Sabtu, 13 Januari 2024

Benih Terlarang (Prolog)

 


Kau boleh tak mencintaiku, tapi kau tak akan sanggup menghalangiku mencintaimu. Cinta membabi buta yang pada akhirnya mengajarkanku banyak hal, membuatku mengenal sisi ketulusan.

Sakit tak selalu pada luka yang berdarah. Sakit yang tak pernah kau bayangkan bisa jadi bersemayam pada raga yang tampak baik-baik saja. Ini tentang hati yang merapuh oleh kenangan. Senyum palsu serta tatapan pura-pura tegar yang setia menemani. Kau harus bangun di pagi hari dengan napas baru, memastikan dadamu cukup tangguh untuk menampung gemuruh yang merangsek dari segala arah. Lalu menikmatinya sendiri.

Aku menyukai bagaimana pun wajah hari. Sebab Tuhan melukiskannya dengan tujuan masing-masing. Meski aku memiliki rasa suka berlebih terhadap kabut. Entahlah. Aku menyukai cuaca yang justru tak disenangi banyak orang. Menurut mereka, kabut selalu mengutus hawa dingin berlebih serta membatasi pandangan. Ada sisi lain dalam kabut yang kusuka, kuuraikan dengan caraku sendiri. Bagiku, kabut mengandung jutaan partikel warna yang memancar dari rasa kecewa, kehilangan, pengkhianatan, dan apa pun yang membawa diri bertemankan pilu. Meskipun semuanya bernada sendu, justru di situlah letak alasanku menyukainya. Tuhan mengutus kabut untuk menutupi semua luka di muka bumi. Termasuk lukaku. Luka abadi yang tak ditakdirkan berjodoh dengan penawar mana pun. Meski hanya sesaat dan akan kembali berdarah ketika kabut berlalu tersapu mentari.

Aku bukan manusia super yang kebal luka dan betah menyimpannya dalam diam. Aku pun tak pernah memilih untuk ada di jalan ini. Aku hanya bertahan agar tak banyak luka yang bermekaran. Meski dengan begini, aku akan mati perlahan-lahan.

***




Klik link di bawah untuk baca lanjutannya;

KBM

KARYAKARSA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar