Senin, 08 Januari 2024

Rahasia Idola (Bab 9)

 


Ketika Gilang mengajaknya ke pesta ulang tahun temannya tiga hari yang lalu, Alea langsung menolak. Yang ada di pikirannya gaun, ia sama sekali tidak memilikinya. Bukannya Alea tidak pernah sekali pun ke pesta ulang tahun, tapi kali ini diadakan di ballroom gedung mewah yang juga sering digunakan para selebritis tanah air untuk perayaan hari khusus. Alea langsung membayangkan isi lemari pakaiannya, dan sepertinya memang tidak ada yang cocok untuk acara semi formal semacam itu.

Gilang tentu saja tidak mengaminkan penolakan Alea. Ia bersekutu dengan Rahma untuk mengunjungi butik ternama dan memilihkan gaun yang cocok untuk Alea. Kalau bukan Gilang, belum tentu Rahma mau-mau saja diajak kerjasama. Tapi demi Gilang, cowok tampan yang dikenalnya sangat sopan. Lagian, sepertinya memang sudah waktunya memberi sedikit warna berbeda di kehidupan Alea, jangan hanya bergelut dengan rutinitas sekolah dan tumpukan novel yang menanti giliran untuk dibaca dan difoto tentunya.

Rahma paling tahu gaun yang pas buat Alea. Tapi ia harus mempertimbangkan harga. Ini butik ternama, salah pilih urusannya sama uang bulanan. Setelah menyadari kebingungan Tante Rahma, Gilang menjelaskan hal yang mungkin luput di awal, bahwa ia yang akan membayar gaun mana pun yang dipilih nantinya. Ia memang sudah lama berencana memberikan sesuatu untuk Alea. Sekarang waktu yang tepat. Selain sebagai bingkisan, juga untuk mematikan alasan penolakan Alea.

Maka di sinilah Alea, di depan cermin berukuran setengah badan di dalam kamarnya. Gaun putih gading pilihan Gilang dan Mama pas membalut tubuh mungilnya. Ada pita hitam selebar dua jari yang melingkar di pinggang, membuat bentuk tubuhnya semakin anggun. Riasan ala Mama membuatnya tampil natural. Rambut lurus sepunggung dibiarkan terurai, hanya diberi jepitan kupu-kupu sebagai pemanis di sisi kiri.

Alea memeriksa jam pintar di layar ponselnya, pukul tujuh kurang seperempat. Sebentar lagi Gilang akan datang menjemputnya, tapi ia masih sedikit ragu untuk benar-benar menemani cowok itu malam ini. Dari awal Gilang memang tidak segan mengajukan berbagai permintaan. Yang aneh, usaha penolakannya semakin payah akhir-akhir ini. Terutama malam ini. Hari ini akan tercatat dalam sejarah hidupnya: pertama kali menemani cowok ke pesta.

"Udah cantik, kok. Dari tadi ngaca mulu." Rahma berdiri di ambang pintu, baru saja menyela lamunan Alea. "Gilang udah datang, tuh!" imbuhnya sambil memainkan alis untuk menggoda putrinya yang tampil bak ratu malam ini.

Deg!

Kenapa Alea mendadak gugup? Mentang-mentang pakai gaun mahal?

Digandeng Mama, Alea melangkah keluar kamar untuk menemui Gilang yang sudah menunggu tidak sabaran di ruang tamu.

***

Saat Alea muncul di ruang tamu tadi bersama Tante Rahma, Gilang tersihir. Alea benar-benar beda dengan yang dilihatnya sehari-hari. Sekarang, fokus Gilang ke jalanan yang lumayan padat agak terganggu karena rasanya sangat sayang melewatkan pemandangan indah di sampingnya barang sedetik.

"Kok, diam aja?" Gilang mencoba memecah hening.

Sadar terus diperhatikan Gilang, Alea tidak banyak gerak. Sesekali membuang pandangan keluar, sesekali pura-pura sibuk dengan ponselnya. Alea berusaha meyakinkan diri, tidak ada sesuatu yang harus membuatnya gugup. Ia sebatas menemani teman cowok ke pesta, tidak lebih. Samakan saja saat berpasangan dengan Delon ke pesta ulang tahun Ratih, atau teman lainnya.

Mereka tiba di lokasi acara. Alea menarik napas lega tahap pertama. Setidaknya kekakuan di dalam mobil sudah berakhir. Juga malam ini, segera berakhir. Dipercepat saja kalau bisa.

Alea melingkarkan tangan di lengan Gilang. Mereka melangkah pelan memasuki ruangan. Kata Gilang, yang berulang tahun adalah teman dari sekolah lamanya. Alea memastikan tidak akan menjumpai kenalan di pesta ini.

Begitu masuk ruangan, mereka disambut serombongan cowok-cowok yang langsung ber-high five dengan Gilang. Teman se-geng sepertinya.

Semuanya menatap kagum ke arah Alea ketika Gilang mengenalkannya. Setelah menjabat tangan mereka satu per satu, sepertinya Alea butuh ke kamar kecil. Entah ingin buang air atau sekadar memastikan, ia benar-benar pantas berpenampilan seperti ini.

"Gue ke toilet dulu, ya!" Alunan musik pop dari sound system berkualitas prima, ditambah gemuruh tawa para undangan, mengharuskan Alea berjingkat demi mendekatkan mulutnya ke telinga Gilang saat berucap tadi.

Gilang mengangguk mengiyakan.

"Gue tunggu lo di sini!" katanya saat Alea melerai lingkaran tangannya di lengannya.

***

"Sori, agak lama." Alea mendapati Gilang tidak lagi bersama cowok-cowok tadi. Sekarang hanya ada tiga orang cewek. Mereka tertawa-tawa, tampak sangat akrab. Alea langsung mengenali yang di tengah, meski dalam balutan gaun dan riasan yang super glamor. Cewek yang pernah hampir melabraknya, Aira.

Seandainya cewek itu tidak pernah cari masalah dengannya, Alea akan memuji sepenuh hati kecantikannya, nyaris tanpa cela. Gilang memang belum cerita banyak soal Aira, tapi kalau benar cewek ini mengejar-ngejar cintanya, entah apa yang membuat Gilang menghindar. Menurut Alea, Aira terlalu sempurna untuk ditolak. Ia semakin tidak percaya diri.

Fakta bahwa Gilang tega mengabaikan cewek secantik Aira, membuat Alea kembali meragukan pernyataan cinta Gilang beberapa hari yang lalu. Ah, sejujurnya Alea memang terlalu takut membenarkan kalimat absurd di ruang perpustakaan itu.

"Oh, ada tamu tak diundang rupanya," celetuk Aira saat menyadari kehadiran Alea. Ia bersedekap sambil melayangkan tatapan sinis.

Seketika Alea merasakan pijakannya goyah. Ia butuh pegangan, apa pun, asal jangan lengan Gilang. Ini murni salahnya. Seharusnya ia memang tidak perlu datang ke pesta ini, sekeras apa pun Gilang membujuknya. Tapi sekali lagi, ia mulai payah menolak apa-apa permintaan cowok jangkung berkulit putih itu.

"Maksud lo apa?" Menyadari perubahan mimik Alea, Gilang merangkulnya. "Dia datang sama gue."

"Kita udah kenal lama, Lang, sementara sama dia? Dan malam ini, di pesta gue, lo terang-terangan lebih bela dia?" Rasa tidak terima spontan meninggikan suara Aira.

"Ini beda soal, Ra. Lo udah nggak sopan sama tamu lo." Gilang berusaha meredam emosinya.

"Dia bukan tamu gue!" timpal Aira.

"Berarti gue juga bukan tamu lo." Ucapan Gilang seolah membekap Aira yang kini hanya bisa melayangkan tatapan tidak percaya. Selaput bening perlahan-lahan bergoyang di tepian matanya. Bagaimana mungkin posisinya sebagai satu-satunya cewek yang selalu ada di sisi Gilang, begitu mudahnya digantikan oleh Alea?

Sambil tetap merangkul Alea yang berusaha terlihat baik-baik saja, Gilang berbalik, membawanya pergi dari pesta itu. Gilang merasa bersalah. Seharusnya ia tahu kondisinya akan seperti ini.

"GILANG ....!" Teriakan Aira mengundang semua perhatian ke arahnya.

Gilang terus melangkah, mengeratkan rangkulannya di pundak Alea tanpa menoleh sedikit pun.

Setibanya di pintu, serombongan cowok menghadang langkah mereka. Cowok berambut cepak yang berada paling depan berkacak pinggang sambil terus mengunyah sesuatu di mulutnya. Tatapannya meremehkan. Bikin muak.

Gilang tentu saja menegenal mereka, Vino beserta pengikut-pengikutnya. Sebenarnya Gilang tidak pernah bermasalah dengan geng perusuh ini, sebelum Aira mulai mendekatinya. Sudah menjadi rahasia umum, Vino sangat terobsesi memacari model secantik Aira. Sayang, Aira telanjur jatuh dalam pesona Gilang.

"Minggir lo!" bentak Gilang.

"Mentang-mentang udah pindah sekolah, sekarang lo berani sama gue?" Vino maju dua langkah. "Setelah lo angkat kaki dari sekolah kita, gue pikir semuanya akan membaik. Tapi lihat sekarang, lo masih aja nyakitin Aira."

"Gue nggak pernah nyakitin dia."

"Terus, maksud lo apa ngajakin cewek gaje ini ke sini?" Vino melirik Alea yang sedari tadi menunduk.

"Jaga mulut lo!" Gilang melepas rangkulannya di pundak Alea, beralih mencengkram kerah blazer Vino. Emosinya tersulut.

Pengikut-pengikut Vino bergabung di tengah ketegangan itu. Satu dua pukulan langsung bersarang di rahang Gilang. Seketika situasi di depan pintu ballroom itu kacau tak terkendalikan. Seisi ruangan langsung mengerumuni lokasi pertarungan. Alea yang panik hanya bisa teriak minta tolong—entah pada siapa.

Sadar dirinya dikeroyok, Gilang yang berada di tengah-tengah berusaha melawan, meski sudah roboh berkali-kali.

Untung pihak keamanan gedung yang dibantu beberapa orang tamu undangan cepat-cepat melerai perkelahian itu.

Vino dan pengikut-pengikutnya diamankan, menyisakan Gilang yang terkapar di lantai. Alea merangsek memeriksa kondisinya.

"Lo nggak apa-apa?" Air mata Alea berderai.

Gilang masih sempat tersenyum, meski bekas pukulan yang entah di mana saja berdenyut perih.

Alea membantunya berdiri. Air mata Alea semakin deras setelah melihat darah segar mengalir di sudut bibir Gilang, juga lebam di bawah mata kirinya.

"Jangan cengeng gitu, dong. Gue nggak apa-apa, kok. Gue nggak akan mati hanya karena dikeronyok kayak tadi." Gilang menyeka air mata di pipi Alea dengan ujung jemarinya.

Detik selanjutnya, Alea memeluk Gilang sangat erat. Entah kenapa, keinginan untuk melakukannya timbul begitu saja.

Seketika rasa sakit bekas pukulan di sekujur tubuh Gilang menguap entah ke mana. Hatinya begitu damai sekarang. Ia membalas pelukan Alea, mengelus rambutnya perlahan. Aroma tubuh cewek itu sungguh memabukkan Gilang.

"Bisakah gue artikan pelukan ini sebagai jawaban? Lo mau nerima gue?" Gilang berucap sambil meletakkan dagunya di puncak kepala Alea.

Alea buru-buru melepas pelukannya.

***

[Bersambung]

Klik link di bawah untuk baca lanjutannya;

KBM

KARYAKARSA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar