Sabtu, 20 Agustus 2016

Cermin: Gerhana Cinta



            09 Maret 2016.

            Gerhana matahari total diperkirakan terjadi pukul 06:20 WIB, tapi aku sudah berada di jembatan Ampera sejak pukul 05:55 WIB. Ternyata, jembatan yang menjadi ikon kota Palembang itu, sudah sesak ketika aku tiba. Gelak tawa serta rasa tak sabar, kulalui dengan suka cita bersama sahabat-sahabatku. Dan waktu yang dinantikan selama beberapa pekan terakhir, tiba juga. Pagi yang tadinya cerah, mendadak kelabu, remang. Aku lekas memakai kacamata berfilter khusus yang kupersiapkan jauh-jauh hari.

            Aku merinding, takjub. Perlahan-lahan tubuh matahari masuk ke dalam siluet hitam. Aku terharu, ketika sadar, tidak semua orang seberuntung aku. Tapi, Entah kekuatan apa yang kemudian mengalihkan pandanganku dari titik yang menjadi perhatian semua orang itu? Tiba-tiba saja, aku melihat dia, seseorang yang menjadi bingkai sebuah harapan dalam hatiku selama ini. Seseorang yang tak pernah lupa kusebut namanya di akhir sujudku. Dan seseorang yang mampu membuatku bertahan dalam kesendirian selama ini. Angin mamiri di Pantai Losari kala itu, menjadi saksi bisu ketika ia mengikrarkan janji setianya di akhir kalimat pamitnya. Ia harus menuruti keinginan orangtuanya yang akan menyekolahkannya ke luar negeri. Dan pelet apa yang ia sematkan dalam janji setianya itu? Kenapa aku rela membiarkan waktuku hanya bertemankan bayangannya selama ini? Aku tak pernah letih mengukir cerita penantian, tak pernah terlintas di benakku, ia akan mangkir dari janji itu. Kata tolol yang mereka lemparkan, tak menggoyahkan setia yang kugenggam. Aku hanya menyakini kalimat yang ia ulang beberapa kali di perbincangan terakhir kami kala itu, bahwa ia pasti kembali.
            Kini, ia benar-benar kembali. Mengakhiri penantianku di pagi yang bernuansa petang ini. Kembalinya mengais luka, tepat di hatiku yang sepertinya akan permanen. Aku tak berdaya membendung air mata yang membentuk dua sungai kecil di pipiku. Setidaknya, aku tahu, sekarang dia baik-baik saja. Bahkan, ia terlihat sangat bahagia bersama wanita yang ada di sampingnya, serta bayi mungil di antara mereka. Hanya 1 menit 52 detik, kota Palembang bersinar kembali. Tapi tidak dengan hatiku.

PROFIL PENULIS

            Ansar Siri, penyuka warna merah ini menghabiskan masa kecil hingga remaja di tanah kelahiran, Bone, Sulawesi Selatan. Cowok Capricorn ini mengemban mimpi untuk mengharumkan nama daerahnya melalui tulisan. Kecintaannya pada dunia menulis berawal dari kebiasaan menulis catatan harian.
Lebih dekat dengan penulis;
Email               : ansarsiri357@gmail.com
Facebook         : Ansar Siri
Twitter             : @SiriAnsar


*Flash fiction ini lolos sebagai kontributor dalam event menulis FF 300 kata yang diadakan oleh Mazaya Publishing House, kemudian diterbitkan secara indie dengan buku berjudul "Cinta di Antara Dua Pria"; Juni 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar