Jumat, 10 November 2017

Review Novel: Salju Pertama di Hokkaido



Judul            : Salju Pertama di Hokkaido

Penulis        : Angelique Puspadewi

Penerbit      : Gramedia Pustaka Utama

Tebal            : 256 hlm

ISBN             : 978-602-03-7668-4

Blurb:
Telah ada chemistry antara Yasmin, Rain, dan Kitaro sejak duduk di sekolah dasar, dan mereka masih terlalu belia untuk menyadarinya.

Lima belas tahun kemudian, ketiganya bertemu. Yasmin yang baru putus dari kekasihnya jatuh cinta kepada Rain. Pria yang kerap gonta ganti perempuan itu seakan kena batunya setelah bertemu Yasmin. Sementara Kitaro juga jatuh cinta pada gadis yang dicintai sahabatnya itu.

Pada hari ketika Rain hendak melamar Yasmin, gadis itu menjadi korban gempa bersama Kitaro, yang saat itu menyewa jasa Yasmin sebagai pemandu. Demi menebus rasa bersalahnya, Kitaro membawa Yasmin berobat ke Hokkaido.

Yasmin yang kehilangan ingatan karena gempa menerima lamaran Kitaro. Ia merasa pria itu telah menjadi malaikat penolong baginya. Namun, ketika Rain mendatanginya ke Hokkaido, Yasmin terjebak dalam pilihan pelik, yang mungkin akan menyakiti mereka bertiga.

_*_

Alur Cerita:
Berawal dari penyelamatan aksi bullying sewaktu SD, Kitaro dan Rain bersahabat karib hingga dewasa. Hanya karena berdarah Jepang, Kitaro kecil memang kerap jadi sasaran bullying.

Rain kerap memanfaatkan keenceran otak Kitaro untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya. Kitaro tak pernah keberatan, ia selalu ingat kebaikan Rain 15 tahun silam. Dan sejauh ini Rain memang sahabat yang baik, yang pasti akan ia rindukan setelah kembali ke Hokkaido.

Di sebuah bengkel, Rain yang selengean dan suka gonta-ganti pacar tak menyangka akan bertemu dengan gadis yang mampu membuatnya salah tingkah.

“Rain bukannya tidak pernah melihat perempuan cantik, tapi gadis di hadapannya memiliki senyum memesona. Seperti obat penenang bagi penderita stres. Seperti pelangi ketika hari mendung. Seperti simpanan uang yang muncul di laci meja kerja ketika bokek.”_(hal 19)

Pertemuan tak terduga dengan orang yang sama terjadi di Coffe Night. Sungguh, karena gadis itu, Coffe Night menjadi tempat yang wajib dikunjungi Rain setiap malam. Berjembatankan sebuah insiden, pada akhirnya Rain berhasil berkenalan dengan gadis itu, Yasmin.

Di bengkel yang sama, dengan kasus yang agak berbeda, Kitaro pun bertemu dengan perempuan yang seketika mampu menarik perhatiannya, mengingatkannya pada seseorang. Kitaro merasakan sensasi yang hampir serupa yang dirasakan Rain ketika berhadapan dengan orang yang sama, Yasmin.

Sebagai yatim piatu, Yasmin sangat mencintai teman-teman di panti yang sudah dianggapnya seperti keluarga. Ia bekerja keras tanpa kenal lelah untuk menunjukkan bakti dan rasa terima kasihnya.

Yasmin bertemu dengan pria kikuk bergelagat aneh yang justru menarik perhatiannya, Rain. Tidak ada yang spesial di pertemuan itu, selain tingkah laku Rain yang membuat Yasmin senyum-senyum sendiri kemudian.

Rain pribadi yang menarik, agak konyol, namun menyenangkan. Dengan mudah ia berhasil mendekati Yasmin, juga berbaur dengan penghuni panti. Tak butuh waktu lama untuk Yasmin menyadari, bahwa ia jatuh hati pada pria itu.

“Cinta adalah pertandingan yang bisa dimenangkan tanpa harus memulai. Cinta datang tanpa persiapan. Cinta seumpana detak jantung yang memompa tanpa diminta. Seumpama air bah yang menerjang tanpa tanda. Cinta adalah cinta, yang tidak perlu penjelasan untuk merasa.”_(hal 72)

Sebelum Yasmin, Rain belum pernah bertemu gadis yang mampu membuatnya gila, bahkan melakukan hal-hal bodoh. Hal itu meyakinkannya untuk menjadikan gadis itu sebagai pendamping hidup, mengakhiri petualangan cintanya.

Saking tidak sabaran, Rain terpaksa meninggalkan tugas liputannya di Yogyakarta demi segera bertemu Yasmin dan melamarnya. Sayang, di saat bersamaan Yasmin malah ke Yogyakarta sebagai pemandu untuk pria Jepang yang baru dikenalnya, Kitaro. Nahas, kedatangan mereka disambut bencana.

Gempa mengacaukan segalanya. Yasmin gagal memberikan kejutan kepada Rain, pun sebaliknya. Lebih dari itu, gempa merenggut sesuatu dari Yasmin, menjadikan Kitaro seolah satu-satunya pria yang prihatin dengan kondisinya.

Untuk suatu alasan, Kitaro membawa Yasmin ke Hokkaido, lalu diam-diam menyusun rencana untuk memenangkan hati gadis itu.

Segala perhatian Kitaro, ditambah sambutan hangat keluarganya, sama sekali belum menggetarkan hati Yasmin. Ia menghargainya, tapi belum untuk sesuatu yang nyata-nyata diarahkan Kitaro.

“Tangan Kitaro terasa hangat. Anehnya, Yasmin tidak merasakan getaran apa pun. Semua perhatian yang diberikan pria itu seharusnya dapat menggetarkan hati gadis mana pun; tapi anehnya, Yasmin justru kebas.”_(hal 129)

Berbekal tips dari Rain yang dikunjunginya dalam kondisi berkabung pasca kehilangan seseorang, Kitaro tak gentar mendekati Yasmin. Mereka menjelajahi Jepang, sambil mengartikan sesuatu yang masih samar. Hingga pada hari yang tak bisa ditawar lagi, Kitaro melamar Yasmin.

Akankah Yasmin menerima lamaran Kitaro? Lantas, bagaimana dengan Rain? Segera miliki bukunya dan baca sendiri, ya. Hehehe ....

_*_

Review:
Novel ini mengusung tema cinta segitiga yang hadir di tengah persahabatan. Sudah biasa? Eits, tunggu dulu, sebab penulis punya kemasan tersendiri untuk menyampaikan ceritanya. Terkhusus di novel ini, saya rasa penulis berhasil menjadi diri sendiri, mencuri perhatian saya dengan gaya bahasa yang segar serta dibumbui unsur humor meski sangat halus. Namun justru itulah yang bikin ketagihan.

Hal unik berikutnya, penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga, namun seringkali dikotakkan di isi kepala masing-masing tokoh. Keren. Saya baru menemukan gaya tulisan seperti ini.

Sesuai genre amore yang diusung, novel ini banyak-banyak membahas soal cinta yang mau tak mau melibatkan perasaan. Namun di sisi lain, penulis tak lupa menyentuh sisi kemanusiaan, pun ketuhanan dengan penempatan yang sangat tepat hingga menjauhkan kesan menggurui.

Persahabatan Rain dan Kitaro tampil sebagai salah satu pilar utama cerita ini. Chemistry mereka kuat banget. Jika dalam cerita sering dibahas persahabatan antar perempuan, di sini malah diperlihatkan persahabatan antar pria yang rela berkorban satu sama lain. Agak aneh dan langka memang, tapi di situlah uniknya. Saya suka keberanian penulis mengambil konsep ini.

Satu lagi yang saya salut, penggunaan judul bukan sekadar tempelan. Saya merasakan keterkaitan judul dengan isi cerita begitu dahsyat ketika salju pertama untuk Yasmin akhirnya turun di Hokkaido. Saya sampai membayangkan novel ini difilmkan. Pasti adegan itu keren banget.

Novel ini membawa kita jalan-jalan gratis ke Jepang, menjelajahi banyak tempat wisata. Tapi menurut saya, setting Jepang masih perlu sedikit diperdalam, mungkin bisa dengan menyentuh sejarah atau tradisi masyarakatnya, biar nuansanya lebih berasa.

Meski gampang ditebak Yasmin akan berakhir dengan siapa, tapi penulis berhasil mendramatisirnya melebihi ekspektasi. Saya hanyut di setiap hentakan konflik dan emosi para tokohnya. Saya sangat suka cara penulis mengeksekusi ending cerita ini.

Tapi dari awal sebenarnya saya kurang suka dengan sosok Yasmin yang digambarkan sebagai pekerja keras, tangguh, tapi gampang memberi sinyal soal cinta duluan ke pria. Meski sebenarnya konteksnya tidak salah. Selain itu, interaksi Yasmin dan Rain di awal-awal agak "cengeng" untuk diletakkan di genre amore. Ada beberapa bagian yang menurut saya kurang pas. Tapi secara konsep tidak ada yang salah, balik lagi soal selera.

Kekurangan lain yang saya temukan, ada salah penulisan nama di ujung dialog. Kalimat itu diucapkan Rain, tapi malah tertulis nama Kitaro. Hal macam ini biasalah. Hehehe ....
Sedang untuk suasana gempa di Yogyakarta, kalau ditambahkan satu-dua paragraf narasi yang benar-benar menggambarkan kekacauan saat itu, barangkali feel-nya lebih nyampe.

Overall, novel ini cocok banget buat kamu yang ingin mematahkan, bahwa bukan hanya perempuan, pria juga bisa menjalin persahabatan yang turut melibatkan perasaan, bukan sekadar logika. Di sini kamu juga akan ditunjukkan bagaimana satu kebaikan akan menuai banyak kebaikan di hari-hari berikutnya. Juga tentang persaudaraan yang tak harus sedarah. Dan banyak lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar