Minggu, 09 Desember 2018

Review Novel: Alam Raya


Judul           : Alam Raya
Penulis        : rkyawan
Penerbit      : AT Press
Editor           : Ariny NH.
Layout         : Kesatria
Cover           : Kesatria
Cetakan       : Pertama, Juni 2018
Tebal            : 98 hlm
ISBN             : 978-602-52097-9-6

Blurb:
Kisah bermula saat suatu malam di Tanjung Garam, jatuh benda bercahaya yang menyilaukan. Benda asing yang diduga meteor itu jatuh di sisi timur, merangsek di antara rimbunnya hutan bakau.

Alam Raya, bocah laki-laki yang baru saja pulang dari surau ikut kaget dengan datangnya Kilauan cahaya itu. Bersama warga lain, ia ikut berlari ke arah jatuhnya benda asing tersebut. Tak ada yang tidak penasaran atas kejadian ini. Ibu-ibu keluar dari rumah, para bapak berlari mengejar, anak-anak--umumnya laki-laki--ikut membuntut di belakang.

"Meteor-meteor!" Begitu orang berteriak-teriak, melolong bagai kesetanan.

Tentang Raya yang tidak bisa berenang. Tentang Bahri dan Ayuni yang begitu menyayangi anak lelakinya. Tentang Siraid yang selalu bercerita tentang kakeknya. Dan, tentang Djamal yang merindu Tuhan-nya.

***

Alur Cerita:
Suatu malam benda bercahaya jatuh di hutan bakau. Tanjung Garam geger. Semua orang ingin tahu benda apa itu, termasuk Raya. Meski diduga kuat meteor, rasa penasaran itu tidak akan sirna sebelum melihatnya langsung. Namun, setelah mereka mencari, bahkan sampai turun ke air, benda misterius itu tidak ditemukan.

Hari-hari berlalu. Benda misterius itu mulai dilupakan karena tak kunjung ditemukan. Namun tidak dengan Raya. Ia tetap mencari, hingga bertemu sesuatu.

"Semburat jingga menelusup masuk ke dalam rongga-rongga hutan bakau. Seseorang bertubuh kurus berjalan dipandu sepuluh ekor anjing di depannya. Wajahnya pucat pasi, serupa mayat yang telah lama dikubur dan kemudian bangkit."_(hal 21)

Pencarian Raya akan benda bercahaya itu berakhir setelah Djamal--penjaga hutan bakau--menemukannya dalam keadaan tidak sadar. Semua orang jadi bingung dan panik, terlebih Bahri dan Ayuni selaku orangtua Raya.

Dalam kondisi tidak sadar itu, Raya melakukan perjalanan. Perjalanan yang membingungkan sekaligus mengasyikkan. Sementara Djamal terus berusaha mengembalikan kesadarannya.

"Dan seketika itu juga dirinya luar biasa kaget. Wujudnya kali ini adalah seekor cecak yang merayap di bilik kamar seorang gadis."_(hal 47)

Bahri menyalahkan diri sendiri. Setelah petaka yang menimpa Raya, ia merasa gagal jadi orangtua. Rasa bersalah yang berlarut-larut membawanya bergabung dengan Bapak-bapak dan pemuda di balai desa yang tengah berunding untuk sebuah keputusan besar.

Sementara itu, Raya yang tadinya lumpuh, mulai menunjukkan kemajuan setelah beberapa kali Djamal memijatnya dengan nyala api yang melayang-layang.

"Jika kemarin tangan kanannya sudah bisa digerakkan, hari ini kemajuan yang sama ditunjukkan tangan kirinya. Bocah laki-laki itu sudah bisa menggenggam, meski tak kuat genggamannya."_(hal 67)

Berawal dari usul kepala desa, mereka memutuskan untuk membakar hutan bakau yang dianggap telah mencelakai Raya. Namun, tiba-tiba hujan turun sederas-derasnya.

Apa yang terjadi selanjutnya? Yuk, segera miliki buku keren ini untuk menikmati sajian kisah yang tak biasa. 😊
***

Review:
Jujur, saya bukan penikmat surealis. Makanya, saya agak heran bisa betah menikmati novel ini sampai akhir tanpa melompati selembar pun. Mungkin karena opening yang dijadikan penulis sebagai sandaran ternyaman untuk pembaca, lumayan berhasil. Sejak dikabarkan adanya cahaya yang jatuh di Tanjung Garam, saya langsung penasaran. Terlebih setelah alurnya dibikin muter-muter dan semakin banyak menjejakkan tanda tanya yang berpotensi bikin sesak bila tak ditunaikan.

Penulis menyajikan kisah Raya dengan narasi yang berbobot, rapi dan berkarakter. Terlihat sekali bahwa kemampuannya di atas rata-rata. Kalimat per kalimat dipenuhi percikan misteri, yang butuh fokus khusus agar bisa mendalami cerita dengan baik. Kendati demikian, novel ini jauh dari kesan membosankan. Secara tidak langsung penulis pandai menjanjikan sesuatu yang menarik di akhir.

Saya paling suka penggambaran setting-nya yang benar-benar berhasil tergambar jelas di benak. Tiap-tiap adegan terputar seperti film dalam kepala. Sampai-sampai saya merasa pernah melihat langsung suasana Tanjung Garam saat diterjang badai.

Yang perlu kehati-hatian, lompatan-lompatan adegannya cukup padat, beberapa bagian berpotensi membingungkan kalau kita tidak cermat. Terlebih kalau dibaca sambil lalu. Tapi dari sinilah banyak tikungan yang menghasilkan kepingan puzzle yang sungguh menarik untuk disatukan.

Salah satu nilai plus, novel ini minim typo. Nyaris tidak ada. Saya hanya terganggu dengan "ya, ya, ya" yang lumayan sering muncul. Mungkin ini ciri khas penulis, atau siasat agar cerita yang terbilang berat ini terkesan lebih santai. Saya juga kurang nyaman dengan kalimat "Masuk ke dalam" yang juga digunakan berkali-kali. Pasalnya, kalau sudah masuk, otomatis ke dalam. Jadi mungkin cukup "masuk" saja. Kecuali (mungkin) pada konteks tertentu.


Overall, bagi kamu pencinta surealis, wajib banget baca buku ini. Temanya terbilang sederhana, lalu dieksekusi sedemikian pelik. Ini memang bukan bacaan ringan, tapi setelah mencicipi bab-bab awal, dijamin kamu akan terbuai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar