Judul : Gadis Pembungkam Dusta
Penulis : Kusmia Az-Zahra
Penerbit : Ujwart Media Publisher
Tebal : 121 hlm
ISBN : 978-602-60524-1-4
BLURB
Bagaimana mungkin
seorang pria populer di kampus terseret kasus kriminal, terlebih menghilangkan
nyawa saudaranya sendiri.
Faizal meronta dan
menegaskan bahwa dia bukan pelakunya. Namun telinga dan kepercayaan mulai roboh,
tak seorang pun yang ingin mendengar. Seorang ibu yang ia hormati, justru
dialah yang menyeret putranya ke dalam sel, tanpa belas kasih. Hanya gadis
berjilbab misterius yang selalu menundukkan pandangannya hingga tak tampak
sosoknya, kini malah hadir dengan identitas baru.
Ya, dia bukan gadis
biasa. Dia mampu menghipnotis dan mematahkan analisa penggugat dalam hitungan
detik. Lantas, siapakah gadis itu?
_*_
Cerita ini
berfokus pada kasus pembunuhan misterius yang melibatkan Faizal sebagai
tersangka. Yang terbunuh adalah Faris, adiknya. Ia yang pertama kali menemukan
mayat sang adik di ruang dapur rumah mereka, lalu disusul sang ibu, tepat
ketika posisi Faizal memungkinkan tuduhan melayang padanya. Maka di sinilah
awal musibah di hidup Faizal bermula.
Beruntung ia
punya teman baru seperti Khadijah, gadis yang siap membantunya untuk mengungkap
kebenaran. Khadijah adalah mahasiswi baru yang dikenalnya semasa ospek. Kebetulan
ia tergabung dalam panitia kala itu. Saya suka sosok Khadijah yang misterius
dan memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Di tengah
rumitnya masalah yang menimpa Faizal, terkuak fakta baru yang membuatnya
semakin tak keruan. Ia mulai frustrasi. Masalah seolah menarik masalah lainnya.
Di dalam sel, ia bertemu orang-orang yang menyadarkannya banyak hal. Diam-diam
saya turut mengambil banyak pelajaran dari konflik cerita ini.
“Kalau pun aku membusuk dalam penjara itu,
hanya ragaku, kebenaran akan tetap hidup. Jika aku dihukum mati, itu hanya
ragaku, kebenaran tidak akan mati.” (hal 85)
Secara gagasan
novel ini kuat. Meski bukan sesuatu yang baru, saya suka idenya. Cara Khadijah
mengungkap kasus pembunuhan itu cukup membuat saya terkesan. Sayangnya tidak
ditunjang dengan hal lainnya. Penulis seakan mengabaikan tanda baca, bahkan ada
penulisan nama yang tidak diawalai kapital. Ini cukup fatal menurut saya. Cara bertuturnya
juga masih kaku, banyak pengulangan kata yang tidak perlu. Dan yang paling saya
soroti, terlalu banyak opening yang menampilkan kalimat ini, “angin menerbangkan daun kering”. Setiap
penulis punya cara penyampaian tersendiri, tapi menurut saya kurang masuk
dengan susunan kalimat selanjutnya.
Tapi terlepas
dari catatan di atas, saya salut keberanian penulis menyuarakan hukum, membuat
cerita ini berbobot.
“Begitulah, Nak, negara ini seperti
monopoli. Siapa yang banyak uang, maka dia yang bebas hukuman dan berhak
mengocok dadu lagi. Atau bisa saya katakan hukum ini mirip jarum, semakin ke
bawah maka semakin tajam. Maksudnya, semakin hukuman itu dijatuhkan pada rakyat
bawah, maka hukumannya semakin tajam juga.” (hal 69-70)
Meski menurut
saya masih bisa dieksplor, suasana persidangan Faizal beserta dua tersangka
lainnya cukup menegangkan. Penulis menggiring kita ikut menduga-duga pelaku
sebenarnya. Dan pada akhirnya kebenaran selalu menang, meski sempat
tertatih-tatih. Dari alasan pelaku melakukan pembunuhan itu, lagi-lagi kita
bisa mengambil pelajaran.
Berdoalah kepada-Ku, maka Aku akan
mengirimkan bantuan seribu kekuatan malaikat kepadamu. (hal 115)
Head photo nya cerah-cerah ,, jadi senang lihatnya :D
BalasHapusMampir ya ke blog ku theboochconsultant.blogspot.co.id/
Makasih dah mampir
HapusMakasih dah mampir
Hapus