagia? Atau malah berakhir tragis dan penuh nestapa?

Sebab, nyatanya cinta hanyalah satu kata dengan lima huruf di dalamnya, namun memiliki ribuan akhir dari kisahnya masing-masing.

***

Alur cerita:

Peristiwa traumatik di masa lalu menjadikan Keanu pribadi yang tertutup dan mungkin agak sulit dipahami. Kesenangannya adalah menyendiri. Dan bila hujan turun, ia tidak mau ketinggalan melarungkan perahu kertas sebagai wadah untuk membuang kesedihannya. Meski kesedihan itu tak pernah benar-benar berkurang. Ia hanya merasa lega sesaat, lalu luka-luka itu bisa kembali memekat sewaktu-waktu.

"Memimpikan Ibu adalah pertahanan terakhir yang memecahkan gelas berisi air mata."_(hal 18)

Namun ceritanya agak berbeda sejak ia bertemu Naomi. Lebih tepatnya sejak gadis itu memergoki ritualnya melarungkakan perahu kertas. Naomi yang sepertinya punya niatan mengenal lebih jauh, awalnya memang agak mengganggu di mata Keanu. Pemuda itu merasa tidak perlu berteman, tidak perlu berbagi apa pun. Hanya saja, lambat laun Keanu menemukan sesuatu yang membuatnya nyaman. Entah apa yang istimewa dari gadis itu. Bahkan, Keanu tidak segan membagikan kisah kelamnya kemudian, sesuatu yang tidak pernah diungkapkan ke siapa pun.

"Bagiku, kau adalah satu kebetulan yang berlanjut pada satu kebetulan lainnya."_(hal 10)

Sejak awal seluruh gerak-gerik Keanu dinilai Naomi sebagai sesuatu yang mengarah pada kepedihan. Orang jadi pendiam dan setertutup itu tidak mungkin tanpa sebab. Hal itulah yang ingin diketahui Naomi. Dan, entah dengan cara apa Keanu justru sangat menarik dengan sikap anehnya itu. Jujur, Naomi menyukainya.

"Kau tak perlu repot-repot menggali lebih dalam luka yang kau bikin. Sebab, kisahmu sebentar lagi akan tamat."_(hal 25)

Meski dibayang-bayangi Raihan, sang mantan, Naomi berjuang merobohkan benteng pertahanan yang dibangun Keanu. Pada akhirnya ia benar-benar berhasil memasuki hati pemuda itu. Hanya saja, hidup tak sesederhana pemahaman manusia. Takdir selalu saja menghadirkan hal-hal tak terduga.

"Jangan ada dendam di hatimu. Sebab, kau tidak akan tenang jika memilikinya."_(hal 32)

Apa yang terjadi dengan hubungan mereka? Yuk, segera miliki novel ini. Bisa diorder langsung ke penulis atau penerbit.

***

Review:

Unik. Sepertinya itu kata paling tepat untuk menggambarkan novel ini. Berhubung saya menyukai hal-hal berbau puitis, sudah pasti novel ini jadi bacaan yang menyenangkan. Sebenarnya jalan ceritanya bukanlah sesuatu yang bisa mendatangkan decak kagum, atau gelengan tak habis pikir. Tapi, penulis punya cara tersendiri menyajikan cerita ini hingga benar-benar melenakan.

Penulis lebih banyak bermain di narasi, dialog hanya seperlunya. Gabungan antara kalimat-kalimat puitis mendayu-dayu dan POV1, menjadikan novel ini sepintas mirip prosa senandika. Tapi semakin jauh kita digiring menyelami isi kepala Keanu dan Naomi secara bergantian, kita bisa menemukan konflik utama yang ingin diuraikan penulis.

Dari awal langsung terasa bias kepedihan yang coba disuguhkan penulis. Dan yang saya suka, hal ini konsisten hingga akhir. Bahkan, emosi kita ditarik ulur. Rasanya cukup sesak. Untungnya penulis menyematkan bumbu-bumbu asmara khas remaja, membuat kita punya ruang untuk menghela napas sejenak sebelum kemudian kembali disuguhi hal yang mencengangkan.

Endingnya bikin merinding, sih, dan yah ... lagi-lagi menyesakkan. Secara garis besar saya tidak menemukan kekurangan apa pun. Hanya saja, mungkin lebih baik jika ada sedikit perbedaan antara part Keanu dan Naomi. Misal dari segi susunan kalimat. Karena logikanya, cerita bergulir dari dua orang yang berbeda secara bergantian, otomatis ada sedikit perbedaan, dong. Sekecil apa pun harusnya ada. Tapi di sini saya belum menemukannya.

Overall, novel ini cocok banget buat kamu yang suka kalimat-kalimat puitis ala prosa senandika. Terus, di sini kamu juga bisa menemukan arti penting dari sebuah penerimaan terhadap setiap masalah. Dan yang paling utama, jangan pernah menutup diri dalam kondisi apa pun. Karena sejatinya manusia adalah makhluk sosial.

Sabtu, 26 Oktober 2019

Review Buku: One Mind One Heart One Commitment




Judul       : One Mind One Heart One Commitment

Penulis   : Gunadi Getol Ph.D.

Penerbit : Elexmedia

Tebal       : 102 hlm

ISBN        : 978-602-02-0581-6

Secara tampilan, penggunaan font judul warna-warni plus tumpang tindih antara bahasa asing dan bahasa Indonesia, menurut saya kurang eye catching. Karena pada dasarnya judul sebuah buku haruslah memikat bahkan sebelum calon pembaca menyentuhnya. Ini malah agak sulit terbaca.

Untuk ukuran non fiksi, buku ini cukup ringan. Meskipun pembahasannya seputar dunia perusahaan, tapi penulis menghindari pengolahan kata yang berpotensi membingungkan. Dari awal hingga akhir tiap pembahasannya mudah dipahami. Selain itu, susunan babnya benar-benar ditata dari hal yang paling mendasar hingga level-level krusial untuk kesuksesan sebuah perusahaan.

Secara keseluruhan, buku ini membahas hubungan timbal balik antara pemilik perusahaan dengan karyawan, pun antara perusahaan itu sendiri dengan potensi diri seseorang. Perusahaan butuh karyawan untuk kelangsungan operasional mereka, sementara karyawan butuh perusahaan untuk mengembangkan karier mereka. Hal ini akan berlangsung dalam kurun waktu yang lama hingga tidak menutup kemungkinan akan tumbuh rasa saling memiliki.

Dari sekian banyak pembahasan, inti yang paling menonjol adalah, ketika seseorang sudah terikat janji dengan pihak mana pun, harusnya janji itu dipegang teguh. Kedua belah pihak harus bersetia hingga akhir, melawan banyak godaan yang menang akan selalu ada di setiap langkah perjuangan. Karena pada akhirnya, tidak ada kesuksesan tanpa kerjasama yang nyata.

Saya nyaris tidak menemukan kekurangan apa pun di buku ini. Bahkan, buku ini layak dibaca oleh siapa saja. Tidak mesti mereka yang berstatus karyawan atau pemilik perusahaan.

Rabu, 11 September 2019

Review Novel: Thursday Challenge No Make Up-Make Up Day!



Judul             : Thursday Challenge: No Make Up-Make Up Day!

Penulis         : Dita Anggita

Penerbit       : Jejak Publisher

Editor           : Ansar Siri

Layout          : Tim CV Jejak

Cover            : Freepik

Cetakan        : Pertama, Agustus 2019

Tebal             : 273 hlm

ISBN              : 978-602-474-848-7

Blurb:

Gista adalah gadis remaja masa kini. Aktif di berbagai sosial media dan menjadi salah satu beauty influencer remaja yang memiliki ratusan ribu pengikut. Berbeda dengan komentar-komentar di laman Youtube yang selalu penuh pujian ketika ia mengunggah video tutorial make up-nya, di sekolah ia selalu mendapat dark comment, terutama oleh guru BK-nya. Hampir setiap hari, ia selalu dipanggil ke ruang BK dengan alasan yang sama, make up yang berlebihan.

Namun gadis itu tidak pernah memedulikannya. Baginya, ber-make-up adalah hak setiap wanita. Sampai suatu hari, ia ditantang oleh guru biologinya. Jika nilai biologi Gista tidak sesuai target, maka gadis itu tidak boleh menggunakan make up lagi ke sekolah.

Apakah Gista dapat menaklukkan tantangan itu? Atau justru ia malah takluk dengan tantangan hari Kamis guru biologinya?

***

Alur cerita:

Bagi Gista penampilan adalah nomor satu. Ia akan melakukan segala hal demi mempertahankannya, termasuk keluar masuk ruang BK karena tidak ingin menanggalkan kebiasaan menggunakan make up berlebihan ke sekolah. Jika selama ini Gista bisa menghadapinya, tidak lagi setelah sekolahnya kedatangan guru biologi baru, Melki. Sebenarnya Melki tidak berbuat yang tidak-tidak. Ia murni menjalankan perannya sebagai guru yang kebetulan diberkahi murid seajaib Gista. Tapi semua tindakannya terkesan 'sok' di mata Gista dan tentu saja berhasil mengusik ketenangan cewek itu.

"Hanya Tuhan yang tidak punya masalah, jadi curhat sama Tuhan aja. Sudah pasti didengar dan dikasih bonus penyelesaian masalah."_(hal 9)

Setelah hampir putus asa, Melki menemukan cara jitu untuk memisahkan Gista dari make up-nya. Tapi bukan Gista namanya jika menyerah tanpa perlawanan. Tapi pada akhirnya cewek itu kalah, dan harus takluk pada aturan Melki.

"Nggak bisa. Nggak bisa. Nggak bisa. Hidup Gista tak bisa tanpa warna."_(hal 68)

Tapi dasar Gista, ia masih saja terus berulah. Untungnya Melki punya stok kesabaran lebih untuk menghadapinya. Seiring berjalannya waktu, guru dan murid itu semakin dekat. Bahkan tanpa keduanya sadari, lebih dekat dari hubungan sewajarnya. Terlebih setelah Melki pelan-pelan mengerti alasan di balik sikap Gista yang rada brutal itu.

"Kamu boleh tetap pakai make up ... kecuali hari Kamis!"_(hal 73)

Melki sendiri, di balik tampilan elegannya sebagai sosok pendidik, ia tak lebih dari seorang pengecut yang lari dari masalah. Memilih pindah tempat mengajar demi berdamai dengan kenyataan yang selalu berhasil membuat hatinya berdenyut sakit. Lalu bertemu Gista, perlahan-lahan hari-harinya kembali terasa hidup. Di sisi lain ada Alvin, pacar Gista yang tentu saja tidak rela pujaan hatinya semakin dekat dengan si guru baru yang memang masih sangat muda dan tampan itu. Mereka terjebak pada kisah yang rumit.

"Lagi-lagi senyum wanita itu membuat Melki menjerit. Wanita itu tidak pernah tahu seberapa keras ia menahan perasaannya."_(hal 76)

Apa yang akan terjadi pada mereka selanjutnya? Mampukah Melki berdamai dengan masa lalunya? Lalu, sanggupkah Gista terpisah dari make up tebalnya? Dan siapa yang akhirnya ia pilih? Setia pada Alvin, atau memulai kisah baru bersama Melki? Yuk, segera miliki novel ini dan temukan sendiri jawabannya.

***

Review:

Segar, satu kata yang menurut saya tepat untuk mewakili novel ini. Premisnya sebenarnya lumayan pasaran, tapi karena dibungkus dengan situasi yang sangat real dengan kehidupan anak zaman now, bikin cerita ini terlihat beda. Terlebih konsep make up yang kemudian dijadikan tema, berhasil membuat novel ini informatif di bidang kecantikan. Para beauty influencer dijamin bakal suka dengan cerita ini.

Di samping penggunaan bahasa ala remaja banget, dengan memunculkan istilah-istilah yang memang akrab dengan dunia mereka, sosok Gista akan sangat mudah dicintai pembaca. Ia berhasil tampil sebagai perwakilan remaja masa kini untuk menyuarakan uneg-uneg.

Saya sangat suka dengan cara penulis mengenalkan sosok Gista yang meledak-ledak. Untuk sebagian pembaca, termasuk saya, di awal mungkin kurang suka dengan Gista, mengingat bagaimana ia bersikap di depan gurunya. Tapi di sisi lain hal ini pun jadi nilai plus yang bikin cerita ini mudah diterima, karena sosok seperti Gista memang banyak di dunia nyata. Lalu seiring konflik yang berkembang perlahan-lahan, kita jadi tahu alasan Gista bersikap seperti itu. Di sinilah ia berhasil menarik simpati pembaca.

Dari semua hal, saya paling suka dengan pesan dan pelajaran yang ingin disampaikan penulis.

Tapi, meski ini cuma fiksi, ada beberapa bagian yang menurut saya sikap Gista berlebihan untuk ukuran murid. Selain itu, saya merasakan plotnya kurang rapi sehingga masih berpotensi menimbulkan tanda tanya di benak pembaca.

Overall, novel ini pas banget buat kamu yang mencari cerita remaja dengan konsep kekinian. Tentang bagaimana terus belajar menjadi pribadi yang lebih baik, peran penting keluarga, usaha meraih mimpi, pentingnya untuk tidak terlalu percaya dengan orang-orang di sekitar kita, semuanya dikupas habis di sini. Kamu harus baca!

Rabu, 04 September 2019

Review Novel: Fake Boyfriend on Friday



Judul            : Fake Boyfriend on Friday

Penulis        : Lina Purwati

Penerbit      : Jejak Publisher

Editor          : Ansar Siri

Layout         : Tim CV Jejak

Cover           : Iis Prastikasari

Cetakan       : Pertama, Agustus 2019

Tebal            : 248 hlm

ISBN             : 978-602-474-842-5

Blurb:

Juna si selebgram harus jadi dokter karena ingin membuat laki-laki yang meninggalkan Ibu menyesal. Juna ingin Ayah kandungnya tidak memandang Ibu sebelah mata. Sejak saat itulah Juna belajar giat untuk bisa masuk perguruan tinggi melalui SBMPTN. Tidak mungkin lagi menggunakan jalur SNMPTN, mengingat nilai Juna yang bisa bikin sakit mata saking merahnya. Tapi selalu saja ada cewek-cewek yang mengganggu Juna untuk belajar.

Muncul sebuah ide untuk memiliki pacar palsu.

"Happy month anniversary, Kirana Sayang." Juna berujar sambil menyerahkan boneka teddy seukuran Kirana.

Kirana hanya bisa bengong melihat Juna. Niat awal membuat perhitungan karena Tiara-sahabat Kirana-ditolak Juna malah berakhir menjadi pacar palsu. Kirana tidak mau ditindas Juna, tapi cowok menyebalkan itu mengancam dengan pasal 406 KUHP tentang perusakan barang dengan sengaja bisa dipenjara dua tahun delapan bulan. Pasalnya, Kirana pernah merusak ban motor Juna.

Mana yang harus Kirana pilih, pacar palsu atau penjara?

***

Alur cerita:

Berawal dari hal sepele yang malah berdampak serius, Kirana terpaksa masuk ke kehidupan Juna. Hari-harinya yang semula tenang pun jadi jungkir balik. Padahal ia hanya ingin menuntut keadilan untuk sahabatnya yang ditolak mentah-mentah oleh Juna, tapi malah dirinya yang terjebak dan harus patuh menjadi pacar palsu Juna.

Di balik popularitasnya sebagai selebgram, Juna sedang merencanakan balas dendam kepada ayahnya, yang telah meninggalkannya dan ibunya demi perempuan lain. Balas dendam ala Juna adalah dengan menjadi dokter, seseorang yang bisa membanggakan. Sebab itulah ia butuh pacar palsu, agar cewek-cewek di sekolah berhenti mengganggunya saat ingin serius belajar. Dan tiba-tiba saja Juna menemukan peluang itu di diri Kirana.

Situasi semakin rumit setelah Juna tahu, Tiara, sahabat Kirana, cewek populer yang pernah ditolaknya ternyata adik tirinya. Di sinilah Juna mematangkan rencana balas dendamnya.

Menjadi pacar palsu Juna jauh lebih menyeramkan dari dugaan Kirana sebelumnya. Selain waktu luangnya yang terkuras demi jadi bodyguard dadakan, ia terpaksa jadi sasaran bullying para fans Juna yang tidak terima sang idola sudah punya gandengan. Apalagi menurut mereka, Kirana sama sekali tidak cocok untuk Juna. Mulai dari hujatan di sosial media hingga kekerasan fisik, terpaksa Kirana terima. Ia hanya bisa bertahan, sesekali menangis diam-diam. Sebab untuk melawan, cukup sulit menemukan pelaku sebenarnya. Tidak sampai di situ, persahabatannya dengan Tiara pun hancur.

Terlepas dari bahaya yang mengintai Kirana, Juna sangat menikmati status palsu di antara mereka. Ia bebas dari gangguan receh para fans dan punya banyak waktu untuk belajar. Seiring berjalannya waktu, Juna menemukan kenyamanan berada di sisi Kirana. Tepatnya, tidak ingin status palsu itu berakhir. Namun ada Elvan, cowok pintar yang mengakui Kirana sebagai cinta pertamanya, dan akan melakukan berbagai cara untuk menjauhkannya dari Juna.

Pada akhirnya, mampukah Juna meraih cita-citanya menjadi dokter? Lalu, sampai kapan ia butuh Kirana sebagai pacar palsunya? Bagaimana jika status palsu itu malah terbongkar di waktu yang tidak tepat? Bagaimana pula jika Juna menemukan fakta lain di balik kebenciannya pada ayahnya? Yuk, segera miliki novel ini dan temukan sendiri jawabannya.

***

Review:

Dari opening saya langsung suka dengan novel ini. Interaksi awal kedua tokoh utamanya sungguh menjanjikan jalinan cerita yang kuat dan berbobot. Penulis menyampaikannya dengan bahasa yang ringan dan terstruktur dengan baik. Pemilihan diksinya menurutku berada di tengah-tengah, antara remaja dan dewasa muda. Dan menurutku itu sangat sesuai dengan konsep cerita yang memang tidak hanya berisi kisah cinta ecek-ecek ini.

"Remaja yang patah hati tidak butuh dimarahi. Apalagi diceramahi. Mereka hanya butuh dimengerti."_(hal 8)


Dari sosok Juna kita bisa belajar, bahwa tidak selamanya kepopuleran itu membahagiakan. Ada kalanya kita butuh privasi untuk hidup yang lebih berbobot. Satu elemen yang saya tangkap adalah, memperbaiki diri bisa jadi salah satu bentuk balas dendam. Balas dendam yang positif. Saya acungi jempol untuk semangat juang yang dituang penulis dalam kisah ini.

"Susah bukan berarti nggak bisa. Justru karena susah berarti kita harus berjuang lebih keras."_(hal 19)

Yang paling saya suka, penulis piawai merawat rahasia yang akan dijadikannya senjata, sekecil apa pun itu. Ada beberapa bagian yang sengaja dibiarkan begitu saja di awal, seolah memang begitu adanya. Tapi kemudian menjelang akhir malah dikulik lebih dalam dan mampu mendatangkan decak kagum. Dari sudut pandang pembaca, saya sangat menikmatinya. Jarang-jarang ada tipe bacaan seperti ini. Ringan tapi tidak bisa disebut ringan, berat tapi sama sekali tidak bikin kening berkerut.

"Amarah akan membuat sesuatu yang baik-baik saja menjadi bencana."_(hal 28)

Selain beberapa typo, juga pengulangan kata yang tidak berarti, saya tidak menemukan kekurangan lainnya. Bahkan menurut saya, karya ini nyaris sempurna.

"Siapa pun kamu pasti akan mengalami kesulitan dan kesulitan lain dalam hidup."_(hal 39)

Overall, novel ini recommended banget untuk remaja, agar sadar, masa muda harusnya bukan soal pacar-pacaran yang diprioritaskan, tapi rancangan masa depan.

Senin, 05 Agustus 2019

Review Novel: Lost



Judul          : Lost

Penulis      : Febriani Puspita

Editor        : Purindraswari

Layout       : Vindya Puspasari R.

Cover         : Ferryan Nugroho P.

Tebal          : 300 hlm

ISBN           : 978-623-7122-06-7

"Menghilang dan kehilangan adalah sepaket keputusan"

Blurb:

"Aku bulan dan kamu langitnya. Jika matahari meminta haknya untuk bersinar dan aku harus menyingkir, tak apa. Karena sejatinya, bulan tidak pernah benar-benar meninggalkan langitnya. Dia selalu di sana, namun tak ada yang menyadarinya."

Yang jatuh cinta pada Revi Prameswari sejak hari pertama masa orientasi siswa.
--Zarradam Anduarsa

***

Apa ada yang pernah jatuh cinta pada sahabatnya sendiri? Kurasa banyak, termasuk aku. Aku jatuh cinta padanya. Pemuda sederhana yang selalu memberiku semangat di saat aku terpuruk, gagal SNMPTN dan SBMPTN misalnya. Namun, kisahku tak seindah persahabatan yang berakhir jadi cinta. Di saat suatu tragedi besar menimpaku, Adam menyuruhku pergi dan berpisah dengannya. Karena keadaan yang tidak memungkinkan kami untuk bersama, aku mengikuti apa yang dia katakan.

Aku pergi. Tak tentu arah. Tak tentu waktu. Hanya berpasrah kepada apa yang digariskan Tuhan padaku, dengan harapan agar suatu hari aku dan Adam kembali dipersatukan dalam suatu momen bahagia.

Akan tetapi, siapa yang bisa menyangka bahwa runtutan kejadian di kota orang membuatku benar-benar jauh dari Adam. Dan harapanku ... tidak terealisasikan. Kami memang bertemu pada akhirnya, tapi dalam keadaan yang tidak pernah kami inginkan.

Dipertemukan hanya untuk kembali dipisahkan.

***

Alur cerita:

"Ini hidupku. Ini masa depanku. Orang lain hanya bisa berbicara, tapi akulah yang menjalani dan menentukannya."_(hal 52)

Kondisi keluarga Revi memang jauh dari kesan harmonis. Pada akhirnya Revi kabur demi tidak meladeni perjodohan tidak masuk akal dari kedua orangtuanya. Dan lagi, Revi ingin menjauh dari sesuatu yang sewaktu-waktu bisa membuat hatinya koyak. Tentang perasaan yang masih mengambang, tentang Adam, sahabat yang diam-diam menumbuhkan perasaan lebih.

"Hidup itu mengalir. Ikuti saja arusnya. Namun, tetap ingat bahwa di sepanjang aliran itu pasti terdapat banyak batu yang menghadang. Jangan terlalu terlena hingga membuatmu tergores dan menyebabkan luka."_(hal 53)

Dalam pelarian itu, beruntung Revi bertemu orang sebaik Bu Marni yang kemudian langsung mempekerjakannya di warung makannya.

"Tidak peduli kamu berasal dari keluarga yang bagaimana, asalkan pribadimu menunjukkan seseorang yang berbudi pekerti, maka masyarakat akan menerima dengan senang hati."_(hal 62)

Tahun bergulir, keadaan Revi membaik. Ia semakin terbiasa dengan semua hal yang ditemuinya di kota orang. Tapi tiba-tiba Revan muncul, pemuda misterius yang perlahan-lahan mengusik ketenangan Revi.

"Harapan kepada manusia mungkin bisa mengecewakan, tetapi berharap kepada Tuhan tidak akan pernah membuatmu kecewa."_(hal 160)

Revi tak pernah menyangka, di balik hidupnya yang mulai baik-baik saja ada konspirasi besar-besaran. Hingga pada akhirnya Revi harus kembali ke titik awal, mengorek apa-apa yang luput dari pantauannya selama ini.

Revi harus menyiapkan hati yang kuat, ketika satu per satu fakta mulai terkuak.

***

Review:

Saat membaca blurbnya, saya agak sangsi. Takutnya disuguhi cerita bertema friendzone yang begitu-begitu saja. Nyatanya saya salah besar. Perihal jatuh cinta pada sahabat sendiri, di novel ini diceritakan dari sudut pandang yang baru. Jika kebanyakan cerita friendzone mengangkat warna-warni kebersamaan mereka, cerita ini malah dimulai dengan perpisahan. Tidak ada lagi kebersamaan, semua tinggal kenangan yang serupa benang kusut di kepala tokoh utama dalam menemui hari-hari baru.

Opening-nya cukup berhasil memicu rasa penasaran, terhadap tokoh utama yang langsung disodorkan ke kita dalam kondisi luntang lantung. Kita dibuat bertanya-tanya, ada apa dengannya?

Novel ini dituturkan dengan bahasa yang ringan, sedikit puitis dan quotable. Diksinya sederhana, tapi terstruktur dengan baik. Yang paling saya suka, banyak banget petuah-petuah yang disampaikan secara cerdik, jauh dari kesan menggurui. Novel ini membahas persoalan cinta sewajar-wajarnya. Penulis tidak hanya menyoroti perihal hati, tapi bagaimana penerimaan terhadap lingkungan di sekitarnya.

Untuk tipe pembaca yang suka dikejutkan seperti saya, tempo novel ini terbilang lambat. Bahkan ada beberapa bagian berisi sekian paragraf narasi yang tidak memajukan cerita.

Saya suka alur maju mundur yang digunakan penulis, hanya saja saya kurang nyaman dengan peralihan POV1 ke POV3 yang terjadi beberapa kali. Tidak masalah, sih, banyak novel yang seperti itu. Hanya saja di novel ini menurut saya perpaduannya kurang luwes. Mungkin karena saya pribadi memang tidak begitu suka sama tipe cerita yang sudut pandangnya "tidak konsisten".

Overall, novel ini saya rekomendasikan untuk kamu yang menyukai cerita bertema friendzone tapi mendambakan sesuatu yang baru. Banyak banget pelajaran yang bisa diambil dari sini.

Rabu, 10 April 2019

Review Novel: Harta Kaitu


Judul            : Harta Kaitu

Penulis        : SahrialPratama1777

Penerbit      : AT Press Lombok

Editor           : Mulya Indah Lestari

Layout         : ND Aohana

Cover           : ND Aohana

Cetakan       : Pertama

Tebal            : 336 hlmn

ISBN             : 978-602-0745-58-9

Blurb:
Demi mengganti rugi roti yang telah dicurinya dan untuk membantu kebutuhan keluarga, Asher menerima tawaran Fabio. Bersama dengan seorang pesuruh Fabio bernama Vittor, ketiganya menuju Pegunungan Kaitu. Meski beranggapan harta kaitu hanyalah mitos, Asher tetap mengikuti ke mana Fabio pergi demi bayaran yang dijanjikan. Hingga di tengah perjalanan, Asher menyadari kalau pilihannya adalah sebuah kesalahan.

Perjalanan menuju Pegunungan Kaitu ternyata sangat berbahaya, terutama setelah ia mengetahui kalau ada sosok Sang Kegelapan yang mengikuti mereka. Ditambah lagi ramalan menakutkan yang dibacakan seorang gadis peramal bernama Aryana, membuat Asher sadar tidak seharusnya ia menerima tawaran Fabio.

Bagaimanakah nasib Asher, Fabio, dan Vittor? Apakah mereka akan berhasil mendapatkan harta Kaitu?

***

Alur cerita:

Asher tidak menyangka, setelah dua tahun menyembunyikan aksinya mencuri roti atau mainan untuk adiknya, akhirnya ketahuan juga. Masalah ini semakin rumit ketika pemilik toko meminta ganti rugi sepuluh keping emas. Ayah Asher meradang. Dari mana ia bisa mendapatkannya? Jangankan memiliki, menyentuh sekeping emas saja belum pernah. Hal itu membangkitkan amarahnya, hingga ia mengusir Asher dari rumah.

Sebenarnya sang ayah tidak bersungguh-sungguh mengusir, ia hanya ingin memberi anak itu pelajaran. Karena apa pun alasannya, tindakannya tidak bisa dibenarkan. Diam-diam ia berharap Asher segera pulang.

Namun, malam itu Asher menerima tawaran Fabio untuk menemaninya melakukan perjalanan menuju Pegunungan Kaitu. Awalnya Asher menolak dengan tegas tawaran pemuda angkuh itu, tapi bayaran seratus keping emas yang dijanjikan sangat menggiurkan.

"Aku tidak punya waktu untuk bergurau. Kau tinggal menjawab setuju atau tidak. Semudah itu."_(hal 39)

Akhirnya, Asher mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah. Malam itu juga ia memulai perjalanannya bersama Fabio dan seorang pesuruhnya, Vittor.

Sebelum memasuki hutan mereka membeli beberapa keperluan. Salah satunya senjata. Perasaan Asher mulai tidak enak. Keharusan membawa senjata menandakan mereka akan menghadapi banyak bahaya. Namun demi bayaran tinggi yang dijanjikan Fabio, Asher menepis ketakutannya. Akhirnya ia memilih belati.

Di tengah hutan, mereka bertemu pria misterius bermantel hitam, yang sepertinya sangat berbahaya. Meski berhasil kabur, Asher mulai meragukan pilihan senjatanya. Seharusnya ia memilih senjata yang lebih menjanjikan dari sebilah belati.

Semakin jauh perjalanan, Asher mulai paham tugasnya ikut dalam perjalanan itu, melindungi Fabio. Ia dan Vittor harus menghadapi seekor singa yang menghalangi jalan mereka, membiarkan Fabio menghindar ke tempat yang aman.

Lolos dari singa, mereka harus menuruni jurang, menyeberangi sungai untuk menuju sebuah desa kecil. Di sanalah mereka bertemu Aryana, gadis peramal dengan perkataan yang menakutkan. Merasa gadis itu bisa mempermudah perjalanan mereka, Fabio mengajaknya bergabung dengan bayaran 200 keping emas. Aryana setuju. Bukan karena bayarannya, tapi sepertinya ada hal lain.

"Aku setuju, tapi dengan satu syarat. Kalian harus mendengarkan apa yang kukatakan. Apa pun itu, kalian harus menurutinya. Sebagai gantinya, kau tidak perlu memberiku bayaran."_(hal 104)

Perjalanan ke Pegunungan Kaitu berlanjut. Asher lebih sering merasakan hal-hal aneh. Meski jarang menampakkan diri, Asher yakin, Sang Kegelapan mengikuti mereka.

Mereka tiba di Pegunungan Kaitu. Berkat bantuan Aryana, mereka berhasil menemukan harta kaitu. Meskipun harta itu dijaga seekor naga yang dikutuk, mereka bisa menanganinya dengan baik. Namun, rupanya rintangan tidak sebatas ini. Perjalanan pulang mereka akan jauh lebih berbahaya. Sebab dengan status harta sudah ditangan tentu tidak akan membuat Sang Kegelapan tinggal diam.

Benar saja, sang Kegelapan tidak hanya menghalangi perjalanan mereka, tapi juga mengacaukan hubungan mereka. Keadaan semakin menegangkan karena naga Kaitu berhasil lolos.

Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Mampukah mempertahankan harta kaitu hingga tiba di desa? Lalu, bagaimana jika ada pengkhianat di antara mereka?

"Apa kau lupa waktu kita pertama kali bertemu? Aku sempat menegang tangan kalian. Saat itulah aku tahu bagaimana dia. Dan, karena itu juga aku memutuskan ikut dalam perjalanan ini."_(hal 161)

Cari tahu sendiri, ya. Yuk, segera miliki buku fantasi lokal kece ini.

***

Review:

Kisah fantasi memang terlalu identik dengan petualangan. Hal itu membuat beberapa jadi membosankan karena terlalu klise. Namun tidak dengan novel ini. Meski plot utamanya masih seputar petualangan, di dalamnya terselip makna kehidupan dari berbagai sisi. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari novel ini. Tentang perjuangan, pengorbanan dan mengikhlaskan melebur dalam balutan kisah pencarian harta kaitu.

Sejak awal saya cukup terhibur dengan cerita ini. Penulis membuka ceritanya berangkat dari kegelisahan seorang kakak yang ingin membahagiakan adik kecilnya. Dari sini titik haru saya mulai tersentuh. Kemudian konflik berkembang cukup cepat tapi tidak berlebihan. Semuanya mengalir dalam takaran yang membuat kita tetap enjoy menikmatinya.

Penulis berhasil meniupkan ruh ke dalam setiap adegan, memimbulkan refleksi yang terasa nyata di dalam kepala.

Saya juga suka bumbu asmara yang sempat melintas di tengah ketegangan. Meski porsinya sangat kecil, tapi itu cukup sebagai pemanis. Kepiawaian penulis menggambarkan adegan pertarungan patut diacungi jempol. Harus menyampaikan adegan itu berkali-kali dengan bahasa yang tidak monoton tentu bukan hal yang mudah.

Menurut saya, kekurangannya hanya pada pemborosan kata di beberapa bagian. Penggunaan tanda baca terkadang juga masih keliru. Selebihnya sudah oke.


Overall, novel ini cukup menghibur. Tingkat ketegangannya memang tidak sampai bikin jantungan, tapi sisi kemanusiaannya bikin berkaca-kaca. Dari sini kamu bisa belajar pentingnya saling menghargai dan sahabat itu harusnya seperti apa.

Minggu, 17 Februari 2019

Review Novel: Ablasa


Judul            : Ablasa

Penulis        : AlfianBudiarto

Penerbit      : AT Press

Editor            : Tim AT

Layout          : Tim AT

Cover            : Tari Chan

Cetakan        : Pertama, November 2018

Tebal             : 140 hlm

ISBN              : 978-602-0745-04-6

Blurb:

Semakin lama, wujud bayangan itu semakin solid. Begitu nyata. Rupa asli Ablasa semakin jelas. Sosoknya begitu menyeramkan. Tubuhnya diliputi api yang menyala-nyala. Di punggungnya, sayap lebar mengepak-ngepak membara. Mata dan mulutnya merekah dengan sembarang. Ia lalu memandang ke arah Airin dengan tatapan tajam.

***

Alur cerita:
Perjalanan Kapal Pengayoman yang hendak menyeberangi Segara Anakan menuju Pulau Nusakambangan, mendadak terhenti setelah diduga menabrak kapal kontainer. Namun yang aneh, tidak biasanya kapal besar berada di jalur itu. Kabut tebal juga tiba-tiba menyelimuti kawasan itu. Penumpang yang tadinya berjumlah puluhan, kini hanya tersisa 9 orang yang berkumpul di ruang kemudi.

Beberapa laki-laki mencoba memeriksa keadaan kapal, mencari tahu apa yang terjadi. Mereka menemukan belasan mayat dengan kondisi mengerikan tergeletak di lantai geladak. Darah merembes ke mana-mana. Suasana kian mencekam.

Mereka berpikir keras untuk keluar dari situasi itu. Airin, perempuan aneh berpakaian serba hitam, satu-satunya penumpang tersisa yang tampak mengerti apa yang sedang terjadi. Namun, ucapan-ucapannya malah membuat yang lain semakin panik.

"Kematian. Aku mencium aroma Kematian!"_(hal 24)
Mereka yang masih hidup punya cara masing-masing untuk melalui tiap detik mencekam di tengah situasi yang tak menentu. Beberapa mulai membuka diri, menceritakan secara singkat siapa diri mereka. Ada pula yang masa bodo, menganggap memikirkan solusi jauh lebih penting ketimbang berbasa-basi.

Tak ingin hanya menunggu, Kun, Hans dan Ical beranjak untuk memeriksa keadaan di dalam kapal muatan kontainer yang mereka tabrak. Namun, bukannya menemukan petunjuk, di sana mereka malah menemukan hal buruk.

Situasi semakin pelik ketika Rebeca yang tadinya habis buang air kecil di pojok dek, menghilang secara misterius. Samuel yang tadinya menemani tentu saja langsung panik.

"Hitungan detik, makhluk tadi sudah mampu menggapai ujung kakiku yang kaku. Sungguh aku ingin berteriak, tapi yang keluar hanya embus udara kosong dari bibir."_(hal 56)

Satu per satu korban berjatuhan. Mereka mati secara mengenaskan. Sosok misterius mencabik-cabik tubuh mereka seolah itu permainan yang sangat menyenangkan. Keadaan semakin memburuk saat Kapal Pengayoman mulai tenggelam. Retakan akibat benturan tak mampu lagi menahan tekanan air. Samuel, Pamela, Nindya dan Airin--yang tidak sadarkan diri--harus segera berpindah ke kapal kontainer.

Di lain dimensi, sementara raganya terkulai tak berdaya, jiwa Airin terdampar ke suatu tempat. Tempat yang mungkin sama, namun dengan kondisi yang lebih mengerikan. Di sana sedang terjadi sesuatu yang mungkin melatarbelakangi atau menjadi cikal bakal peristiwa aneh yang menimpa kapal mereka.Di tengah ketegangan itu, Airin menyadari, sesuatu yang tidak lazim sedang terjadi padanya.

"Aku berharap setelah melakukan ini, aku bisa kembali ke tubuh asliku. Kurasakan sensasi air asin membasahi tubuh dan memenuhi paru-paruku."_(hal 109)

Misteri apa sebenarnya yang sedang terjadi? Sanggupkah mereka memecahkannya dan keluar dari situasi itu? Yuk, segera diorder dan temukan sendiri jawabannya. 😁
***

Review:
Mengetahui novel ini ditulis hanya dalam waktu lima hari, saya shock. Kemudian saya pikir, ah, pasti alurnya ngaco. Tapi ternyata ... mantap.

Ketertarikan pertama ada pada judul, penggunaan kata tidak lazim yang berhasil mengundang rasa penasaran. Covernya juga kece, simpel dan cukup mewakili isi cerita.

Ini novel horor yang mengedepankan sisi misteri dan atmosfer ketegangan. Jadi penampakan hantu yang tiba-tiba dan tanpa penjelasan detail sama sekali tidak ada dalam cerita ini. Itu poin plus yang bikin novel ini tampil elegan dan tidak terkesan ikut-ikutan. Hal itu diperkuat dengan pemilihan setting pada sebuah kapal. Di kapal itulah kemudian penulis menebar teka-teki dan diselesaikan dengan baik. Hampir semua tokoh punya sisi misterius masing-masing, yang kemudian membuat pembaca terjebak dalam labirin "asal tebak" yang berbuah twist mencengangkan.

Saya acungi jempol untuk keberanian penulis bercerita dari sudut pandang banyak tokoh. Sambil tetap memperhatikan keharmonisan cerita, itu jelas tidak mudah. Meski ini juga agak berpotensi membingungkan untuk pembaca yang kurang fokus.
Penulisan yang rapi membuat kita nyaman mengikuti cerita ini, meski alurnya bergerak cepat dan menggebu-gebu. Yang saya soroti, penulis masih sempat menuang bait-bait kehidupan di tengah ketegangan yang terbangun cukup apik.

Saya hanya kurang suka ending-nya, semacam kue tart yang terlalu banyak hiasan, jadi terkesan berlebihan dan tidak istimewa lagi. Saya lebih suka kalau Hans dan Pamela tidak seperti itu. Cukup Airin saja. Memangnya kenapa? Baca sendiri, ya. 😁


Overall, novel ini cocok buat kamu yang menyukai cerita horor yang tidak melulu soal penampakan hantu. Alur padat dan tidak berbelit-belit pas untuk sekadar teman bersantai di waktu luang. Di sini ada nilai-nilai kehidupan yang dibidik dari sudut berbeda.

Kamis, 07 Februari 2019

Review Novel: Sepucuk Relikui


Judul            : Sepucuk Relikui

Penulis         : AlfianBudiarto

Penerbit       : AT Press Surabaya

Editor            : Ariny Nurul Haq

Layout          : Ratifa Mazari

Cover            : Ratifa Mazari

Cetakan        : Pertama, November 2018

Tebal             : 203 hlm

ISBN              : 978-602-0745-12-1

Blurb:

"Tembilahan, tanah pertama kakimu berpijak. Maka di sana pula kau akan menemukan semua kisah tentangmu, tentang aku, juga tentang bapakmu. Kembalilah, Nak. Kembalilah, maka kau akan menemukan kebenaran."

Di gelap yang kian beranjak pekat, Intan juga diam-diam menambahkan goresan tinta di lembar buku harian bersampul cokelat usang miliknya. Ade tidak pernah menyangka jika buku itu adalah peninggalan terakhir ibunya. Menjadi relikui. Sebab, keesokan harinya, sebelum mentari sempat menyingsing, ibunya itu telah dipanggil Tuhan. Perempuan lemah bertubuh ringkih tersebut kembali menghadap penguasa semesta.

***

Alur Cerita:

Lantaran sebuah peristiwa yang menyisakan luka di masa lalu, Ade beserta ibunya, Intan, meninggalkan Tembilahan, meninggalkan bapaknya dengan segudang bibit kebencian yang kemudian nenyubur seiring ia tumbuh.

Namun, belasan tahun sudah berlalu, barangkali banyak hal yang telah berubah, atau semacam kesalahpahaman yang sudah saatnya diperbaiki. Sebelum mengembuskan napas terakhir, Intan berpesan kepada Ade, agar anak itu kembali ke Tembilahan untuk menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Pesan itu diperkuat ketika Ken, paman Ade menelepon untuk mengabarkan bahwa Ilham, bapak Ade sedang sakit. Ilham sangat ingin bertemu dengan Ade.

Bukan hal mudah ketika akhirnya Ade memutuskan untuk kembali ke Tembilahan, meski ia tak pernah bisa menebak apa yang akan ditemuinya di tanah kelahirannya itu.

"Bukan hal mudah untuk merajut kisah dari masa lalu yang kusut. Seperti benang yang gagal dipintal, ketika telah melilit dan membelit. Hanya kebimbangan tentang pilihan untuk mulai mengurainya atau malah memutuskannya."_(hal 40)

Begitu bertemu Bapak, kebencian Ade seketika runtuh nyaris tak berbekas. Mendekap tubuh ringkih Bapak yang kian rapuh, Ade mengalirkan segenap kerinduan yang tertampung selama ini. Anak dan bapak itu mulai menapaki kebersamaan perlahan-lahan, bertukar cerita, lalu menyibak apa-apa yang perlu dibenahi.
Dari awal Ade tak pernah bermaksud untuk menetap di Tembilahan. Pemuda itu merasa sudah punya masa depan di Kapuas Hulu, KalBar. Tapi ternyata Bapak sudah merancang banyak perihal kepulangannya ini. Belum sirna keterkejutan Ade setelah dijodohkan dengan gadis berhijab bernama Vivi, Bapak lalu memintanya mengurus madrasah yang selama ini dikelolanya.

Meski Ade belum mengambil keputusan apa-apa, ia tidak menolak untuk mengunjungi madrasah itu. Dan di kunjungan pertamanya itu, ia menemukan alasan untuk menerima permintaan Bapak. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk permintaan lainnya.

"Akhirnya ia merasa menemukan jawaban mengapa Bapak memintanya untuk menggantikan posisi beliau di madrasah ini. Binar kebahagiaan bocah-bocah kurang mampu ini pastilah jawabannya."_(hal 90)

Setelah perjodohan itu, Ade dilema. Pasalnya, ia sudah punya tambatan hati di Kalimantan sana. Antara cinta dan petuah orangtua. Di tengah pergolakan batin itu, sesuatu yang lebih dahsyat terjadi. Bapak mengembuskan napas terakhir di suatu pagi. Tentu saja Ade benar-benar terpukul. Jangankan untuk berbakti, sekadar berada di sisi Bapak untuk melunasi kerinduannya, rasanya belum cukup.

Di tengah kedukaan itu, kisah masa lalu perlahan terkuak, membuka tabir rahasia yang kemudian dijejali fakta-fakta mencengangkan. Bermula dari buku harian Ibu yang berisi penyelesalan telah meninggalkan Bapak, lalu disusul dengan kehadiran Ajeng--perempuan yang disebut-sebut penyebab perpisahan Bapak dan Ibu.

Segalanya menjadi terasa lebih membingungkan setelah tahu status Ajeng yang ternyata ibu kandung Vivi. Ada apa ini? Vivi yang tidak terima ibunya pernah merusak rumah tangga orang di masa lalu, memilih kabur. Ajeng menemui Ade untuk minta tolong mencari Vivi. Di sanalah Ajeng menuturkan semuanya sampai benar-benar tuntas. Mendapati fakta itu, Ade nyaris membeku. Air matanya luruh sejadi-jadinya.

"Ia menyesal karena selama ini telah menganggap Bapak adalah sosok paling jahat di dunia, dan lebih parahnya, selama ini ia anggap lelaki itu telah mati. Ade tergugu dalam kediaman. Dadanya benar-benar dipeluk pengap yang menyesakkan."_(hal 141)

Seperti apa sebenarnya masa lalu Bapak, Ibu, dan Ajeng? Benarkah Ade dan Vivi saudara? Lalu, apakah Ade akan menetap di Tembilahan atau kembali ke Kapuas Hulu? Yuk, segera order buku keren ini agar tidak penasaran. Dijamin suka. 😊

***

Review:

Saya tahu bagaimana perjalanan naskah ini sebelum terbit, terlebih setelah meraih posisi pertama di "Lomba Novel AT Press Surabaya", ekspektasi saya kian melambung. Benar saja, baru menginjak halaman 26, saya sudah dibuat berkaca-kaca. Terlalu dini memang, tapi demikian respons saya terhadap apa-apa yang bersinggungan dengan orangtua.

Salah satu standar novel bagus versi saya, sama sekali tidak ada niatan untuk melompati selembar pun. Itu yang terjadi saat saya membaca novel ini. Saya menyusuri tiap baris kata-katanya penuh kehati-hatian. Sebab narasinya aduhai Indah. Memang ada beberapa yang terkesan jadul, tapi secara keseluruhan justru terasa manis.

Sejak Ade memulai perjalanan pulangnya ke Tembilahan, saya merasa ada di sana. Duduk bersamanya di dalam mobil, mampir makan bareng, turut menikmati pemandangan di sepanjang jalan. Itu karena penulis berhasil mendeskripsikan suasana dalam cerita teramat detail, tapi sama sekali tidak membosankan. Saya suka unsur lokalitasnya. Terlebih penggambaran sudut-sudut Tembilahan yang seolah menyeret pembaca ke sana.

Awalnya saya pikir cerita ini hanya tentang kesalahpahaman yang kemudian berujung klise. Nyatanya salah besar. Saya mulai tergugah ketika Ade membesarkan hati untuk pulang menemui bapaknya. Saya lalu bersiap untuk disuguhi adegan-adegan mengharukan. Benar saja, hati saya teramat sering bergetar karena banyaknya selipan petuah-petuah yang bisa diambil. Di samping itu kita juga dimanjakan dengan taburan quote yang sarat makna kehidupan.

Saya ikut deg-degan di detik-detik pertemuan Ade dengan Bapaknya. Saya bahkan sampai menahan napas saat Ade memeluk Bapaknya untuk pertama kalinya setelah belasan tahun menganggapnya mati. Untungnya bagian ini diselingi romansa cinta. Meski porsinya kecil, tapi cukup menjadi ruang untuk sejenak menarik napas. Karena di bab-bab selanjutnya penulis menguraikan fakta-fakta yang mencengangkan. Belum lagi sentuhan laga di akhir-akhir cerita. Ketegangan terbangun apik. Dalam hal dinamika, saya kasih dua jempol untuk novel ini. Suhunya terus meningkat hingga akhir. Surat Ibu yang dimaksud di judul, bahkan dipaparkan di akhir cerita. Dan lagi-lagi pembaca disuguhi fakta baru. Keren banget.

Saya suka tokoh Andaru, suka pandangannya terhadap perbedaan. Saya juga suka Ken, yang ternyata ... ah, sudahlah. Intinya, penulis teramat rapi menyimpan rahasia hingga meledak dan membikin dada sesak. Apa yang terjadi di awal benar-benar berbanding terbalik dengan ending. Gak tahu mesti bilang apa lagi. Satu hal, buku ini layak masuk toko buku. Kereeeeennn. 👍

Memang ada beberapa penggunaan kata yang kurang efektif. Kekeliruan penulisan juga ada. Tapi minim banget dan sama sekali tidak mengganggu kita menikmati cerita ini. Ini hanya persoalan kacamata pembaca memang selalu lebih tajam dari penulis. Atau sama halnya penonton selalu sok tahu, kan?

Overall, novel ini recommended banget buat kamu yang nyari cerita bertema keluarga namun tidak membosankan. Tetap dibumbui romance, bahkan laga dan misteri. Novel ini akan mengajarkan kita pentingnya memaafkan dan berpikir panjang sebelum bertindak. Oh ya, siapin tisu sebelum baca novel ini.

Rabu, 06 Februari 2019

Review Novel: Rumah 203


Judul            : Rumah 203

Penulis        : SoeAnn

Penerbit      : Syifah Publisher

Editor           : Syifah Baraq

Layout          : Syifah Baraq

Cover           : Syifah Baraq

Cetakan       : Pertama, Januari 2018

Tebal            : 304 hlm

ISBN             : 978-602-5459-49-8

Blurb:

Deva
Bagiku, rumah 203 bukan hanya sekadar tempat tinggal, tapi cintaku. Yep, rumah itu adalah cinta pertamaku.

Eiliya
Rumah 203 adalah rumah keduaku. Tempatku menemukan sahabat-sahabat terbaik di dunia.

Lena
Aku benci berada di rumah. Tapi sejak aku bertemu Deva dan Ei, aku tahu bahwa aku selalu mempunyai tempat untuk pulang.

Bertahun-tahun Deva, Ei, dan Lena menempati rumah 203. Persahabatan, cerita cinta, juga masa lalu yang menyebabkan pembalasan dendam mengisi kehidupan mereka.

***

Alur cerita:

Deva, Ei, dan Lena selama bertahun-tahun bersahabat sejak menghuni rumah 203. Namun, sejak Ei memergoki Deva terlibat obrolan tak seharusnya dengan Shaqil, kekasihnya, di lokasi shooting, keretakan mulai terjadi. Padahal pada dasarnya Deva sangat membenci Shaqil yang bermulut manis kepada semua perempuan. Bahkan ia tak segan menggoda Deva, yang jelas-jelas sahabat kekasihnya.

Sebenarnya Deva sedang berusaha meyakinkan Ei, bahwa Shaqil bukan laki-laki yang baik untuknya. Selama ini Shaqil bahkan terkesan memanfaatkan kebaikannya. Tapi, Ei terlalu yakin dengan perasaannya dan sekarang lebih percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Ayolah, Deva. Kau hanya perlu bilang ya, dan aku akan langsung meninggalkan Ei demi kau." Deva mengepalkan tangan, sementara Shaqil terus mengoceh. "Kau tentu sadar bahwa kau adalah pilihan yang lebih baik dari Eiliya. Seratus kali lebih baik dari gadis bodoh itu."_(hal 27)

Di tengah kekacauan itu, Lena yang berkewajiban jadi penengah untuk mendamaikan kedua sahabatnya, seorang lelaki memasuki kehidupannya. Sagar, lelaki yang menjadi pengunjung tetap perpustakaan tempatnya bekerja, tiba-tiba menjadi lebih dekat setelah lelaki itu membayarkan belanjaan Lena di sebuah minimarket.

Kesalahpahaman antara Ei dan Deva membuat rumah 203 tak lagi sehangat dulu. Ei kabur dan memilih Daffa sebagai tempat curhatnya. Daffa yang masih sepupu Deva salah satu orang yang paling bisa memahami Ei selama ini. Terbukti, dia berhasil membujuk gadis itu untuk bicara baik-baik dengan Deva. Satu hal yang belum disadari Ei, sepertinya Daffa menyimpan perasaan spesial untuknya.

Sementara itu, hubungan Lena dan Sagar semakin menjurus ke upaya untuk mengenal lebih jauh satu sama lain. Jika sebelumnya Sagar sebatas rajin berkunjung ke perpustakaan tempat Lena bekerja, sekarang ia sudah mulai ngajak makan bareng. Lena tidak tahu akan mengarah ke mana hubungan mereka, untuk saat ini ia hanya bisa menikmatinya.

Mengingat pernah hampir dicelakai oleh orang tidak dikenal, Deva mendapat pengawalan pribadi yang dikirim oleh ayahnya. Meski teramat tidak suka privasinya disita, Deva tidak bisa menolak. Adalah Adit, satu dari tiga pengawal yang kemudian dipilih Deva. Kehadiran Adit membuat ruang gerak Shaqil untuk mendekati Deva terbatas, dan itu sangat melegakan. Namun, ada teror lain yang sedang berlangsung, yang direncanakan oleh seorang wanita yang sepertinya punya dendam di masa lalu.

"Baginya gelap bukan lagi mesin mimpi buruk, melainkan inspirasi. Inspirasi yang membawa harapan, memberinya tujuan, serta sebuah rencana pembalasan dendam."_(hal 132)

Setelah sempat merenggang, Lena, Ei, dan Deva berusaha mempertahankan persahabatannya. Masing-masing sudah mengorbankan banyak hal, dengan cara berbeda. Meski kehadiran orang-orang baru kian memperkeruh  suasana, mereka dikuatkan oleh kenangan akan kebersamaan mereka selama bertahun-tahun menghuni rumah 203.

Nahas, Shaqil bersama seseorang yang sangat misterius punya banyak cara untuk memporak-porandakan persahabatan itu. Tentu saja untuk tujuan yang hanya menguntungkan sepihak. Kali ini Shaqil menuduh Ei sebagai pelaku teror Deva beberapa waktu yang lalu. Deva tidak ingin memercayai tuduhan itu, tapi bukti yang ada terlalu kuat. Sekali lagi persahabatan mereka goyah. Mereka hanya tidak tahu, Shaqil yang menyusun semua itu teramat rapi hingga nyaris tanpa celah.

"Ketidakpercayaan yang tampak di mata Deva seakan menamparnya. Mengalahkan Ei dengan telak sehingga akhirnya ia tak lagi membela diri. Kesedihan membekap hatinya, bertransformasi menjadi kemarahan."_(hal 203)

Bagaimana nasib Ei selanjutnya? Akankah hangat persahabatan di rumah 203 berakhir? Yuk, segera miliki buku ini untuk mencari tahu jawabannya.

***

Review:

Pertanyaan pertama yang muncul di benak saya saat pertama kali menegang buku ini, ada apa di rumah 203? Setelah membaca blurb yang merupakan monolog dari ketiga tokoh sentral, yang bisa saya tangkap adalah persahabatan, yang mungkin akan diwarnai beragam konflik.

Di awal-awal memang terasa lambat, namun saya seolah terhipnotis dengan kesederhanaan diksi yang digunakan penulis. Penyampaiannya tidak bertele-tele dan mudah dipahami. Salah satu nilai plus, hampir tidak ada typo di buku ini, penggunaan kata tidak efisien pun sangat minim. Jadi enak banget menyusuri ceritanya dari bab ke bab.

Saya suka tema persahabatan yang diangkat penulis, meski saya kurang menangkap apa yang melatarbelakangi mereka sedekat itu. Maksudnya, saya mencari sesuatu di balik persahabatan itu yang lebih dari sekadar sudah kenal lama lalu tinggal bareng. Terlepas dari itu, saya salut, menggunakan rumah sebagai tema dasar cerita, penulis berhasil menaik-turunkan emosi pembaca dengan jalinan konflik yang cukup rapi di antara ketiga sahabat itu. Di tengah-tengah semakin dramatis dengan dimunculkannya teka-teki yang bikin tangan gatal untuk terus membuka halaman selanjutnya.

Tapi, konflik dari ketiga tokoh sentral untuk buku setebal 300-san halaman menurut saya kurang padat. Jadi beberapa bagian memang terasa lambat dan agak membosankan.


Overall, buku ini cocok banget untuk orang-orang yang sedang menjaga persahabatan di luar sana. Dari sini kamu bisa belajar, bahwa kepercayaan dan saling terbuka adalah pilar utama dalam hubungan apa pun.