Minggu, 17 September 2017

Review Novel: Istri Cadangan



Judul           : Istri Cadangan

Penulis        : Mounalizza

Penerbit      : Elex Media Komputindo

Tebal            : 315 hlm

ISBN             : 978-602-04-3641-8

Blurb:
Ibra mencintai Marisa, tetapi Marisa lebih mencintai karier yang belum bisa dia raih sempurna. Sementara Rahma tak peduli arti cinta, belum mengerti lebih tepatnya. Ketiganya terlibat dalam perjanjian sensitif yang bisa saja melukai hati masing-masing. Dan sekali lagi, ketiganya memiliki alasan berbeda untuk menjalankannya. Seakan rasa tak terlalu penting untuk diperhatikan.

Ketika tantangan menjadi tanggung jawab berat di hati. Maka hati dengan mudah dipermainkan oleh sebuah janji. Apalagi jika janji tak bisa ditepati seperti awal. Akibatnya, awal rasa baru tumbuh menjadi sebuah perasaan terlarang. Akhirnya yang terlarang dipatahkan oleh sebuah rasa yang tak terkalahkan. Dialah cinta, karena cinta semua bisa menjadi mudah. Atas nama pernikahan semua bisa menjadi indah.

Sanggupkah Marisa memberikan tantangan ini? Sanggupkah Rahma memikul tanggung jawab sementara itu? Dan apakah Ibra juga sanggup memenuhi janjinya untuk sebuah kebahagiaan? Tak terlena karena seorang cadangan?

_*_

Alur Cerita:
“Tapi satu hal permintaannya yang harus kita turuti. Dia mau ... kamu juga menikahinya sebagai istri keduamu.”_(hal 33)

Ibra terbelalak kaget dengan persyaratan yang diajukan Marrisa. Demi apa ia harus punya istri kedua? Ia sadar, ia sangat mencintai Marrisa, cinta sejatinya. Tapi apa yang terancang dalam benak perempuan itu sungguh membuatnya tak habis pikir. Mau tak mau ia harus setuju, mengingat tuntutan dari orang tuanya untuk segera menikah dan memberikannya cucu. Dan lagi, ia tak ingin kehilangan kesempatan menikahi perempuan yang sangat dicintainya.

Marrisa bukan tanpa alasan merancang kegilaan ini. Ia hanya butuh kebebasan berkarier yang dijanjikan Ibra, yang belum tentu ia dapatkan jika menikah dengan lelaki lain, terlebih lelaki pilihan orang tuanya. Maka pada pertemuan tak sengaja ketika melaksanakan pekerjaan di Bali, akhirnya ia memilih Rahma, perempuan sederhana yang kebetulan sepupunya, untuk menjadi istri kedua Ibra.

Awalnya, tentu saja Rahma menolak. Ia yang belum pernah pacaran, tiba-tiba ditawari mengandung dan melahirkan anak untuk orang lain? Gila. Tapi Marrisa menjanjikan sejumlah uang yang dirasa Rahma cukup untuk suatu tujuan.

Pada akhirnya perjanjian kerjasama tak lazim itu pun diatur dan benar-benar berjalan sebagaimana mestinya. Maka di sinilah Rahma, tinggal serumah dengan Ibra. Sedang Marrisa kembali sibuk mengejar karier di dunia modelling.

Lelaki dan perempuan dewasa hidup seatap, dan mereka pasangan yang sah. Bisakah hari-hari yang dilalui tak perlu melibatkan perasaan?

Ibra hanya perlu menuntaskan tugasnya, menyentuh Rahma hingga hamil. Dan Rahma cukup menjalani perannya sebagai cadangan. Sayang, hati terlalu jujur hingga tak bisa sepicik otak mereka.

Perhatian Ibra meluluhkan Rahma, sedang sikap menggemaskan Rahma membuat Ibra rindu. Keduanya sama-sama menjalani tugas sesuai yang tertulis dalam perjanjian, sama sekali tak ada niatan menggoda. Tapi sesuatu yang tumbuh di hati keduanya tak mampu dielakkan.

Peran yang dijalankan Rahma adalah impian Ibra selama ini, wujud rumah tangga yang sesungguhnya.

“Rahma merapikan kerah baju dan jas Ibra. Rahma melakoni tugas istri sepertinya. Ibra menatap tingkah Rahma tanpa penolakan.”_(hal 78)

Pada akhirnya Ibra harus mengakui, ia jatuh cinta pada istri cadangan yang tengah mengandung putranya. Bahkan, ia mulai memiliki rasa khawatir serta cemburu yang berlebihan.

“Apa yang harus kulakukan? Marrisa, kenapa kamu semakin menjauh di hatiku? Rahma, kenapa kamu semakin mendekat?”_(hal 163)

Bayi mungil yang sejak awal terencanakan atas dasar perjanjian aneh, akhirnya memperdengarkan tangisan pertamanya. Tangisan yang membuat hati Ibra bergetar haru. Rahma menatapnya penuh cinta.

Ibra mulai merasa bersalah jika harus memisahkan dua manusia yang sewajarnya hidup bersama. Sedang Rahma, jangan ditanya. Ia begitu sesak setiap kali memikirkan perjanjian, bahwa ia harus segera meninggalkan Satria. Ya, Rahma menamai anak mereka, Satria. Katanya, agar kuat melawan dunia.

Suatu hari Marrisa muncul, setelah hilang bak ditelan bumi. Sungguh, Ibra tak menginginkannya lagi. Ironisnya, Rahma pergi tanpa pamit, mengakhiri sepihak perjanjiannya.

Harus seperti apa Ibra selanjutnya? Membiarkan Marrisa memasuki hari-harinya lagi? Membiarkan Rahma yang entah ke mana? Kalau mau tahu, segera miliki bukunya dan baca sendiri, ya! Hehehe ....

_*_

Review:
Perjumpaan pertama dengan novel ini, suka sama kovernya. Sederhana, ilustrasinya ngepas banget sama tema cerita. Warnanya menenangkan, meski tidak dengan isinya yang justru bikin terbelalak. Hehehe ....

Baru baca prolognya aja saya langsung dibikin melongo, benar-benar nggak habis pikir isi kepala tokoh-tokohnya. Menurut saya ini salah satu poin plus, penulis berhasil memancing emosi pembaca sejak awal. Terlebih diimbangi dengan susunan kalimat yang manis dan kadang bikin senyum-senyum sendiri.

Alur tersusun rapi, dengan selipan-selipan kejutan yang bikin gereget. Yang saya tangkap, penulis pandai mengangkat konflik baru yang seringkali berujung kecohan belaka. Saya sebagai pembaca berhasil merasa dipermainkan (dalam artian bagus). Menurut saya gaya bercerita seperti ini sebaiknya dipertahankan sebagai identitas penulis untuk karya-karya selanjutnya. Sudah khas soalnya.

Yang paling saya suka dari novel ini adalah interaksi Ibra dan Rahma. Konyol dan bikin gemes. Karakter mereka berdua benar-benar hidup. Saya cukup terhibur dengan unsur-unsur humoris yang coba dihadirkan penulis. Meski tak begitu mendominasi.

Saya suka dengan totalitas penulis menyampaikan ceritanya. Mungkin karena adegan-adegannya umum di keseharian, jadinya gampang banget tergambar di kepala. Saat Ibra memeluk anaknya, saya seolah menyaksikannya langsung. Bahkan saat ia mencium anaknya, saya seolah ikut menghirup wangi minyak bayi di sana.

Menurut saya cacat novel ini hanya ada di bagian-bagian akhir menuju penyelesaian konflik. Di sana terasa sangat lambat, bahkan penulis terkesan mengulur waktu, sedang ending cerita sudah bisa ditebak. Sama satu lagi, di awal terlalu banyak bahasa batin, agak mengganggu saya menikmati isi cerita. Mungkin balik lagi soal selera.

Overall, novel ini cocok banget untuk calon-calon, maupun yang sudah jadi istri di luar sana. Banyak tersirat pelajaran penting untuk kelangsungan rumah tangga. Eits, untuk kaum Adam baca juga, biar gak melakukan kesalahan seperti Ibra.

3 komentar:

  1. Aku udah baca novel ini juga kak. Aku suka sama karakter si Rahma.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudah mampir dan meninggalkan jejak. 😀😀

      Hapus
    2. Makasih sudah mampir dan meninggalkan jejak. 😀😀

      Hapus