Judul : Dawai Cinta Tanpa Nada
Penulis : Ansar Siri
Penerbit : Mazaya Publishing House
Tebal : 288 hlm
ISBN : 978-602-6362-09-4
Ketika Tuhan menunjukkan akhir sebuah kisah
yang dianggap usai.
BLURB
Cinta
bagaikan ruang tak bertepi, mengandung partikel misteri yang tidak terjabarkan.
Hal ini semakin pekat di sisi Mia, ketika cinta menyapa dalam balutan nada-nada
syahdu. Ia menemukan kedamaian di balik keindahan permainan biola pemuda yang
tidak dikenalnya. Cukup lama, ia hanya berdiam di balik pohon oak, menjadi
pengagum rahasia pemuda yang ia juluki “Malaikat Pengutus Kedamaian”.
Hingga
waktu menghadirkan awal cerita baru, ketika pandangan mereka bertemu di satu
titik. Tatapan itu berbicara, berusaha saling memaknai. Meski takdir membuatnya
sedemikian pelik kemudian.
Butuh
waktu yang panjang, sebelum Mia menemukan akhir sebuah kisah yang dianggap
usai. Mereka meleburkan segumpal tanya yang sesaki hati, meski ia tak punyai
jawaban. Lantas, akhir seperti apa yang mereka bubuhkan untuk kisah yang
menggantung selama ini?
PENGANTAR PENULIS
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah!
Akhirnya saya bisa merampungkan pengerjaan novel yang lumayan menyita waktu dan
pikiran ini. Sebenarnya novel ini saya tulis 10 tahun silam, tepatnya ketika
saya masih duduk di bangku SMA. Masa itu, saya lagi semangat-semangatnya
menulis, saya berhasil menyelesaikan lima novel. Tapi hanya sekadar penuntasan
hasrat, dan untuk konsumsi teman-teman sekelas—tidak lebih. Fisiknya pun berupa
tulisan tangan yang saya tulis sendiri di atas kertas HVS, kemudian dijilid
manual menggunakan paku buku. Kovernya pun saya desain sendiri menggunakan oil pastel. Mungkin menurut anda aneh,
tapi demikianlah cara saya menuntaskan nafsu menulis di tengah
keterbatasan—kala itu. Butuh waktu berbulan-bulan untuk mengadaptasi naskah
bertulis tangan itu ke word, karena
dalam pengerjaannya, saya menemukan beberapa bagian yang tidak relevan dengan
masa sekarang—alias jadul—sehingga butuh perombakan besar-besaran.
Novel
ini bercerita tentang cinta yang tidak terungkap karena terlalu lama mengulur
waktu. Akhirnya, cinta itu terpisah di ruang dan waktu yang berbeda.
Sebenarnya, ide cerita ini berawal dari kekaguman saya terhadap violis. Jika melihat seseorang memainkan
biola—apalagi sambil memejamkan mata—saya serupa melihat kepedihan, jerit hati
yang tertahan dalam ruang sendu. Maka lahirlah tokoh Dirga dengan kesenduan
yang melingkupi hidupnya. Dalam cerita ini ada beberapa pesan moral yang bisa
kita petik;
1. Tuhan
Maha Kuasa. Manusia hanya bisa berikhtiar tanpa mampu mengubah ketentuan-Nya.
2. Seburuk
apa pun takdir yang Tuhan berikan, tetap syukuri dan jalani dengan lapang dada.
Karena sejatinya, Tuhan tidak pernah salah.
Sekeras
apa pun usaha saya menyempurnakan novel ini, pasti masih banyak kekurangan di
dalamnya. Sebagai pemula—dan ini memang novel pertama yang akhirnya diterbitkan—saya
mengharapkan kritik dan saran dari anda selaku pembaca. Semua masukan itu akan
saya jadikan pembelajaran untuk lebih baik lagi ke depannya.
Akhir kata, tiada kalimat yang lebih
pantas saya ucapkan selain rasa terima kasih yang begitu dalam karena telah
meluangkan waktu untuk membaca karya sederhana ini.
Salam santun,
Ansar Siri
-----------------------------------------------------------------------------
THANKS TO ....
1. Tuhan
yang Maha Esa, karena telah memberikan kesempatan, kesehatan, serta ilham yang
tak pernah putus selama mengerjakan novel ini.
2. Segenap
keluarga—yang saya percaya—selalu mendoakan yang terbaik buat saya. Ibu, kakak,
ipar, serta ayah di Surga.
3. Andi
Hasnita Naim, istri tercinta, yang telah mengizinkan dan sabar menerima hobi
saya ini. Dicuekin berjam-jam karena sibuk nulis, bukan berarti kadar cinta
saya berkurang, Sayang.
4. Rina
Elfha Magisa, sahabat sekaligus orang pertama yang mengetahui cerita ini.
Bahkan sebelum dituliskan dan masih berupa angan-angan di kepala.
5. Bang
Redy Kuswanto, Lae Johanes Gurning, Dato Airis Arya Danu, Adik Eva Kusmiati,
Neng Ira Andinita, Brother Ikhsan Ardiansyah, Bang Raka Kelana, serta semua
teman-teman didunia maya—tidak sempat saya sebutkan satu persatu—yang tidak
sengaja saya jadikan guru dan turut berperan dalam penggarapan novel ini.
Meskipun kita belum pernah bertemu langsung, tapi, kalian nyata di hatiku.
6. Mbak
Tiara Purnamasari beserta segenap tim Mazaya Publishing House, yang telah
memberikan saya kesempatan berharga ini, dan telah memoles novel ini sedemikian
rupa sehingga lebih layak untuk dinikmati.
7. Yang
terakhir … kamu! Ya, kamu yang sedang memegang buku ini dan sebentar lagi akan
menikmati isinya.
Salam santun,
Ansar Siri
---------------------------------------------------------------------------
*Nah, bagi kamu yang ingin memiliki novel ini, bisa langsung inbox ke saya di akun facebook Ansar Siri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar