Rabu, 15 November 2017

Review Novel: Bellamia



Judul            : Bellamia

Penulis        : Ika Vihara

Penerbit      : Phoenix

Editor          : Kuntari P. Januwarsi

Kover           : Nani Susiani

Cetakan       : Pertama, Agustus 2017

Tebal            : 203 hlm

ISBN             : 978-602-61829-6-8

Blurb:
Amia selalu percaya bahwa karier dan cinta tidak boleh berada dalam gedung yang sama. Interoffice romance lebih banyak membawa kerugian bagi karier seseorang. Sudah banyak kejadian pegawai mengundurkan diri setelah putus cinta dan Amia tidak ingin mengikuti jejak mereka.

Selain di kantor, di mana Gavin bisa bertemu gadis yang menarik perhatiannya? Gavin tidak ada waktu untuk ikut komunitas, tidak bertemu dengan teman kuliah maupun SMA dan lebih banyak menghabiskan hidup di kantor.

Ketika Amia patah kaki dalam simulasi terorisme, Gavin--dengan alasan bertanggung jawab sebagai atasan--mulai membuka jalan untuk mengubah pandangan Amia. Namun Amia mengajukan satu syarat.

Merahasiakan hubungan dari semua orang.

_*_

Alur Cerita:
Amia patah hati ditinggal kawin. Riyad memang berengsek. Katanya cinta, tapi nurut aja sama perjodohan mamanya. Dibantu sang sahabat, Vara, Amia berjuang untuk move on. Sikap Riyad yang masih terus mengusahakan pertemuan demi membahas cinta basinya, agak memberatkan, dan sungguh membuat Amia semakin dongkol.

Di tengah usaha itu, Gavin hadir sebagai big boss barunya di kantor.

“Baru kali ini dia bertemu laki-laki yang sukses membuatnya lupa bagaimana cara bernapas. Apa patung buatan Michelangelo benar-benar bisa hidup dan berjalan? Bagian bibir dan dagu seperti dipindahkan langsung dari wajah David. Rambut hitam legamnya sangat rapi, seperti dua menit lagi dia akan dipanggil masuk ke studio untuk membacakan berita. Matanya yang tersembunyi di dalam tulang dahi dan tulang pipi yang tinggi, menyorot tajam ke arah Amia.”_(hal 9)

Lelaki itu muncul ketika suasana hati Amia masih kacau balau, belum sepenuhnya move on dari Riyad. Jadilah ia terlihat agak jutek, sinis, dan jauh dari kesan sopan untuk ukuran staf biasa saat berhadapan dengan big boss. Namun semua itu justru membuat Amia tampak beda di mata Gavin. Menarik lebih tepatnya.

Awal-awal interaksi Amia dengan Gavin tak bisa dibilang baik. Keberadaan Gavin selalu berpotensi membangkitkan kejengkelan Amia. Selain seksi dan wanginya menyenangkan, Amia belum tahu terlalu jauh soal Gavin. Kondisi hatinya belum stabil untuk merespons lebih keberadaan lelaki berkulit cokelat yang sekarang berstatus atasannya.

Pada sebuah simulasi terorisme, Amia mengalami cedera yang lagi-lagi membuka peluang kepada Gavin untuk memberikan pertolongan, perhatian. Amia tidak suka, tapi Gavin tetap melakukannya. Dan sepertinya kedekatan mereka yang sesungguhnya berawal di sini.

Gavin tak mungkin menghapus masa lalunya yang terbilang buruk di mata wanita mana pun. Semasa kuliah di Amerika, sedikit banyak gaya hidupnya pun beralih kebarat-baratan. Tidur dengan beberapa wanita tanpa meributkan status, dulu sangat lumrah.

Tapi sekarang ada Amia, wanita yang semakin manis dengan hobi marah-marahnya. Dengan Amia, untuk pertama kalinya Gavin memikirkan keseriusan, sama sekali tidak sedang merancang taktik sekadar menggendong wanita itu ke tempat tidur. Sejak pertama kali melihat Amia, Gavin tak pernah tahu alasan pasti kenapa harus menyukai wanita itu setelah melalui banyak petualangan bersama yang lebih seksi di Amerika sana.

“Gavin tidak sedang menuliskan pada selembar kertas apa saja yang dia butuhkan dari seorang wanita lalu memberikan tanda cek jika kriteria-kriteria tersebut ditemukan pada seorang wanita. Dia hanya menyukai Amia. Sesederhana itu.”_(hal 118)

Menaklukkan Amia mungkin tidak begitu sulit, tapi menaklukkan kakaknya beda soal. Pasalnya, Gavin dan Adrien--kakak Amia--pernah tinggal serumah di Amerika. Dalam artian, Adrien tahu banyak masa lalu Gavin, yang menurutnya sangat tidak pantas untuk jadi kekasih adik tersayangnya.

Ini menyulitkan Gavin. Ketika mulai serius mencintai wanita, kenapa pula harus adik sahabatnya? Adrien tentu saja lebih mengutamakan masa depan adiknya daripada memihak padanya.

Di luar posisinya sebagai big boss, pesona Gavin memang sulit ditepis wanita mana pun, termasuk Amia. Amia mencoba. Menurutnya tidak akan mudah berstatus pacar atasan, hanya akan mengganggu kenyamanannya di kantor. Syukur-syukur tidak jadi bahan gosip.

Namun kegigihan Gavin menunjukkan keseriusan pada akhirnya merobohkan pertahanan Amia. Ia berhasil membuat Amia mempertimbangkan kedekatan mereka. Tentu saja dengan satu syarat, yang sebenarnya tidak disetujui Gavin. Tapi tidak jalan lain kecuali menurutinya untuk saat ini.

Awalnya berjalan sesuai kesepakatan, namun seiring berjalannya waktu Gavin mulai gerah, ia menginginkan hal berlawanan. Benih-benih perselisihan pun mulai tumbuh.

“Untuk membuat hubungan tetap berjalan dengan baik, tidak ada rumusnya, tidak ada hukumnya. Tidak ada ilmuwan-ilmuwan besar yang merumuskan dan menyusun hukum untuk masalah cinta. Tidak ada urusan antara gravitasi--yang membuat benda jatuh ke bawah--dengan jatuh cinta.”_(hal 148)

Bagaimana kelanjutan hubungan Gavin dan Amia? Segera miliki bukunya dan baca sendiri, ya.

_*_

Review:
Asyik sekali membaca novel ini. Menikmati sajian kisah interoffice romance yang disampaikan dengan sangat ringan dan sedikit kocak. Kemunculan engineers jadi daya pikat tersendiri, membuat cerita ini berbeda dengan percikan-percikan listriknya. Hehehe ....

Saya suka cara penulis mengenalkan tiap-tiap tokohnya, karakternya mudah dikenali. Konfliknya pun sangat real, keseharian, tanpa drama berlebihan. Nuansanya fresh, benar-benar mewakili kehidupan zaman now. Membacanya seperti mendengar curhatan seseorang, sesekali lupa bahwa ini hanya fiksi.

Menjadikan engineering sebagai salah satu unsur pembangun cerita, membuat novel ini terasa berat di beberapa bagian untuk orang awam. Tapi hal ini jadi nilai plus dengan banyaknya narasi berbobot dan penuh wawasan.

Ada satu bagian yang cukup saya soroti, ketika penulis mematahkan argumen "cemburu tanda cinta". Penulis punya pandangan tersendiri, yang menurut saya, keren.

Hanya saja, plot mengalir lancar tanpa kejutan seperti ini menurut saya berpotensi membosankan. Untunglah penulis mengimbanginya dengan poin-poin plus di atas. Di awal, perihal Riyad yang menikah dengan wanita lain terlalu sering diungkit. Saya juga merasa agak janggal dengan beberapa kalimat setelah dialog yang kesannya menyatu dengan dialog. Mungkin ini salah satu ciri khas penulis, sebab saya belum menemukannya di tempat lain.

Overall, novel ini cocok buat kamu yang mencari sajian roman dengan kemasan anti mainstream. Begitu pun profesi tokohnya. Percayalah, wawasan kita di dunia engineering bertambah setelah membaca novel ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar