Selasa, 26 September 2017

Review Cernak: Petualangan Alan dan Profesor Apta



Judul            : Petualangan Alan dan Profesor Apta

Penulis        : Irhayati Harun dan Uda Agus

Penerbit      : Indiva Media Kreasi

Tebal            : 144 hlm

ISBN             : 978-602-6334-40-4

Blurb:
Halo adik-adik, kalian suka bertualang? Kalau iya, buku ini sangat cocok. Dalam buku ini kalian akan bertualang seru mengikuti Alan dan Profesor Apta berkeliling ke beberapa benua yang ada di dunia: Asia, Afrika, Eropa, Australia, dan Amerika. Seru bukan?

Dalam buku ini, mereka akan menjelajah ke beberapa benua dan menemukan hewan-hewan unik yang ada di benua tersebut. Pasti banyak di antara hewan-hewan itu yang belum kalian kenal. Ada meerkat, aye-aye, beruang grizzly, armadillo, flamingo, yak, burung kolibri, platipus, dingo, dan masih ada puluhan hewan lain yang berhasil ditemui Alan dan Profesor Apta. Penasaran, kan?

Alur Cerita:
Alan adalah seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Meski badannya kurus, tapi dia lincah dan aktif. Kakinya yang jenjang selalu bergerak ke sana-sini. Alan dikenal sebagai anak yang menyenangkan di kalangan teman-temannya. Temannya banyak, salah satunya Profesor Apta, yang suka menciptakan berbagai macam alat-alat superkeren.

Profesor Apta sendiri memiliki rambut yang klimis karena terlalu berminyak, hingga kepalanya terlihat seperti botak dengan rambut tipisnya itu. Tubuhnya kurus sama seperti Alan. Hanya saja lebih tinggi hingga terlihat seperti tongkat panjang. Selalu memakai kacamata yang terlihat kebesaran untuk ukuran wajahnya yang mungil.

Suatu hari Profesor Apta menemukan alat canggih yang akan mempermudah petualangannya bersama Alan kali ini. Alan sendiri sudah tidak sabar memulai petualangannya. Penemuan Profesor Apta kali ini tampaknya menjanjikan pengalaman seru.

Dengan mengendarai balon udara, mereka tiba di tujuan pertama, Ujung Kulon. Di sana mereka bertemu dengan badak bercula satu yang dalam sehari bisa menghabiskan 50 kg buah-buahan. Alan tak menyia-nyiakan kesempatan untuk bersenang-senang dengan badak di sana. Ia sampai ikut mandi lumpur.

“Badak tadi mandi lumpur agar badannya bersih, sementara kamu malah jadi tambah kotor dan bau. Hahaha ....”_(hal 24)

Selanjutnya, balon udara yang ditumpangi Alan dan Profesor Apta mendarat di Pulau Komodo. Tentu saja untuk bertemu kadal raksasa yang hanya ada di Indonedia. Alan bangga akan kenyataan itu.

Komodo tentu saja terusik dengan kedatangan manusia. Beruntunglah Alan bisa menenangkannya.

“Komodo yang baik hati, tahan dulu! Kami ke sini tidak bermaksud mengganggu. Kami cuma ingin berkenalan denganmu.”_(hal 28)

Ternyata komodo hanya makan sekali dalam sebulan. Dan meski tergolong predator ganas, mereka tidak memiliki indera pendengaran. Mereka mendeteksi kehadiran mangsa menggunakan lidah.

Saat hendak meninggalkan Pulau Komodo, ada sedikit masalah, balon udara mereka kempes dan mendarat darurat di tengah hutan.

Wah, bagaimana nasib Alan dan Profesor Apta selanjutnya? Bisakah mereka melanjutkan petualangan? Jika penasaran, segera miliki bukunya dan baca sendiri, ya! Hehehe ....

Review:
Saat membaca novelet ini saya mencoba memosisikan diri sebagai anak-anak. Menikmati setiap petualangannya, merasakan keseruan berkenalan dengan berbagai hewan, dan berusaha menerima kenyataan, bahwa balon udara Profesor Apta memang bisa digunakan untuk keliling dunia tanpa hambatan berarti. Hehehe ....

Namanya juga bacaan anak-anak, sudah pasti bahasa yang digunakan sangat ringan. Tapi cukup informatif dan tentunya sangat menghibur.

Penulis mengajak kita mengenal berbagai tempat yang ada di Indonesia, bahkan luar negeri, beserta hewan unik dan langka yang hidup di sana. Penggunaan judul bab menurut saya unik, lebih awal memberi clue terhadap sosok hewan yang akan kita temui selanjutnya.

Saya yakin, anak-anak pasti senang sekali baca buku ini. Saya saja sangat terhibur melihat Alan dan Profesor Apta bisa berkomunikasi dengan hewan.

Buku ini sangat cocok untuk anak, adik, ponakan, atau siapa pun di dekat kita. Sambil menanamkan minat baca sejak dini, novelet ini bisa dijadikan media pembelajaran untuk anak-anak yang malas baca buku pelajaran.

Kamis, 21 September 2017

Review Novel: Dia yang Kembali



Judul             : Dia yang Kembali

Penulis         : Titi Sanaria

Penerbit       : Kubus Media

Tebal             : 282 hlm

ISBN              : 978-602-61000-8-5

Blurb:
Laki-laki itu serupa mimpi buruk bagi Dara. Mungkin lebih mengerikan daripada sekadar mimpi yang sewaktu-waktu berakhir saat terjaga. Karena dunia nyata tak bisa dipenggal seperti mimpi.

Dia kembali. Layaknya menggarami luka, hanya perih yang meraja. Dara bisa merasakan kenangan perlahan menyeret, menggulung, dan menenggelamkan. Kehadiran lelaki itu mengupas helai-helai memori menyakitkan yang berusaha dilupakan Dara.

Dara tahu dia harus menyelamatkan diri. Namun, bagaimana caranya?

_*_

Alur Cerita:
“Semua hal punya masa kadaluarsa. Makanan, obat, kosmetik, bahkan surat perjanjian. Mengapa hal yang sama tidak berlaku untuk perasaan?”_(hal 2)

Dara tengah terjebak di masa lalu. Sesuatu menuntunnya menjadi pecandu kopi saat harus menemukan pelarian ketika terjaga tengah malam karena mimpi buruk. Entah mimpi atau nyata, ia mulai sulit membedakannya.

Mimpi buruk itu benar-benar menjelma nyata, ketika kantor Dara kedatangan pimpinan baru dari kantor pusat. Dan dialah lelaki itu, bintang yang pernah menyilaukan hari-harinya.

Dara berpikir keras untuk menjauh, sebelum akhirnya memilih untuk menghadapi kenyataan. Ia harus menyembuhkan ketakutannya, meski tidak mudah.

Buktinya, beberapa interaksi awal dengan lelaki itu sangat buruk. Dadanya sesak, tangannya gemetar. Ada tumpukan luka yang terusik, perih, dan berdarah lagi. Dara harus mengendalikannya, dengan cara yang ia sendiri tak paham.

Satya paham, semua ini salahnya. Dia hadir untuk memperbaiki semuanya, meski takkan bisa kembali seperti dulu. Ia paham, dirinya lelaki, dan bersalah. Ia yang harus berjuang mati-matian demi mendapatkan sebentuk kata maaf.

Satya sudah sejauh ini, dan perempuan itu di depan mata, seatap dengannya, bawahannya. Tapi status atasan dan bawahan sama sekali tidak berefek, dan Satya sadar sepenuhnya. Dari awal ia memang tidak berniat memanfaatkan posisinya. Dia harus berjuang dari nol, mengesampingkan harga diri.

“Setelah apa yang terjadi di masa lalu, dia memang pantas mendapatkan semua perlakuan buruk Dara. Dia sama sekali tidak berhak mengeluh.”_(hal 98)

Satya mulai mendekati Dara dengan berbagai cara. Mulai dari urusan pekerjaan, hingga siasat belaka yang tak jarang bikin Dara geram. Melihat penolakan Dara, Satya seolah sadar, sungguh berat hari-hari yang dilalui perempuan itu setelah kejadian tak diinginkan itu.

Semakin kuat usaha Satya, semakin kukuh pula pendirian Dara. Ia rela melakukan apa pun demi menjauh dari lekaki itu.

Satya bukannya menyerah, tapi tak ada yang lebih penting baginya selain melihat Dara bahagia, tenang paling tidak. Sekali pun ia harus mundur sebelum mendapatkan apa yang ia perjuangkan.

“Aku tidak bisa berjuang untuk seseorang yang tidak menginginkan aku menang. Jadi aku hanya akan memberikan apa yang kamu inginkan. Perpisahan ini.”_(hal 141)

Lantas, apakah Dara lebih baik setelahnya? Sedikit. Sebab di sisi lain, diam-diam mencuat rasa bersalah yang selama ini coba ia kekang, serta remah rasa yang dulu pernah ada.

Setelah melalui tahap seleksi, Dara berhasil menempati salah satu bangku kosong di kantor pusat. Tentu saja ia beruntung, banyak yang mengincar posisi itu. Namun siapa sangka, di balik kemantapan hatinya untuk meninggalkan Makassar, tercetus sebuah pemikiran kemungkinan bertemu kembali dengan Satya.

Kisah traumatik apa sebenarnya yang terjadi antara mereka? Apa yang Dara inginkan? Bukankah ia yang meminta Satya menjauh? Kenapa sekarang seolah mencari peluang untuk bisa bertemu dengan lelaki itu? Segera miliki bukunya untuk mengetahui jawabannya. Hehehe ....

_*_

Review:
Secara tampilan novel ini sangat manis. Cetakan jejak kaki pada hamparan pasir secara tidak langsung menegaskan, bahwa cerita ini banyak-banyak bersinggungan dengan masa lalu.

Saya sangat menikmati membaca novel ini. Gugusan kalimatnya manis nan berbobot. Selain banyak quote kece, setiap alenia seolah mengandung pesan tersirat, kadang membawa saya pada titik perenungan. Begitu baca, saya enggan melepas novel ini sebelum tahu masa lalu Dara dengan Satya, kisah traumatik yang menjadi pilar utama cerita ini. Penulis sukses membangun rasa penasaran.

Saya suka cara penulis menghadirkan penggalan-penggalan masa lalu tanpa banyak embleng-embleng. Diungkap pelan-pelan, disampaikan bergantian dengan masa sekarang, tapi di beberapa bagian malah terkesan menyatu. Perpindahannya sangat halus.

Kekurangan novel ini ada pada bagian perjuangan Satya memohon maaf, menurut saya kurang dramatis. Dan penyelesaian konflik dengan salah seorang tokoh di bagian akhir kurang runcing. Tapi sama sekali tidak mengurangi kenikmatan cerita. Balik lagi soal pendapat masing-masing kepala.

Nilai plus untuk saya pribadi, saya langsung heboh pas tahu penulis menjadikan Makassar sebagai setting awal cerita. Senang aja menemukan kota sendiri dalam cerita. Hehehe ....

Novel ini cocok banget buat kamu yang kadang susah berdamai dengan masa lalu, pun kamu yang sedang belajar menerima kenyataan.

Minggu, 17 September 2017

Review Novel: Istri Cadangan



Judul           : Istri Cadangan

Penulis        : Mounalizza

Penerbit      : Elex Media Komputindo

Tebal            : 315 hlm

ISBN             : 978-602-04-3641-8

Blurb:
Ibra mencintai Marisa, tetapi Marisa lebih mencintai karier yang belum bisa dia raih sempurna. Sementara Rahma tak peduli arti cinta, belum mengerti lebih tepatnya. Ketiganya terlibat dalam perjanjian sensitif yang bisa saja melukai hati masing-masing. Dan sekali lagi, ketiganya memiliki alasan berbeda untuk menjalankannya. Seakan rasa tak terlalu penting untuk diperhatikan.

Ketika tantangan menjadi tanggung jawab berat di hati. Maka hati dengan mudah dipermainkan oleh sebuah janji. Apalagi jika janji tak bisa ditepati seperti awal. Akibatnya, awal rasa baru tumbuh menjadi sebuah perasaan terlarang. Akhirnya yang terlarang dipatahkan oleh sebuah rasa yang tak terkalahkan. Dialah cinta, karena cinta semua bisa menjadi mudah. Atas nama pernikahan semua bisa menjadi indah.

Sanggupkah Marisa memberikan tantangan ini? Sanggupkah Rahma memikul tanggung jawab sementara itu? Dan apakah Ibra juga sanggup memenuhi janjinya untuk sebuah kebahagiaan? Tak terlena karena seorang cadangan?

_*_

Alur Cerita:
“Tapi satu hal permintaannya yang harus kita turuti. Dia mau ... kamu juga menikahinya sebagai istri keduamu.”_(hal 33)

Ibra terbelalak kaget dengan persyaratan yang diajukan Marrisa. Demi apa ia harus punya istri kedua? Ia sadar, ia sangat mencintai Marrisa, cinta sejatinya. Tapi apa yang terancang dalam benak perempuan itu sungguh membuatnya tak habis pikir. Mau tak mau ia harus setuju, mengingat tuntutan dari orang tuanya untuk segera menikah dan memberikannya cucu. Dan lagi, ia tak ingin kehilangan kesempatan menikahi perempuan yang sangat dicintainya.

Marrisa bukan tanpa alasan merancang kegilaan ini. Ia hanya butuh kebebasan berkarier yang dijanjikan Ibra, yang belum tentu ia dapatkan jika menikah dengan lelaki lain, terlebih lelaki pilihan orang tuanya. Maka pada pertemuan tak sengaja ketika melaksanakan pekerjaan di Bali, akhirnya ia memilih Rahma, perempuan sederhana yang kebetulan sepupunya, untuk menjadi istri kedua Ibra.

Awalnya, tentu saja Rahma menolak. Ia yang belum pernah pacaran, tiba-tiba ditawari mengandung dan melahirkan anak untuk orang lain? Gila. Tapi Marrisa menjanjikan sejumlah uang yang dirasa Rahma cukup untuk suatu tujuan.

Pada akhirnya perjanjian kerjasama tak lazim itu pun diatur dan benar-benar berjalan sebagaimana mestinya. Maka di sinilah Rahma, tinggal serumah dengan Ibra. Sedang Marrisa kembali sibuk mengejar karier di dunia modelling.

Lelaki dan perempuan dewasa hidup seatap, dan mereka pasangan yang sah. Bisakah hari-hari yang dilalui tak perlu melibatkan perasaan?

Ibra hanya perlu menuntaskan tugasnya, menyentuh Rahma hingga hamil. Dan Rahma cukup menjalani perannya sebagai cadangan. Sayang, hati terlalu jujur hingga tak bisa sepicik otak mereka.

Perhatian Ibra meluluhkan Rahma, sedang sikap menggemaskan Rahma membuat Ibra rindu. Keduanya sama-sama menjalani tugas sesuai yang tertulis dalam perjanjian, sama sekali tak ada niatan menggoda. Tapi sesuatu yang tumbuh di hati keduanya tak mampu dielakkan.

Peran yang dijalankan Rahma adalah impian Ibra selama ini, wujud rumah tangga yang sesungguhnya.

“Rahma merapikan kerah baju dan jas Ibra. Rahma melakoni tugas istri sepertinya. Ibra menatap tingkah Rahma tanpa penolakan.”_(hal 78)

Pada akhirnya Ibra harus mengakui, ia jatuh cinta pada istri cadangan yang tengah mengandung putranya. Bahkan, ia mulai memiliki rasa khawatir serta cemburu yang berlebihan.

“Apa yang harus kulakukan? Marrisa, kenapa kamu semakin menjauh di hatiku? Rahma, kenapa kamu semakin mendekat?”_(hal 163)

Bayi mungil yang sejak awal terencanakan atas dasar perjanjian aneh, akhirnya memperdengarkan tangisan pertamanya. Tangisan yang membuat hati Ibra bergetar haru. Rahma menatapnya penuh cinta.

Ibra mulai merasa bersalah jika harus memisahkan dua manusia yang sewajarnya hidup bersama. Sedang Rahma, jangan ditanya. Ia begitu sesak setiap kali memikirkan perjanjian, bahwa ia harus segera meninggalkan Satria. Ya, Rahma menamai anak mereka, Satria. Katanya, agar kuat melawan dunia.

Suatu hari Marrisa muncul, setelah hilang bak ditelan bumi. Sungguh, Ibra tak menginginkannya lagi. Ironisnya, Rahma pergi tanpa pamit, mengakhiri sepihak perjanjiannya.

Harus seperti apa Ibra selanjutnya? Membiarkan Marrisa memasuki hari-harinya lagi? Membiarkan Rahma yang entah ke mana? Kalau mau tahu, segera miliki bukunya dan baca sendiri, ya! Hehehe ....

_*_

Review:
Perjumpaan pertama dengan novel ini, suka sama kovernya. Sederhana, ilustrasinya ngepas banget sama tema cerita. Warnanya menenangkan, meski tidak dengan isinya yang justru bikin terbelalak. Hehehe ....

Baru baca prolognya aja saya langsung dibikin melongo, benar-benar nggak habis pikir isi kepala tokoh-tokohnya. Menurut saya ini salah satu poin plus, penulis berhasil memancing emosi pembaca sejak awal. Terlebih diimbangi dengan susunan kalimat yang manis dan kadang bikin senyum-senyum sendiri.

Alur tersusun rapi, dengan selipan-selipan kejutan yang bikin gereget. Yang saya tangkap, penulis pandai mengangkat konflik baru yang seringkali berujung kecohan belaka. Saya sebagai pembaca berhasil merasa dipermainkan (dalam artian bagus). Menurut saya gaya bercerita seperti ini sebaiknya dipertahankan sebagai identitas penulis untuk karya-karya selanjutnya. Sudah khas soalnya.

Yang paling saya suka dari novel ini adalah interaksi Ibra dan Rahma. Konyol dan bikin gemes. Karakter mereka berdua benar-benar hidup. Saya cukup terhibur dengan unsur-unsur humoris yang coba dihadirkan penulis. Meski tak begitu mendominasi.

Saya suka dengan totalitas penulis menyampaikan ceritanya. Mungkin karena adegan-adegannya umum di keseharian, jadinya gampang banget tergambar di kepala. Saat Ibra memeluk anaknya, saya seolah menyaksikannya langsung. Bahkan saat ia mencium anaknya, saya seolah ikut menghirup wangi minyak bayi di sana.

Menurut saya cacat novel ini hanya ada di bagian-bagian akhir menuju penyelesaian konflik. Di sana terasa sangat lambat, bahkan penulis terkesan mengulur waktu, sedang ending cerita sudah bisa ditebak. Sama satu lagi, di awal terlalu banyak bahasa batin, agak mengganggu saya menikmati isi cerita. Mungkin balik lagi soal selera.

Overall, novel ini cocok banget untuk calon-calon, maupun yang sudah jadi istri di luar sana. Banyak tersirat pelajaran penting untuk kelangsungan rumah tangga. Eits, untuk kaum Adam baca juga, biar gak melakukan kesalahan seperti Ibra.

Selasa, 12 September 2017

Review Novel: Aldebaran



Judul            : Aldebaran

Penulis        : Mala Shantii

Penerbit      : Gradien Mediatama

Tebal            : 295 hlm

ISBN             : 978-602-208-157-9

BLURB:
Bagi Aldebaran, Siera adalah gadis yang walaupun baik hati dan jago masak, tapi berdada rata, dan tak pernah becus memilih lelaki untuk dikencani. Kebersamaan mereka telah teruji setelah melewati beragam suka-duka dan kehilangan yang meremukkan. Aldebaran nyaris siap melakukan segala hal untuk Siera. Kecuali, saat Siera meminta hatinya.

_*_

Alur Cerita:
Sepintas, Faraz Aldebaran memang bukan cowok baik-baik. Ia gemar gonta-ganti pasangan. Karier mapan serta tampilan fisik yang nyaris sempurna, memudahkannya menggaet cewek mana pun. Tapi di balik sikap liarnya itu, ia benci satu hal, melihat Siera menangisi lelaki.

“Gue benci lihat lo nangis gara-gara lelaki.”_(hal 36)

Faraz selalu ada untuk Siera, bahkan agak terkesan membatasi ruang gerak cewek yang disebutnya berdada rata itu. Ketika Siera dekat dengan cowok, ia yang paling ngebet cari tahu seluk beluknya. Pun ketika Siera dekat dengan Ben, serta-merta Faraz mengumandangkan ketidaksetujuannya. Siera mulai jengkel, sebab semua cowok yang dekat dengannya selalu salah di mata Faraz. Tapi sejauh ini memang benar adanya.

Tapi tidak kali ini, tidak pada Ben, yakin Siera. Ia kenal baik cowok itu. Ia juga sering main ke rumahnya, menemani mamanya menekuni hobi mereka, memasak.

Tapi lagi-lagi perkataan Faraz benar. Suatu waktu ia memergoki Ben bersama mantannya tengah berperilaku layaknya binatang di tempat umum. Siera menangis lagi, patah hati lagi, terluka lagi. Dan lagi-lagi Faraz ada untuknya, menyiapkan bahu serta dada untuk menumpahkan seluruh kepedihannya.

Setiap kali merasakan kedewasaan Faraz, Siera selalu teringat Riyaz, kekasihnya yang telah direnggut maut.

Faraz hanya ingin memastikan Siera baik-baik saja, sekaligus menepati janjinya pada Almarhum Riyaz, adiknya.

Dari dulu Faraz memang seperti itu, liar dan tak segan memarahi Siera ketika cewek itu mulai bandel dan tak mau mendengarkannya. Ia sangat menyayangi Siera, mungkin melebihi rasa sayangnya kepada cewek yang akan dipacarinya nanti. Mereka mulai akrab sedari kecil, ketika Riyaz masih hidup. Dan keakraban itu terus berlanjut hingga sekarang, sebelum Siera menyadari ada yang berubah dalam dirinya.

“Faraz tersenyum hangat kepadanya. Siera terpaku dan seketika menelan ludah susah payah. Senyuman itu sama. Tatapan itu sama. Pelukan itu sama. Tapi, kenapa kali ini terasa berbeda? Siera meringis dalam-dalam.”_(hal 92-93)

Berkali-kali patah hati pada akhirnya menyadarkan Siera, bahwa lelaki yang ia butuhkan adalah yang selalu ada untuknya selama ini.

Selama ini Siera terbiasa mengobati patah hatinya dengan bertualang ke cinta lain. Lagi pula selalu ada Faraz yang bisa ia jadikan sandaran. Tapi, bagaimana jika penyebab patah hatinya kali ini justru sandaran itu sendiri? Ini seperti kiamat di hidup Siera.

Tahun berganti. Siera berjuang membalut luka, meski tak pernah benar-benar kering. Sebelum akhirnya ia menemukan pelabuhan ternyaman. Ia yakin, pilihannya kali ini tidak salah.

Faraz pun sebenarnya sependapat, tapi entah kenapa, selalu menyeruak ketidakrelaan dalam dirinya. Ada apa sebenarnya? Bukankah tugasnya menjaga Siera hanya sampai saat cewek itu menemukan pendamping hidup? Sial. Rupanya ia terlambat. Terlambat menafsirkan perasaan yang selama ini kerap diabaikannya.

“Bahwa, cinta tak juga selalu tentang rindu dan hasrat menggebu untuk memilikinya dalam ikatan yang tegas di mata banyak orang. Cinta bisa juga sesederhana rasa nyaman dan damai walau hanya sekadar memandangnya, mendengar namanya, merasakannya hadir dalam hati kita ....”_(hal 196)

Lantas, benarkah Faraz sudah terlambat? Sungguh, tidak ada kesempatan lagi? Segera miliki bukunya dan baca sendiri, ya! Hehehe ....

_*_

Review:
Di awal-awal membaca novel ini, agak dibingungkan dengan nama-nama tokoh yang kelewat asing di telinga saya, terlebih nama lengkapnya. Ditambah lagi perbedaan panggilan "Faraz Aldebaran" antara di narasi dan dialog. Nggak masalah, sih, tapi kening cukup dibikin berkerut, setidaknya di 20 halaman pertama.

Selain itu, di awal-awal saya juga kurang bisa masuk ke dalam cerita karena cara bertutur tokoh-tokohnya yang rada ceplas-ceplos, yang sebenarnya agak jauh dari selera bacaan saya.

Tapi terlepas dari hal itu, makin ke tengah, saya malah jatuh cinta dengan novel ini. Ketika tiba di puncak konflik, rasanya geregetan pengin bantu Siera. Saya suka cara penulis menghadirkan sosok Siera. Di awal, sengaja bikin kita bertanya-tanya latar kehidupannya yang sesungguhnya, jawabannya tersimpan rapi di belakang.

Mengingat bagian awal yang agak "nakal", saya tidak menyangka akan disuguhkan suasana mengharu biru di beberapa bagian terakhir.

Cerita ini tidak melulu soal cinta. Meski porsinya kecil, ada ikatan persaudaraan, juga persahabatan yang menguatkan jalinan cerita. Saya sangat suka ketika Faraz mengenang masa kecilnya bersama Riyaz, juga kebersamaan mereka dengan Siera. Penggalan-penggalan flashback itu terasa manis. Penulis juga pandai menyelipkannya di bagian yang benar-benar pas.

Untuk ending, meski agak klise, tapi menurut saya memang ending seperti itulah yang paling pas untuk cerita ini, sesuai dengan tema yang diusung sejak awal.

Novel ini sangat cocok untuk kamu yang ingin menikmati sajian cinta, persahabatan, dan persaudaraan dalam satu paket. Komplit banget pokoknya.

Review Buku: Kado Buat Ibu - Petualangan Fata di Kerajaan Utara



Judul            : Kado Buat Ibu - Petualangan Fata di Kerajaan Utara

Penulis        : Uda Agus

Penerbit      : AG Publishing

Tebal            : 52 + 79 hlm

ISBN             : 602-19904-5-5

Membaca delapan cerpen anak-anak yang termaktub dalam "Kado Buat Ibu" membuat saya senyum-senyum sendiri. Kesalahan-kesalahan mereka beberapa masih sering juga kita lakukan. Misal buang sampah sembarangan. Nasihat tersirat yang ditujukan untuk anak-anak nyatanya masih mengarah juga sama kita, saya pribadi khususnya.

Membaca beberapa cerpen ada rasa bahagia yang menyusup entah dari mana. Mungkin karena ditujukan untuk anak-anak, sebagian besar kalimatnya memang menentramkan. Pesan di setiap cerpen tersampaikan secara halus tanpa kesan menyuruh, pun melarang. Anak-anak yang selesai membaca buku ini pasti terpicu untuk senantiasa berbuat baik.

_*_

Membaca novelet "Petualangan Fata di Kerajaan Utara", saya merasa terjebak. Maksudnya gini, saya tidak menyangka akan disuguhkan cerita yang begitu menghanyutkan, mengingat ini novelet anak-anak. Nyatanya, Panji dan Fata berhasil mengajak saya bertualang di Gunung Siluman dan ikut menerka-nerka teka-teki yang penulis sematkan di setiap bab.

Kejutan-kejutan dalam buku ini ringan, tapi manis dan membekas. Yang membuat cerita ini jadi "wow", karena penulis menggabungkan dua masa yang tentu tidak akan saya bocorkan di sini. Silakan baca sendiri. Hehehe ....

Karena buku ini ditujukan untuk anak-anak, di dalamnya memang banyak sekali pesan kebaikan. Bahkan beberapa bagian turut menyuarakan peradaban islam. Keren.

Review Buku: Ubah Patah Hati Jadi Prestasi



Judul            : Ubah Patah Hati Jadi Prestasi

Penulis        : Dwi Suwiknyo

Penerbit      : Quanta

Tebal            : 266 hlm

ISBN             : 978-602-02-9393-6

Blurb:
Urusan hati memang paling sulit dipahami, tetapi bukan berarti kita harus menyerah begitu saja. Apa pun penyebabnya, lantaran cinta bertepuk sebelah tangan, putus cinta, atau karena dihina orang lain. Ingat, patah hati bukan akhir segalanya. Pun patah hati bukanlah akhir hidup kita. Masa depan masih bisa kita rancang dan pada hari ini pun masih banyak hal positif yang pastinya bisa kita perjuangkan. Bagaimana mungkin kita menangisi satu orang yang pergi meninggalkan kita begitu saja, sedangkan kita masih memiliki sahabat dan keluarga yang menyayangi kita?

Yuk, move on, baca buku ini selembar demi selembar. Dapatkan kejutan menarik di setiap kisah yang disajikan, pikirkan setiap ulasan yang ditayangkan, dan ikutlah merenung di halaman khusus setiap akhir babnya. Dan semoga senyum itu kembali mencerahkan wajah kita seperti sinar matahari yang menyinari hari-hari yang indah. Ubah patah hati jadi prestasi!

Isi buku:
Bagian awal buku ini menyadarkan kita akan makna pacaran yang mungkin di antara kita masih banyak salah tanggap selama ini. Bukankah patah hati memang banyak berasal dari urusan asmara? Banyak orang yang dibutakan cinta hingga rela melakukan hal-hal bodoh yang justru memperburuk keadaan. Buku ini hadir untuk mencegah hal macam itu.

Jika setiap masalah bisa kita jadikan tempaan, maka sejatinya semakin sering kita melalui rasa sakit, maka jiwa kita semakin tampil memesona. Di sana pulalah kualitas diri kita akan terbentuk. Yang penting kita bisa bersikap tenang dalam menyelesaikan setiap urusan duniawi.

Kita terlahir unik. Artinya, kita pasti memiliki potensi yang tidak dimiliki orang lain. Tinggal bagaimana kita mampu mengenali dan mengembangkannya. Bagaimana caranya? Semua dipaparkan secara rinci dalam buku ini.

Agar hati tetap bersih sebaiknya jangan terlalu sibuk mengurusi orang lain, mending melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk diri sendiri. Dalam buku ini ada sub bab yang menyarankan agar segala aktivitas yang kita lakukan sebaiknya terjadwal. Sebab hidup akan lebih optimal jika segala sesuatunya terjadwal.

Segala usaha pasti menemui rintangan. Namun para pemenang tentu takkan kalah dengan rintangan apa pun. Hadapi, jangan berkeluh kesah. Sebab keluh kesah hanya akan melemahkan mental.

Setiap apa yang kita kerjakan sebaiknya didasari niat yang tulus, jangan karena hanya ingin mendapatkan pujian. Buku ini menegaskan, bahwa kontribusi jauh lebih penting daripada popularitas. Lakukan saja yang terbaik untuk diri sendiri, soal hasil, insya Allah tidak akan bertolak belakang. Dan ingat, jangan berjuang sendiri. Buka diri untuk menerima masukan orang lain atau meluangkan waktu untuk berdiskusi. Sebab pekerjaan sepeleh pun pasti butuh dukungan dari pihak lain. Sekarang bukan lagi zamannya Super Man atau Super Boy, kini zamannya Avengers (super team).

Dua bab terakhir banyak-banyak bersinggungan dengan waktu. Bagaimana waktu itu sangat penting dan sekiranya tidak ada yang terbuang percuma. Dan ingat, tidak perlu menunggu tua untuk tobat, sebab ajal sungguh tak ada yang bisa menebak.

Beribadah untuk akhirat sangat penting, tapi ingat, ibadah wajib tetap diutamakan. Jangan sampai yang wajib terbengkalai karena sibuk mengejar yang sunnah. Dalam buku ini dipaparkan beberapa contoh yang mungkin sering terjadi dalam keseharian kita.

Kita mungkin sering berdoa apa-apa yang kita inginkan. Setiap hari, setiap akhir shalat, tanpa jenuh. Tapi, apakah diri kita sudah benar-benar bersih untuk memohon? Membaca bagian ini saya agak tersentil. Hehehe....

Mau tahu lebih banyak? Segera miliki bukunya dan baca sendiri, ya!

Review:
Membaca buku ini kepribadian kita seolah dibentuk ulang perlahan-lahan. Kisah-kisah yang dihadirkan mampu mengangkat kita dari kemalasan. Terlebih ditambah "Inspirasi Hati", serangkum kata penggugah di setiap akhir sub bab.

Awalnya saya pikir buku ini hanya akan membahas ruang lingkup hati, ternyata cakupannya amat luas. Meski saya jarang banget baca buku non fiksi, tapi buku ini punya daya pikat yang bikin betah.

Dan yang paling saya suka, buku ini tak luput membahas keutamaan orangtua, agar kita tak melupakan mereka dan selalu meluangkan waktu untuk bertanya kabar. Kita memang tak bisa sering-sering menjenguk mereka, tapi sekadar mendengar suara kita lewat telepon, sungguh sudah sangat membahagiakan bagi mereka.

Buku ini cukup komplit, memang cocok dijadikan panduan agar tak melulu berurusan dengan penyakit hati. Setiap sub bab seolah anak tangga yang menuntun kita menuju pribadi yang lebih baik.

Senin, 11 September 2017

Review Novel: 33 Senja di Halmahera


Judul            : 33 Senja di Halmahera

Penulis        : Andaru Intan

Penerbit      : Gramedia Pustaka Utama

Tebal            : 192 hlm

ISBN             : 978-602-03-4264-1

BLURB:
Karena berkelahi dengan anak orang terpandang, Nathan mendapat tugas ke pelosok Halmahera Selatan. Di tengah kerinduan akan keluarganya di Sirimau, bintara yang baru saja menyelesaikan pendidikan itu jatuh hati pada Puan, gadis cantik dengan raut wajah sedih.

Tidak seperti penduduk Maluku Utara umumnya, Puan membenci laut. Bukan hanya tidak mau berenang dan menjejakkan kaki ke air laut, bahkan memandang indahnya refleksi senja di laut pun Puan tak sanggup. Gadis itu trauma akan sesuatu di masa lalu.

Mengalahkan trauma Puan akan laut bukanlah satu-satunya tantangan bagi Nathan. Prinsip dan keyakinan Puan dan Nathan yang berbeda pun ikut membuat kisah mereka pasang surut.

Akankah 33 Senja di Halmahera yang mereka lalui bersama dapat mengubah cara mereka menyikapi hidup dan asmara yang bergejolak?

Alur Cerita:
Nathan dirundung penyesalan. Andai saja ia menuruti kata Mama waktu itu, semua ini tidak akan terjadi. Ternyata jauh dari keluarga rasanya sangat tidak enak.

Tapi kenapa? Nathan ke pesta itu hanya untuk bertemu teman-teman sekolahnya, untuk menunjukkan bahwa ia bukan lagi Nathan yang dulu selalu mereka olok-olok. Nahas, sesuai kekhawatiran Mama, pesta itu berbuah petaka.

Tapi beruntunglah, Nathan tidak dikeluarkan dari kesatuan TNI, hanya dipindahtugaskan ke pelosok Halmahera Selatan. Di sanalah ia bertemu perempuan yang akrab dipanggil Puan, seorang guru yang membenci laut.

Puan tidak ingin meluruskan rambutnya. Menurutnya, rambut keriting yang diluruskan paksa di salon jadi mirip sapu ijuk. Toh, rambutnya tidak keriting, hanya bergelombang dan justru makin mempercantik penampilannya. Ia juga tidak ingin ikut-ikutan memakai cream pemutih seperti teman-temannya, yang membuat kulit mereka terkelupas dan malah memerah, bukannya putih. Puan cantik dari sananya, menarik karena kesederhanaannya.

Nathan mulai menyadari, bahwa di daerah pelosok tempatnya kini ditugaskan ada sesuatu yang menarik, sepasang mata bulat milik Puan.

Puan yang seolah mengesampingkan semua urusan lelaki, serta Nathan yang mendapati hatinya sedang mati, membuat kisah ini sangat menarik. Cinta tumbuh pelan-pelan, membuat kita menikmatinya pun pelan-pelan. Sangat realistis, tidak ada yang dipaksakan dari kedekatan mereka yang hanya berawal dari tatapan jarak jauh, atau pertemuan di luar rencana. Baik Nathan ataupun Puan, keduanya menikmati diam-diam. Dalam hati saja.

Suatu hari mereka berjumpa selepas subuh. Puan ingin menunjukkan tempat berenang kepada Nathan yang lebih baik dibanding pantai belakang rumahnya. Di sanalah untuk pertama kalinya Nathan bercerita banyak apa-apa tentang dirinya, dan pertama kali melihat Puan tertawa. Mereka tampak mulai akrab, mulai mengakui sesuatu yang meletup-letup di hati masing-masing. Namun pada waktu selepas subuh itu pun Puan menemukan sesuatu yang membuat perasaannya mendadak layu, semacam benteng yang mustahil ia tembus.

Kesempatan berekreasi ke Pulau Widi dimanfaatkan baik-baik oleh Nathan untuk membunuh ketakutan Puan pada laut. Lelaki Ambon itu berhasil, tak hanya membuang ketakutan Puan, tapi membuatnya berbalik mencintai laut. Puan melupakan tragedi masa lalu, kenangan buruk yang membuat laut tak lagi biru di matanya. Mereka berenang bersama, membiarkan apa-apa yang mengendap dalam hati turut kuyup. Bersama Nathan, Puan benar-benar lupa ketakutannya.

"Kau tidak hanya menyembuhkan ketakutanku. Kau juga tidak hanya membuatku suka dengan laut, tapi kau juga sudah membuatku jatuh cinta dengannya." (hal 174)

Ketika Puan semakin dimabuk oleh cara Nathan membuatnya selalu nyaman, kerikil-kerikil mulai berjatuhan. Menimbulkan perih, dan tak sedikit air mata. Cinta membuat Puan sampai lepas kendali, melukai hati Papa yang teramat menyayanginya selama ini.

"Kau telah mengajakku berenang. Kita telah sama-sama basah. Namun, tak akan kubiarkan aku--apalagi kau--tenggelam di laut paling dalam." (hal 181)

Beruntunglah, Puan mampu bersikap dewasa dan berdamai dengan apa-apa yang hampir menenggelamkannya. Puan hanya ingin semuanya baik-baik saja, tanpa melukai siapa pun.

Bagaimana kelanjutannya? Segera miliki bukunya dan baca sendiri, ya! Hehehe ....

Review:
Novel ini mengajak kita untuk menilik pesona Halmahera Selatan. Meski porsinya kecil, penulis berusaha mengenalkan alam, budaya, masyarakat, dan banyak hal menarik di sana. Gaya bertutur penulis mengedepankan kesederhanaan. Diksi yang digunakan sangat keseharian. Namun karena ditata teramat rapi, jadinya sungguh memikat. Ibarat kerikil yang ditata dalam formasi tertentu hingga keindahannya mampu mengalahkan batu permata.

Penggambarannya sangat detail, tervisualisasikan dengan baik dalam kepala. Saya bisa melihat seperti apa rumah Puan, pantai di belakangnya, dan gaya Puan ketika duduk mengamati Nathan dari kejauhan.

Saya suka kutipan menarik di setiap awal bab, serupa umpan untuk terus membaca.

Novel ini menyentuh banyak sisi kehidupan. Tentang perjuangan seorang ibu menyekolahkan anaknya, hubungan hamba dan Sang Pencipta, juga manusia dengan alam. Di bagian-bagian tertentu, saya sungguh larut di kenikmatan membaca. Ada pesan-pesan moral yang meresap ke hati. Setiap kalimat seolah mengandung magnet. Entah berasal dari mana kekuatan novel ini, susah dibahasakan. Intinya, saya sangat menikmatinya.

Ini memang novel roman, tapi penulis mengemasnya dengan unik. Tidak mesti cinta dibahasakan begitu lantang untuk terlihat romantis. Penulis justru menampilkannya dari banyak sudut pandang, menyentuh dari sisi berbeda, membawa kita pada perenungan-perenungan. Perihal cinta dibahasakan pelan-pelan, sewajarnya. Saya sangat suka.

Ending cerita ini cukup melegakan. Setelah melalui puncak haru biru, tampaklah hati yang luar biasa tegar. Semua akan dipertemukan dengan kehidupan yang lebih baik.

Berlatarkan pelosok Halmahera Selatan, serta menyinggung tragedi perang saudara yang pernah terjadi di sana, membuat nuansa lokal novel ini sangat kental. Sangat recomended untuk kamu yang mulai jenuh dengan kisah fiksi bertema cinta yang gitu-gitu aja.

Review Novel: Nama Kamu dan Dia


Judul            : Nama Kamu dan Dia

Penulis         : Misaki Aki

Penerbit      : Syifah Publishing

Tebal            : 89 hlm

ISBN             : 978-602-61612-8-4

Blurb:
Perihal jodoh adalah rahasia Sang Pencipta. Kita hanya berusaha dan berdoa untuk menantikan siapa jodoh yang ditakdirkan untuk kita. Tapi bagaimana jadinya jika kita bisa melihat nama jodoh yang muncul di kepala lawan jenis? Seperti perjuangan Emylia dalam cerita ini yang bisa melihat nama jodoh di kepala seseorang dengan bantuan teman-temannya, termasuk Liana, Hitomi, dan David.

Akankah Emylia menemukan jodohnya? Bagaimana ia bisa membuktikan kalau nama itu adalah pertanda jodoh dengan banyaknya nama yang sama di dunia ini? Akankah orang-orang terdekatnya percaya?

Alur Cerita:
Emylia seorang gadis kutu buku yang menjauh dari kata pacaran dan sejenisnya. Menurutnya, buang-buang waktu berbagi kasih sayang dengan seseorang yang belum tentu jodohnya. Hari-harinya di sekolah agak rumit. Ia sering tersudutkan dengan julukan "si kutu buku". Beruntunglah ia masih punya sahabat sebaik Liana.

Suatu hari ia mengalami keanehan. Ia bisa melihat tulisan nama dengan cahaya berbeda-beda di kepala masing-masing orang. Anehnya, di kepalanya pun ada, meski ia belum sempat membacanya. Ia berusaha untuk tidak ambil pusing. Mungkin hanya halusinasi, pikirnya. Tapi ketika tulisan nama bercahaya itu muncul kembali di kepala orang-orang, termasuk sahabatnya, ia mulai terusik. Ada apa ini? Emylia bingung. Ia harus cerita sama siapa? Pasti tidak ada yang akan percaya.

Di sekolah Emylia ada murid pindahan dari Jakarta, namanya Hitomi. Sepintas wajahnya mirip salah satu tokoh anime idolanya. Meski tak pernah berniat untuk dekat dengan cowok yang langsung jadi idola dadakan di sekolah itu, nyatanya mereka kerap bersama dan membuat banyak siswi iri sekaligus berang padanya.

Emylia ingin melakukan penelitian, memastikan maksud tulisan bercahaya yang kerap ia lihat di kepala orang-orang. Benarkah itu adalah nama jodoh mereka?

Di samping itu hubungannya dengan Liana dan Hitomi kurang baik, terjadi kesalahpahaman. Emylia mendapati kenyataan yang mengharuskannya menepis perasaan yang mulai tumbuh untuk Hitomi.

Saat ia merasa kehilangan Liana dan Hitomi, hanya Vino yang selalu menghiburnya, sahabat yang diam-diam ia taksir sejak dulu. Namun semuanya jadi rumit ketika ia melihat tulisan nama bercahaya di kepala Vino, pun di kepalanya.

Kisah kini menjadi rumit dengan adanya usaha pencarian jodoh di tengah persahabatan. Membacanya jadi ingat reality show "Kontak Jodoh". Wkwkwk ....

Di samping memahami kemampuannya bisa melihat nama jodoh seseorang yang tertulis di kepala mereka, pada akhirnya Emylia pun menemukan seseorang yang kemungkinan besar adalah jodohnya. Siapakah orang itu? Mungkinkah salah seorang di antara sahabatnya?

Makin ke belakang, kerumitan cinta dan persahabatan mendominasi pokok pembahasan. Jika penasaran, segera miliki bukunya dan baca sendiri. Hehehe ....

Review:
Ide cerita ini cukup menarik. Dari awal saya langsung penasaran dengan benang merah yang ditanamkan penulis. Tapi sayang, eksekusinya kurang berhasil. Narasi masih kaku, banjir "aku", serta pemborosan kata lainnya.

Di awal-awal sebenarnya cukup enak, ngalir, meski penamaan tokoh agak kurang klop dengan setting. Tapi di tengah-tengah, alur mulai keteteran dan tidak konsisten. Beberapa adegan menurut saya terlalu dipaksakan.

Ending-nya sungguh di luar ekspektasi saya, agak kekanak-kanakan.

Overall, novel ini lumayan untuk teman mengisi waktu luang. Meski menurut saya agak aneh anak SMA membicarakan jodoh. Mungkin lebih baik jika tokoh-tokohnya usia kuliah.

Review Novel: Just be Mine


Judul           : Just be Mine

Penulis        : Pit Sansi

Penerbit      : Bentang Pustaka

Tebal            : 358 hlm

ISBN             : 978-602-430-148-4


BLURB:
Sebagai idola remaja yang namanya tengah naik daun di dunia hiburan, Rakha Arian yakin bisa dengan mudah mendapatkan cewek mana pun. Namun, siapa sangka Adela Kiva berani menolak dan membuat cowok itu malu di hadapan media.

Sejak peristiwa memalukan itu, Rakha bertekad untuk membalas perbuatan Adela. Ada dua skenario yang ia rencanakan. Pertama, ia akan membuat gadis itu jatuh cinta padanya, kemudian mencampakkannya di hadapan media. Kedua, membuat Adela kehilangan beasiswa hingga dikeluarkan dari sekolah. Atau, jika keduanya gagal, Rakha tak akan gentar menyusun rencana baru yang lebih kejam!


Alur Cerita:
“Kenapa juga gue harus suka sama lo?”_(hal 15)

Kalau boleh memilih, tentu Adela tidak ingin berurusan dengan makhluk bernama Rakha, yang menurutnya angkuh dan menyebalkan. Tapi entah inisiatif dari mana, tiba-tiba saja cowok itu mengakuinya sebagai pacar di depan para wartawan yang sedang mengklarifikasi alasan pindahnya ke sekolah baru.

Sebagai artis yang tengah berada di puncak popularitas, ditunjang tampilan fisik yang memang bikin cewek-cewek nelan ludah, Rakha memiliki banyak penggemar yang tergabung dalam "Arlov" (Arian Lovers). Anehnya, Adela malah tidak suka. Semua magnet pesona yang melekat di tubuh cowok itu seolah tak berfungsi baginya.

“Bagi Adela, tidak peduli setampan apa pun Rakha, sikap angkuh dan sombong cowok itu sudah meruntuhkan kekaguman fisik yang ada di kepalanya.”_(hal 13)

Rakha sangat malu setelah Adela terang-terangan menolak diakui sebagai pacar, bahkan tidak segan menepis rangkulan cowok itu dengan kasar sementara banyak kamera mengarah ke mereka. Yang terjadi selanjutnya sudah bisa dipastikan, gosip keduanya langsung memenuhi media pemberitaan infotainment.

Nama Rakha tercoreng, banyak PH yang membatalkan perjanjian kerjasama. Ia harus berhasil menaklukkan Adela dan memintanya mengklarifikasi ke media jika tidak ingin kariernya hancur. Berbagai rencana pun mulai terancang di benaknya. Ia hanya tidak tahu, menghadapi Adela tak semudah yang ia pikirkan.

Adela sendiri merasa hidupnya kacau sejak bertemu dengan cowok menyebalkan itu. Serta merta ia dinobatkan sebagai musuh para Arlov. Berbagai kesialan terus menghampiri. Namun, semakin ia menghindar, ada-ada saja yang membuatnya kembali harus berurusan dengan artis yang memiliki segudang penggemar itu.

Di tengah sikap judes serta sikap super strong demi menghindari kejaran Rakha, diam-diam hati Adela tengah tertawan di keabu-abuan masa silam. Ada kisah menggantung yang membuatnya betah merawat rindu, meski dibumbui kecemasan.

Sumpah, Adela ingin menjauh sejauh-jauhnya dari Rakha. Hidupnya semakin rumit sejak bertemu dengan cowok itu. Setelah Kehilangan pekerjaan karenanya, Adela memang cepat menemukan gantinya, tapi malah jadi guru les Raya, adik Rakha. Seharusnya Adela tidak menerima pekerjaan itu, tapi ia butuh penghasilan untuk membiayai sekolah Leo, adiknya.

Di awal-awal, aksi kucing-kucingan memang berhasil dimenangkan Adela, berkat bantuan Raya juga yang kompak menyembunyikan sosok guru les barunya itu. Tapi tidak selalu. Suatu hari Rakha pun tahu, bahwa cewek yang sedang ia buru demi meredam pemberitaan tentang dirinya yang telanjur merebak di media, malah ada di rumahnya. Sebenarnya bukan hanya itu yang membuat Adela mematung seketika saat itu, tapi kemunculan Kevan di saat bersamaan. Kok, bisa pacar LDR-nya itu ada di rumah Rakha?

Masalah baru berawal di malam reuni pengurus OSIS, ketika Adela mau-mau saja menuruti permintaan Kevan yang terbilang konyol. Benar saja, Adela bukannya berhasil membuktikan perasaannya yang masih sama kepada Kevan, melainkan mempermalukan diri sendiri dan memperkeruh polemik antara dirinya dan Rakha.

“"Lo?" Baik Adela maupun Rakha sama-sama terkejut luar biasa. Keduanya kompak saling menunjuk.”_(hal 107)

Pada akhirnya Adela menyadari satu hal, tentang guratan-guratan rindu yang memenuhi buku catatannya, jua pesan-pesan tak berbalas. Semua tentang Kevan, pacar LDR-nya. Ia mengambil keputusan yang mengawali persaingan terbuka antara cowok itu dan Rakha.

Sejak kejadian memalukan malam itu, Adela makin gesit menghindari Rakha. Bukan hanya untuk menghindari gosip, tapi mempertahankan harga diri. Rakha tidak tahu, betapa sulit semua ini untuk Adela.

Namun, keras kepala Adela sesekali diruntuhkan oleh satu hal, perasaan aneh yang tiba-tiba menyesaki dadanya tiap kali harus berurusan dengan Rakha.

“Tanpa sadar, sudut-sudut bibirnya terangkat hingga membentuk sebuah senyuman. Dadanya terasa menghangat. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang aneh di sana. Ia bisa merasakan detak jantungnya sendiri.”_(hal 205)

Berbekal tips-tips dari Wira, teman duduknya, Rakha terus mendekati Adela. Ia menjelma jadi sosok pejuang cinta yang rada gombal. Hehehe ....

Di tengah usaha dua cowok yang berjuang menenangkan hatinya, Adela punya masalah lain. Tiba-tiba saja ia merasa kehilangan adiknya--Leo--sejak kemunculan orang-orang yang seharusnya tak perlu ada di kehidupan mereka.

Bagaimana kelanjutannya? Segera miliki bukunya dan baca sendiri, ya! Hehehe ....

Review:
Dari awal baca novel ini saya langsung suka. Temanya cukup umum sebenarnya, tapi penulis piawai mengikat pembacanya. Saya cukup menikmati cara penulis memperkenalkan tokoh-tokohnya pelan-pelan, kita sebagai pembaca jadinya nggak kaget.

Saya betah mengikuti konflik hubungan Rakha dan Adela, rumit tapi ngangenin. Benang-benang merah digabungkan dengan halus tanpa perlu mengerutkan kening. Beberapa bagian malah sengaja dibikin acak dan begitu manis setelah disatukan.

Terlepas dari semua itu, saya merasa plot agak lambat di tengah-tengah, timpang sama awalan yang menggebu-gebu dan ngalir lancar. Bagian-bagian akhir beda lagi, menurut saya agak buru-buru dan terlalu banyak "kebetulan". Sama satu lagi, saya agak terganggu dengan kemunculan spesial part setelah kata "TAMAT". Bila masih di wattpad, mungkin ini sah-sah saja, tapi kalau sudah dalam versi cetak, menurut saya lebih baik tidak ada part tambahan setelah cerita dianggap selesai.

Secara keseluruhan, novel ini sangat layak dinikmati. Di tengah kerumitan hubungan tokoh utama, banyak pesan moral yang bisa kita ambil dari cerita ini. Tidak seperti novel teenlit pada umumnya, novel ini tidak melulu membahas cinta. Beberapa part menuju ending, cerita diperkuat oleh hubungan persaudaraan yang melibatkan peran batin. Saya sangat terkesan.

Untuk penyelesaian cerita cukup manis, benar-benar dituntaskan tanpa ada yang terlupakan dari sekian kerumitan.

Minggu, 10 September 2017

Review Novel: Gadis Pembungkam Dusta




Judul          : Gadis Pembungkam Dusta

Penulis        : Kusmia Az-Zahra

Penerbit      : Ujwart Media Publisher

Tebal          : 121 hlm

ISBN          : 978-602-60524-1-4

BLURB
Bagaimana mungkin seorang pria populer di kampus terseret kasus kriminal, terlebih menghilangkan nyawa saudaranya sendiri.
Faizal meronta dan menegaskan bahwa dia bukan pelakunya. Namun telinga dan kepercayaan mulai roboh, tak seorang pun yang ingin mendengar. Seorang ibu yang ia hormati, justru dialah yang menyeret putranya ke dalam sel, tanpa belas kasih. Hanya gadis berjilbab misterius yang selalu menundukkan pandangannya hingga tak tampak sosoknya, kini malah hadir dengan identitas baru.

Ya, dia bukan gadis biasa. Dia mampu menghipnotis dan mematahkan analisa penggugat dalam hitungan detik. Lantas, siapakah gadis itu?
_*_

Cerita ini berfokus pada kasus pembunuhan misterius yang melibatkan Faizal sebagai tersangka. Yang terbunuh adalah Faris, adiknya. Ia yang pertama kali menemukan mayat sang adik di ruang dapur rumah mereka, lalu disusul sang ibu, tepat ketika posisi Faizal memungkinkan tuduhan melayang padanya. Maka di sinilah awal musibah di hidup Faizal bermula.
Beruntung ia punya teman baru seperti Khadijah, gadis yang siap membantunya untuk mengungkap kebenaran. Khadijah adalah mahasiswi baru yang dikenalnya semasa ospek. Kebetulan ia tergabung dalam panitia kala itu. Saya suka sosok Khadijah yang misterius dan memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Di tengah rumitnya masalah yang menimpa Faizal, terkuak fakta baru yang membuatnya semakin tak keruan. Ia mulai frustrasi. Masalah seolah menarik masalah lainnya. Di dalam sel, ia bertemu orang-orang yang menyadarkannya banyak hal. Diam-diam saya turut mengambil banyak pelajaran dari konflik cerita ini.

“Kalau pun aku membusuk dalam penjara itu, hanya ragaku, kebenaran akan tetap hidup. Jika aku dihukum mati, itu hanya ragaku, kebenaran tidak akan mati.” (hal 85)

Secara gagasan novel ini kuat. Meski bukan sesuatu yang baru, saya suka idenya. Cara Khadijah mengungkap kasus pembunuhan itu cukup membuat saya terkesan. Sayangnya tidak ditunjang dengan hal lainnya. Penulis seakan mengabaikan tanda baca, bahkan ada penulisan nama yang tidak diawalai kapital. Ini cukup fatal menurut saya. Cara bertuturnya juga masih kaku, banyak pengulangan kata yang tidak perlu. Dan yang paling saya soroti, terlalu banyak opening yang menampilkan kalimat ini, “angin menerbangkan daun kering”. Setiap penulis punya cara penyampaian tersendiri, tapi menurut saya kurang masuk dengan susunan kalimat selanjutnya.
Tapi terlepas dari catatan di atas, saya salut keberanian penulis menyuarakan hukum, membuat cerita ini berbobot.

“Begitulah, Nak, negara ini seperti monopoli. Siapa yang banyak uang, maka dia yang bebas hukuman dan berhak mengocok dadu lagi. Atau bisa saya katakan hukum ini mirip jarum, semakin ke bawah maka semakin tajam. Maksudnya, semakin hukuman itu dijatuhkan pada rakyat bawah, maka hukumannya semakin tajam juga.” (hal 69-70)

Meski menurut saya masih bisa dieksplor, suasana persidangan Faizal beserta dua tersangka lainnya cukup menegangkan. Penulis menggiring kita ikut menduga-duga pelaku sebenarnya. Dan pada akhirnya kebenaran selalu menang, meski sempat tertatih-tatih. Dari alasan pelaku melakukan pembunuhan itu, lagi-lagi kita bisa mengambil pelajaran.

Berdoalah kepada-Ku, maka Aku akan mengirimkan bantuan seribu kekuatan malaikat kepadamu. (hal 115)