Senin, 01 Januari 2018

Review Cernak: Aurel dan Buku Pendongeng



Judul            : Aurel dan Buku Pendongeng

Penulis        : Lisma Laurel

Penerbit      : Bitread Publishing

Layout         : Heriana Darsono

Kover           : Dindin Rasdi

Tebal            : 82 hlm

ISBN             : 978-602-6416-75-9

Blurb:
Aurel berharap hari Minggu tidak pernah ada. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya di hari Minggu. Pada hari Minggu, Aurel tidak boleh membaca buku, Ayah dan Ibu ingin Aurel bermain.

Bagaimana ini? Padahal, Aurel tidak suka bermain. Bagi Aurel, bermain seorang diri sepanjang hari sungguh membosankan. Sayangnya, Aurel juga tidak suka bermain dengan anak-anak lain. Aurel merasa bahwa mereka selalu memperlakukannya berbeda. Alasannya, Aurel adalah bocah tanpa ekspresi! Dia tak bisa tersenyum untuk mengekspresikan kebahagiaannya atau murung untuk mengekspresikan kesedihannya.

Namun, pada hari Minggu kali ini, suatu keajaiban terjadi. Aurel akhirnya menemukan teman! Mereka adalah Mori dan Nori, sepasang buku pendongeng kembar yang bisa berbicara. Bersama mereka, Aurel masuk ke negeri buku yang mempunyai dongeng tanpa akhir. Merekalah yang memilih bagaimana cerita itu akan berakhir. Siapa yang ditemuinya di negeri buku? Lalu akankah Aurel menyukai hari Minggu? Yuk, kita mulai kisahnya!

_*_

Alur Cerita:
Aurel bukannya tidak suka bermain di luar, ia malah sangat bosan harus menghabiskan waktu sendirian. Tapi mengingat bagaimana ia selalu diperlakukan berbeda, sepertinya sendiri memang lebih baik.

“Bahkan beberapa dari mereka sering memegang wajahnya dan bertanya ini itu. Aurel tidak suka menjelaskan panjang lebar. Dia akan lelah. Terlebih dia merasa berbeda, walaupun Aurel tahu bahwa dirinya memang berbeda.”_(hal 2)

Tapi Ayah dan Ibu tidak suka Aurel menarik diri dari sosialisasi. Mereka ingin Aurel berteman dan bermain dengan anak seusianya, tanpa benar-benar paham kenapa putri kecil mereka selalu lebih nyaman sendiri.

Hari Minggu Aurel kali ini sedikit berbeda. Berawal dari penemuan blender rusak di dapur, mengantar gadis cilik tanpa ekspresi itu ke gudang. Di sana ia menemukan peti berisi dua teman baru, Mori dan Nori. Dan hari baru untuk Aurel baru saja dimulai.

Mori dan Nori adalah saudara kembar, sepasang buku pendongeng lebih tepatnya. Aurel baru saja membangunkan mereka dari tidur panjang.

Sebagai balas jasa, Mori dan Nori ingin menghibur Aurel. Tapi dua dongeng yang mereka ceritakan tak mampu mengubah kedataran wajah gadis cilik berkacamata itu. Maka jalan satu-satunya, mereka mengajak Aurel ke negeri buku. Mereka bisa memilih dongeng sesuka hati.

“Corong itu berputar sangat hebat. Sedetik kemudian jatuh ke lantai. Hilanglah semua air di dalamnya. Hilanglah juga Aurel beserta kedua buku ajaib.”_(hal 28)

Dengan segala keajaiban yang diciptakan sepasang buku pendongeng itu, Aurel tiba di negeri buku. Di sana ia menjadi apa yang diimpikannya selama ini--menjadi anak normal. Ya, sekarang Aurel bisa tersenyum, berkedip, dan berbicara lancar.

Ketiganya terdampar di kebun sayur Sandara, tokoh utama dongeng yang mereka masuki.

Di kehidupan lain itu Aurel merasa sangat bahagia bisa jadi anak normal, sampai-sampai rasanya tidak ingin kembali ke dunia nyata.

Namun, di sana ada raksasa yang sangat menyusahkan Sandara dan penduduk lainnya. Mereka harus menyiapkan makanan dengan jumlah yang sangat banyak untuk raksasa itu setiap hari. Jika tidak, ia akan mengamuk.

“Raksasa mengancam akan mengejar kami sampai dapat. Satu orang saja yang kabur, seluruh penduduk akan dimakannya. Maka tidak ada siapa pun yang berani kabur. Kami mencemaskan keselamatan orang banyak.”_(hal 43)

Pada akhirnya mereka memikirkan cara untuk mengusir raksasa itu. Apa yang akan mereka lakukan? Berhasilkah?

Segera miliki buku ini dan temukan sendiri jawabannya.

_*_

Review:
Mengingat ini buku anak-anak, saya takjub, tidak menyangka akan seterhibur ini. Petualangan singkat yang sangat menyenangkan. Dituturkan dengan bahasa yang renyah, lembut, empuk, pokoknya nyaman dibaca. Saya yakin anak-anak akan sangat menyukainya.

Penggambaran suasananya sangat detail, membuat setiap adegan terasa nyata dalam kepala. Penulis berhasil menghidupkan sosok Aurel, pun keadaan di sekitarnya.

Di awal-awal, ketika buku pendongeng berdongeng, itu unik. Jadi ada cerita dalam cerita. Dongengnya juga segar, dan lagi-lagi dibahasakan sangat detail hingga kita berhasil terlibat di sana.

Setiap inci disertai latar belakang yang menjauhkan cacat logika, terlepas dari tema fantasi yang memang diusung penulis. Pola kalimat pendek-pendek yang dimainkan penulis saya rasa memang sangat cocok untuk konsumsi anak-anak. Di samping itu, pesan yang terkandung di dalamnya cukup kuat.

Saya nyaris tidak menemukan cacat di buku ini, keren banget untuk ukuran buku anak. Saya malah nagih, kurang panjang, nih. Hehehe ....

Overall, buku ini recommended banget untuk adik, anak, ponakan, atau siapa pun yang gemar membaca di sekitar Anda. Dari sini mereka bisa belajar, bahwa Tuhan menciptakan makhluk-Nya memang berbeda-beda.

1 komentar: