Judul :
Alona Ingin Menjadi Serangga
Pengarang : Mashdar
Zainal
Penerbit : UNSA Press
Tebal :
145 hlm
ISBN :
978-602-71176-5-5
Dunia pikiran anak-anak adalah daratan
penuh kabut yang cukup mengasyikkan untuk ditelusuri, ditebak-tebak, atau diterka-terka.
Jujur, aku beli buku ini sebagai
bahan pelajaran untuk menembus benteng pertahanan lomba cerpil UNSA 2016 yang sekarang tinggal menyisakan 4 bangku kosong.
Makanya, aku tak menyangka akan se-jatuh cinta ini pada buku bersampul hitam
ini.
Membacanya ... ada rasa yang sulit
diungkapkan. Antara kita kembali jadi anak kecil, atau tetiba ada kekuatan
supranatural yang membawa kita menembus kepala mereka dan menilik isinya.
Di Cerpen pertama, sebuah pertanyaan
langsung membatik di benakku, "Kok bisa sebagus ini, ya?" pas tengok
bagian akhirnya, disuguhkan riwayat cerita, isi buku ini 99% pernah tayang di media, "PANTAS"
Dari 14 cerpen yang disajikan dengan
mewah, alhasil, ada beberapa cerpen yang membuatku takjub hingga membacanya
berkali-kali.
1.
ALONA INGIN MENJADI SERANGGA
Aku
tertegun ketika Alona membayangkan dirinya bisa menjadi serangga dan terbang ke
mana saja. Dan bagaimana ia berpikir bahwa serangga tidak butuh selimut jika
kedinginan, karena mereka punya sepasang sayap yang akan menghangatkan tubuh
mereka jika dikatupkan.
2.
LARON
Percakapan antara tokoh 'aku' dan si Laron, benar-benar menampar(ku) pembaca.
Percakapan antara tokoh 'aku' dan si Laron, benar-benar menampar(ku) pembaca.
3.
DEKAPAN SUNYI AYAH
Alasan
suka sama cerpen ini mungkin lebih ke pribadi. Di setiap rangkaian kalimatnya,
mengalirkan sesuatu di kepalaku, rindu untuk ayah.
4.
HIKAYAT SEBATANG POHON ASAM
Cerpen
ini menegaskan, betapa berharganya sebuah kenangan. Sudah sewajarnya jika kita
memeliharanya. Mungkin karena alasan itu, penulis menyebutkan julukan baru
dalam cerpen ini, 'pemelihara kenangan'. Setelah menandaskan cerpen ini, aku
tetiba termenung sejenak, "kenangan mana yang harus kujaga?"
5.
EUFONI SAMAWI
Di
Cerpen ini, aku menemukan keajaiban. Entah bagaimana cara penulis membuatku
turut terhanyut bersama tokoh 'aku' ketika gadis kecil penjual tahu itu
menyanyikan sepenggal lagu kasidah. Sungguh, luar biasa! Di sini, aku juga
menemukan hal baru. Jika selama ini yang kita dengar 'ada pelangi di matamu',
maka di sini penulis malah menggambarkan 'ada kupu-kupu di mata gadis kecil
itu'.
Di buku setebal 145 hal ini, aku
hanya menemukan dua kata yang typo, yaitu pada hal 75 dan 96. namun, itu sama
sekali tidak mengganggu kenyamananku hingga menandaskannya.
Terima kasih atas
karyanya, Bang!
Sukses selalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar