Rabu, 13 Desember 2017

Review Kumcer: Dua Sejoli



Judul            : Dua Sejoli

Penulis        : IkhsanArdiansyah

Penerbit      : PPMPI Publisher

Editor          : Tim PPMPI

Kover           : Tim PPMPI

Layout         : Tim PPMPI

Cetakan       : Pertama, Oktober 2017

Tebal            : 178 hlm

ISBN             : 9786025422874

Nukilan:
“Pada dasarnya semua orang adalah penulis. Hanya saja mereka perlu mengasah kemampuan dan meningkatkan keterampilan dalam menulis.”_(Ikhsan Ardiansyah_hal 1)

Untuk pertama kalinya saya obrolin buku kumpulan cerita mini komedi. Ini semacam petualangan baru. Jujur, saya sangat penasaran seperti apa penulis menuang ide dalam buku ini.

“Sayang, aku ganteng, tidak?”
“Gaaanteng banget.”
“Terima kasih.”
“Kalau lagi sendiri.”
“Apa?”_(hal 2)

Bagian-bagian awal saya disuguhkan komedi ala-ala rayuan gombal yang sudah marak kita dengar. Namun di sini penulis memberikan pelesetan, jadinya nggak basi.

“Satu tambah satu berapa?”
“Nggak mau jawab. Pasti jawabannya tiga.”
“Yeee ... salah.”
“Terus apa?”
“Tetap satu.”
“Kok bisa?”
“Soalnya satu cinta untuk kamu.”
“So sweet. Terus, satu lagi ke mana?”
“Buat dia.”
“Maksudmu cewek lain?”
“Ups.”
Plakk! Sandal melayang._(hal 22-23)

Harus saya akui, buku berkonsep sederhana ini kaya akan tema.

“Yang, aku baca status para penulis, mereka mengeluhkan penerbit abal-abal. Itu penerbit apa ya?”
“Penerbit abal-abal itu penerbit yang suka main bola. Tendang sana tendang sini.”_(hal 40)

Saya salut dengan kejelian penulis memetik ilham dari situasi apa pun. Dan hasilnya memang lucu. Hehehe ....

“Kira-kira jadi nih lebaran besok?”
“Kayaknya tidak jadi, deh.”
“Loh, memang sudah diumumkan sidang isbatnya?”
“Sudah. Katanya dipending bulan depan. Soalnya belum beli baju lebaran.”_(hal 42)

Asyik sekali membaca buku ini. Ada sensasi yang tidak ditemukan di buku lain. Meskipun cuma cerita mini, penulis tak lupa mengingatkan pentingnya bersikap nasionalis.

“Yang, kunci inggrisnya dong.”
“Sayang, kamu ini pintar melucu. Kita ini lagi di Indonesia. Harusnya kamu pakai kunci Indonesia. Lagipula kamu itu orang Indonesia, masa suka yang inggris-inggris? Mana jiwa nasionalismemu?”
“Kamu itu ngomong apa, sih, Sayang? Yang kamu pegang itu namanya kunci inggris!”_(hal 93)

Di samping itu, sudut agamawi pun tak dilupakan.

“Berarti dia kayak mi kemasan. Serba instan. Kita doakan, ya, Sayang, semoga dia masuk surga secara instan. Tidak perlu beribadah, beramal sholeh dan berbuat baik pada orang.”_(hal 109)

Makin ke belakang buku ini semakin lucu saja, ketika penulis menggunakan peribahasa lawas sebagai ide dasar cerita.

“Yang, renang, yuk.”
“Renang di mana?”
“Bagaimana kalau di kolam belakang rumah temanku. Gratis. Tidak usah bayar.”
“Yang di kampung sebelah itu? Tapi kan airnya keruh.”
“Tidak apa-apa. Nanti kan kita bisa sambil memancing.”
“Memang ada ikannya?”
“Kan ada peribahasanya. Memancing ikan di air keruh. Berarti di air keruh banyak ikannya. Iya, kan?”_(hal 124)

Yang tak lupa saya soroti, penulis juga mampu menuang cerita dari hal-hal kecil, yang mungkin tidak terpikirkan oleh penulis lain.

“Yang, lihat deh kucing itu, mereka bermain pasir berdua. Romantis banget, ya.”
“Romantis apanya. Mereka bukan lagi bermain pasir, tapi siap-siap mau buang hajat! Dasar peak!”_(hal 140)

Selebihnya, segera miliki saja buku ini dan bersiaplah untuk terpingkal-pingkal. Hehehe ....

_*_

Review:
Upaya menghibur diri benar-benar berhasil dengan membaca buku ini. Secara garis besar buku ini berisi rangkuman interaksi dua sejoli gokil yang entah bermukim di mana. Bahasanya sangat keseharian, meski ada beberapa cerita yang lucunya agak maksa.

Menurut saya ini semacam spontanitas yang menemukan wadah kreatif yang tepat. Serapan dari segenap realita kehidupan yang dikemas apik dengan tujuan yang jelas, menghibur. Penyalurannya sungguh positif.

Meski buku ini mengambil potret kehidupan sehari-hari, menurut saya temanya cukup luas. Penulis meleluasakan diri membahasakan apa pun. Perasaan saat membacanya jadi campur aduk. Kadang gemes, melongo, geli, dan banyak lainnya.

Namun, pengulangan tema untuk beberapa cerita menurut saya kurang efektif. Bahkan, ada beberapa cerita yang nyaris sama persis.

Overall, buku ini bisa banget menemani aktivitas kita sehari-hari. Maksudnya gini, bisa dibaca sambil nunggu antrean, atau saat terjebak macet. Daripada bersungut-sungut tidak jelas, kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar