Minggu, 17 Februari 2019

Review Novel: Ablasa


Judul            : Ablasa

Penulis        : AlfianBudiarto

Penerbit      : AT Press

Editor            : Tim AT

Layout          : Tim AT

Cover            : Tari Chan

Cetakan        : Pertama, November 2018

Tebal             : 140 hlm

ISBN              : 978-602-0745-04-6

Blurb:

Semakin lama, wujud bayangan itu semakin solid. Begitu nyata. Rupa asli Ablasa semakin jelas. Sosoknya begitu menyeramkan. Tubuhnya diliputi api yang menyala-nyala. Di punggungnya, sayap lebar mengepak-ngepak membara. Mata dan mulutnya merekah dengan sembarang. Ia lalu memandang ke arah Airin dengan tatapan tajam.

***

Alur cerita:
Perjalanan Kapal Pengayoman yang hendak menyeberangi Segara Anakan menuju Pulau Nusakambangan, mendadak terhenti setelah diduga menabrak kapal kontainer. Namun yang aneh, tidak biasanya kapal besar berada di jalur itu. Kabut tebal juga tiba-tiba menyelimuti kawasan itu. Penumpang yang tadinya berjumlah puluhan, kini hanya tersisa 9 orang yang berkumpul di ruang kemudi.

Beberapa laki-laki mencoba memeriksa keadaan kapal, mencari tahu apa yang terjadi. Mereka menemukan belasan mayat dengan kondisi mengerikan tergeletak di lantai geladak. Darah merembes ke mana-mana. Suasana kian mencekam.

Mereka berpikir keras untuk keluar dari situasi itu. Airin, perempuan aneh berpakaian serba hitam, satu-satunya penumpang tersisa yang tampak mengerti apa yang sedang terjadi. Namun, ucapan-ucapannya malah membuat yang lain semakin panik.

"Kematian. Aku mencium aroma Kematian!"_(hal 24)
Mereka yang masih hidup punya cara masing-masing untuk melalui tiap detik mencekam di tengah situasi yang tak menentu. Beberapa mulai membuka diri, menceritakan secara singkat siapa diri mereka. Ada pula yang masa bodo, menganggap memikirkan solusi jauh lebih penting ketimbang berbasa-basi.

Tak ingin hanya menunggu, Kun, Hans dan Ical beranjak untuk memeriksa keadaan di dalam kapal muatan kontainer yang mereka tabrak. Namun, bukannya menemukan petunjuk, di sana mereka malah menemukan hal buruk.

Situasi semakin pelik ketika Rebeca yang tadinya habis buang air kecil di pojok dek, menghilang secara misterius. Samuel yang tadinya menemani tentu saja langsung panik.

"Hitungan detik, makhluk tadi sudah mampu menggapai ujung kakiku yang kaku. Sungguh aku ingin berteriak, tapi yang keluar hanya embus udara kosong dari bibir."_(hal 56)

Satu per satu korban berjatuhan. Mereka mati secara mengenaskan. Sosok misterius mencabik-cabik tubuh mereka seolah itu permainan yang sangat menyenangkan. Keadaan semakin memburuk saat Kapal Pengayoman mulai tenggelam. Retakan akibat benturan tak mampu lagi menahan tekanan air. Samuel, Pamela, Nindya dan Airin--yang tidak sadarkan diri--harus segera berpindah ke kapal kontainer.

Di lain dimensi, sementara raganya terkulai tak berdaya, jiwa Airin terdampar ke suatu tempat. Tempat yang mungkin sama, namun dengan kondisi yang lebih mengerikan. Di sana sedang terjadi sesuatu yang mungkin melatarbelakangi atau menjadi cikal bakal peristiwa aneh yang menimpa kapal mereka.Di tengah ketegangan itu, Airin menyadari, sesuatu yang tidak lazim sedang terjadi padanya.

"Aku berharap setelah melakukan ini, aku bisa kembali ke tubuh asliku. Kurasakan sensasi air asin membasahi tubuh dan memenuhi paru-paruku."_(hal 109)

Misteri apa sebenarnya yang sedang terjadi? Sanggupkah mereka memecahkannya dan keluar dari situasi itu? Yuk, segera diorder dan temukan sendiri jawabannya. 😁
***

Review:
Mengetahui novel ini ditulis hanya dalam waktu lima hari, saya shock. Kemudian saya pikir, ah, pasti alurnya ngaco. Tapi ternyata ... mantap.

Ketertarikan pertama ada pada judul, penggunaan kata tidak lazim yang berhasil mengundang rasa penasaran. Covernya juga kece, simpel dan cukup mewakili isi cerita.

Ini novel horor yang mengedepankan sisi misteri dan atmosfer ketegangan. Jadi penampakan hantu yang tiba-tiba dan tanpa penjelasan detail sama sekali tidak ada dalam cerita ini. Itu poin plus yang bikin novel ini tampil elegan dan tidak terkesan ikut-ikutan. Hal itu diperkuat dengan pemilihan setting pada sebuah kapal. Di kapal itulah kemudian penulis menebar teka-teki dan diselesaikan dengan baik. Hampir semua tokoh punya sisi misterius masing-masing, yang kemudian membuat pembaca terjebak dalam labirin "asal tebak" yang berbuah twist mencengangkan.

Saya acungi jempol untuk keberanian penulis bercerita dari sudut pandang banyak tokoh. Sambil tetap memperhatikan keharmonisan cerita, itu jelas tidak mudah. Meski ini juga agak berpotensi membingungkan untuk pembaca yang kurang fokus.
Penulisan yang rapi membuat kita nyaman mengikuti cerita ini, meski alurnya bergerak cepat dan menggebu-gebu. Yang saya soroti, penulis masih sempat menuang bait-bait kehidupan di tengah ketegangan yang terbangun cukup apik.

Saya hanya kurang suka ending-nya, semacam kue tart yang terlalu banyak hiasan, jadi terkesan berlebihan dan tidak istimewa lagi. Saya lebih suka kalau Hans dan Pamela tidak seperti itu. Cukup Airin saja. Memangnya kenapa? Baca sendiri, ya. 😁


Overall, novel ini cocok buat kamu yang menyukai cerita horor yang tidak melulu soal penampakan hantu. Alur padat dan tidak berbelit-belit pas untuk sekadar teman bersantai di waktu luang. Di sini ada nilai-nilai kehidupan yang dibidik dari sudut berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar