Minggu, 13 Mei 2018

Review Film: Assalamualaikum Calon Imam


Sinopsis:

Kepercayaan merupakan barang yang cukup langka bagi Fisya (Natasha Rizki), apalagi karena pernah punya masa lalu yang kelam tentang ayahnya. Di satu sisi, Fisya kecil ternyata mengalami perasaan yang bernama cinta.

Cinta itu ditujukan untuk Jidan (Andi Arsyil ), tentangga dan teman bermainnya di masa kecil. Sayangnya kisah cinta monyet ini tidak berakhir. Jidan memilih wanita lain sebagai pelabuhan cintanya.

Ketidakpercayaan Fisya terhadap seorang pria pun semakin menjadi-jadi, membuat separuh dirinya seakan putus asa jika berdekatan dengan seorang pria.

Lain kisah, Alif (Miller Khan) seorang dokter yang kemudian bertemu dengan kasus kecelakaan yang ternyata melibatkan Fisya.

Pertemuan keduanya semakin menjadi nyata ketika ternyata Alif merupakan salah satu dosen pengajarnya di kampus. Keduanya memiliki karakter yang berbeda. Alif terkesan dingin, sementara Fisya merupakan sosok yang cuek karena rasa tidak percayanya pada seorang pria.

Keduanya bahkan sering berseteru di kampus karena hal-hal konyol. Namun dibalik semua itu, Alif ternyata memendam rasa kepada Fisya. Apa yang selanjutnya terjadi?

Bisakah Fisya kembali percaya pada sosok seorang pria?

***

Kesan setelah nonton:

Bukannya jelek, hanya kurang puas.

Karena bernuansa religi, saya mengharapkan tema mencintai karena Allah, bisa dieksplor di sini. Ekspektasi saya makin melambung ketika di awal disuguhi insiden hape Fisya kebawa sama Alif saat sama-sama berusaha menolong seorang anak kecil korban tabrak lari. Saya mulai membayangkan interaksi lucu setelahnya, cinta diam-diam, dan bagaimana rasa itu dijalankan supaya tetap sesuai syariat. Nyatanya, di tengah-tengah hinggah menjelang akhir, masa lalu orang tua Fisya, yang membuatnya membenci abinya, lebih mendominasi.

Selain di luar ekspektasi, bagian ini sudah terlalu sering kita temukan di film lain.

Yang membuat kening saya berkerut, kemunculan Gubernur Sulawesi Selatan di salah satu scene yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan cerita. Sumpah, menurut saya maksa banget. Padahal di bagian ini harusnya ketegangan lebih ditonjolkan, mengingat tim dokter sedang merembukkan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Fisya setelah divonis mengidap penyakit kronis. Sayang, kemunculan Pak Gubernur mengacaukan segalanya (untuk saya pribadi sebagai penikmat film).

Overall, saya cukup terkesan di bagian Fisya mulai jatuh cinta pada Alif setelah tidak sengaja mendengarnya membacakan surah Ar-Rahman.  Terima kasih kepada segenap tim produksi film ini sudah memilih Makassar sebagai salah satu setting dalam cerita. Melihat kampung halaman tampil di layar lebar, punya sensasi tersendiri. Hehehe ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar