Minggu, 02 Oktober 2016

Di Balik Dawai Cinta Tanpa Nada




Judul                        : Dawai Cinta Tanpa Nada

Penulis                      : Ansar Siri

Penerbit                    : Mazaya Publishing House

Tebal                        : 288 hlm

ISBN                        : 978-602-6362-09-4

Ketika Tuhan menunjukkan akhir sebuah kisah yang dianggap usai.

BLURB

Cinta bagaikan ruang tak bertepi, mengandung partikel misteri yang tidak terjabarkan. Hal ini semakin pekat di sisi Mia, ketika cinta menyapa dalam balutan nada-nada syahdu. Ia menemukan kedamaian di balik keindahan permainan biola pemuda yang tidak dikenalnya. Cukup lama, ia hanya berdiam di balik pohon oak, menjadi pengagum rahasia pemuda yang ia juluki “Malaikat Pengutus Kedamaian”.
Hingga waktu menghadirkan awal cerita baru, ketika pandangan mereka bertemu di satu titik. Tatapan itu berbicara, berusaha saling memaknai. Meski takdir membuatnya sedemikian pelik kemudian.
Butuh waktu yang panjang, sebelum Mia menemukan akhir sebuah kisah yang dianggap usai. Mereka meleburkan segumpal tanya yang sesaki hati, meski ia tak punyai jawaban. Lantas, akhir seperti apa yang mereka bubuhkan untuk kisah yang menggantung selama ini?

PENGANTAR PENULIS

            Bismillahirrahmanirrahim.
            Alhamdulillah! Akhirnya saya bisa merampungkan pengerjaan novel yang lumayan menyita waktu dan pikiran ini. Sebenarnya novel ini saya tulis 10 tahun silam, tepatnya ketika saya masih duduk di bangku SMA. Masa itu, saya lagi semangat-semangatnya menulis, saya berhasil menyelesaikan lima novel. Tapi hanya sekadar penuntasan hasrat, dan untuk konsumsi teman-teman sekelas—tidak lebih. Fisiknya pun berupa tulisan tangan yang saya tulis sendiri di atas kertas HVS, kemudian dijilid manual menggunakan paku buku. Kovernya pun saya desain sendiri menggunakan oil pastel. Mungkin menurut anda aneh, tapi demikianlah cara saya menuntaskan nafsu menulis di tengah keterbatasan—kala itu. Butuh waktu berbulan-bulan untuk mengadaptasi naskah bertulis tangan itu ke word, karena dalam pengerjaannya, saya menemukan beberapa bagian yang tidak relevan dengan masa sekarang—alias jadul—sehingga butuh perombakan besar-besaran.
            Novel ini bercerita tentang cinta yang tidak terungkap karena terlalu lama mengulur waktu. Akhirnya, cinta itu terpisah di ruang dan waktu yang berbeda. Sebenarnya, ide cerita ini berawal dari kekaguman saya terhadap violis. Jika melihat seseorang memainkan biola—apalagi sambil memejamkan mata—saya serupa melihat kepedihan, jerit hati yang tertahan dalam ruang sendu. Maka lahirlah tokoh Dirga dengan kesenduan yang melingkupi hidupnya. Dalam cerita ini ada beberapa pesan moral yang bisa kita petik;
1.      Tuhan Maha Kuasa. Manusia hanya bisa berikhtiar tanpa mampu mengubah ketentuan-Nya.
2.      Seburuk apa pun takdir yang Tuhan berikan, tetap syukuri dan jalani dengan lapang dada. Karena sejatinya, Tuhan tidak pernah salah.
            Sekeras apa pun usaha saya menyempurnakan novel ini, pasti masih banyak kekurangan di dalamnya. Sebagai pemula—dan ini memang novel pertama yang akhirnya diterbitkan—saya mengharapkan kritik dan saran dari anda selaku pembaca. Semua masukan itu akan saya jadikan pembelajaran untuk lebih baik lagi ke depannya.
Akhir kata, tiada kalimat yang lebih pantas saya ucapkan selain rasa terima kasih yang begitu dalam karena telah meluangkan waktu untuk membaca karya sederhana ini.

Salam santun,

Ansar Siri

 -----------------------------------------------------------------------------

THANKS TO ....

1.      Tuhan yang Maha Esa, karena telah memberikan kesempatan, kesehatan, serta ilham yang tak pernah putus selama mengerjakan novel ini.
2.      Segenap keluarga—yang saya percaya—selalu mendoakan yang terbaik buat saya. Ibu, kakak, ipar, serta ayah di Surga.
3.      Andi Hasnita Naim, istri tercinta, yang telah mengizinkan dan sabar menerima hobi saya ini. Dicuekin berjam-jam karena sibuk nulis, bukan berarti kadar cinta saya berkurang, Sayang.
4.      Rina Elfha Magisa, sahabat sekaligus orang pertama yang mengetahui cerita ini. Bahkan sebelum dituliskan dan masih berupa angan-angan di kepala.
5.      Bang Redy Kuswanto, Lae Johanes Gurning, Dato Airis Arya Danu, Adik Eva Kusmiati, Neng Ira Andinita, Brother Ikhsan Ardiansyah, Bang Raka Kelana, serta semua teman-teman didunia maya—tidak sempat saya sebutkan satu persatu—yang tidak sengaja saya jadikan guru dan turut berperan dalam penggarapan novel ini. Meskipun kita belum pernah bertemu langsung, tapi, kalian nyata di hatiku.
6.      Mbak Tiara Purnamasari beserta segenap tim Mazaya Publishing House, yang telah memberikan saya kesempatan berharga ini, dan telah memoles novel ini sedemikian rupa sehingga lebih layak untuk dinikmati.
7.      Yang terakhir … kamu! Ya, kamu yang sedang memegang buku ini dan sebentar lagi akan menikmati isinya.

Salam santun,

Ansar Siri

---------------------------------------------------------------------------

*Nah, bagi kamu yang ingin memiliki novel ini, bisa langsung inbox ke saya di akun facebook Ansar Siri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar