Minggu, 21 Agustus 2016

Review: Alona Ingin Menjadi Serangga







Judul                                       : Alona Ingin Menjadi Serangga



Pengarang                               : Mashdar Zainal



Penerbit                                  : UNSA Press



Tebal                                       : 145 hlm



ISBN                                      : 978-602-71176-5-5



Dunia pikiran anak-anak adalah daratan penuh kabut yang cukup mengasyikkan untuk ditelusuri, ditebak-tebak, atau diterka-terka.



            Jujur, aku beli buku ini sebagai bahan pelajaran untuk menembus benteng pertahanan lomba cerpil UNSA 2016 yang sekarang tinggal menyisakan 4 bangku kosong. Makanya, aku tak menyangka akan se-jatuh cinta ini pada buku bersampul hitam ini.

            Membacanya ... ada rasa yang sulit diungkapkan. Antara kita kembali jadi anak kecil, atau tetiba ada kekuatan supranatural yang membawa kita menembus kepala mereka dan menilik isinya.

            Di Cerpen pertama, sebuah pertanyaan langsung membatik di benakku, "Kok bisa sebagus ini, ya?" pas tengok bagian akhirnya, disuguhkan riwayat cerita, isi buku ini 99% pernah tayang di media, "PANTAS"

            Dari 14 cerpen yang disajikan dengan mewah, alhasil, ada beberapa cerpen yang membuatku takjub hingga membacanya berkali-kali.


1.      ALONA INGIN MENJADI SERANGGA

Aku tertegun ketika Alona membayangkan dirinya bisa menjadi serangga dan terbang ke mana saja. Dan bagaimana ia berpikir bahwa serangga tidak butuh selimut jika kedinginan, karena mereka punya sepasang sayap yang akan menghangatkan tubuh mereka jika dikatupkan.


2.      LARON
Percakapan antara tokoh 'aku' dan si Laron, benar-benar menampar(ku) pembaca.


3.      DEKAPAN SUNYI AYAH

Alasan suka sama cerpen ini mungkin lebih ke pribadi. Di setiap rangkaian kalimatnya, mengalirkan sesuatu di kepalaku, rindu untuk ayah.


4.      HIKAYAT SEBATANG POHON ASAM

Cerpen ini menegaskan, betapa berharganya sebuah kenangan. Sudah sewajarnya jika kita memeliharanya. Mungkin karena alasan itu, penulis menyebutkan julukan baru dalam cerpen ini, 'pemelihara kenangan'. Setelah menandaskan cerpen ini, aku tetiba termenung sejenak, "kenangan mana yang harus kujaga?"


5.      EUFONI SAMAWI

Di Cerpen ini, aku menemukan keajaiban. Entah bagaimana cara penulis membuatku turut terhanyut bersama tokoh 'aku' ketika gadis kecil penjual tahu itu menyanyikan sepenggal lagu kasidah. Sungguh, luar biasa! Di sini, aku juga menemukan hal baru. Jika selama ini yang kita dengar 'ada pelangi di matamu', maka di sini penulis malah menggambarkan 'ada kupu-kupu di mata gadis kecil itu'.



            Di buku setebal 145 hal ini, aku hanya menemukan dua kata yang typo, yaitu pada hal 75 dan 96. namun, itu sama sekali tidak mengganggu kenyamananku hingga menandaskannya.

Terima kasih atas karyanya, Bang!

Sukses selalu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar