KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah!
Akhirnya rampung juga novel yang kukerjakan penuh sukacita ini. Sebenarnya novel
ini merupakan pengembangan dari cerpen berjudul “Noda Kehidupan” yang saya tulis
tahun 2009 silam. Cerpen itu sama sekali tidak pernah dipublikasikan. Waktu itu
saya berencana menyusun kumcer, yang akhirnya terbengkalai karena suatu
kesibukan. Sebelum dikembangkan jadi novel, cerpen itu juga pernah saya adopsi
ke bentuk sinopsis FTV (Tabir Kelam di Bibir Senja) untuk mencoba peruntungan
baru di tahun ini. Tapi sepertinya gagal. Dari cerpen, sinopsis FTV, hingga
novel, terjadi banyak perubahan latar dan nama tokoh. Untuk judulnya sendiri
saya sesuaikan dengan tema dan ketentuan lomba di mana saya mengirimkan naskah
ini.
Novel
ini bercerita tentang sebuah cacat dalam hidup karena cinta yang membabi buta.
Saya mengangkat tema keseharian dengan sedikit sentuhan dramatis untuk membuat
cerita lebih menarik.
Dalam
cerita ini ada beberapa pesan moral yang bisa kita petik;
1. Sudah
sewajarnya manusia menanggung semua beban atas kesalahan yang telah diperbuat.
2. Kenyataan
tak selalu sejalan dengan harapan, dan kenyataan terkadang malah lebih indah
dari harapan.
Sekeras
apa pun usaha saya menyempurnakan novel ini, pasti masih banyak kekurangan di
dalamnya. Meski ini novel kedua saya yang berhasil terbit. Saya mengharapkan
kritik dan saran dari Anda selaku pembaca. Semua masukan itu akan saya jadikan
pembelajaran untuk lebih baik lagi ke depannya. Akhir kata, tiada kalimat yang
lebih pantas saya ucapkan selain rasa terima kasih yang begitu dalam karena
telah meluangkan waktu untuk membaca karya sederhana ini.
Salam santun,
Ansar Siri
-------------------------------------------------------------------------------------
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Tuhan
yang Maha Esa, karena telah memberikan kesempatan, kesehatan, serta ilham yang
tak pernah putus selama mengerjakan novel ini.
2. Segenap
keluarga—yang saya percaya—selalu mendoakan yang terbaik buat saya. Ibu, Kakak,
Ipar, serta Ayah di surga.
3. Andi
Hasnita Naim, istri tercinta, yang telah mengizinkan dan sabar menerima hobi
saya ini. Rela dicuekin berjam-jam meski terkadang ngambek juga. Hehehe …
4. Rina
Elfha Magisa, sahabat sejak masa putih abu-abu yang kali ini bertindak selaku proofreader. Berkat ia, plot cerita ini
juga jadi lebih manis.
5. Alfian
N. Budiarto, sahabat dumay yang menjadi orang pertama yang mengetahui ide
cerita ini. Berawal dari keisengan kami coba-coba belajar nulis sinopsis FTV.
6. Uda
Agus, sahabat, saudara, sekaligus guru yang secara tidak langsung telah
membimbing selama penggarapan naskah ini.
7. Bang
Redy Kuswanto, Lae Johanes Gurning, Aris Rahman Yusuf, yang telah sudi berbagi
ilmu selama ini. Yunita Chearrish, yang betah aku tanya-tanya seputar agama
Kristen. Ahmad Muliono, Syahrian Tanjung, Eric Keroncong Protol, Adon, Rositi,
Rokhmat Gioramadhita, Justang Zealotous, Eva Kusmiati, Verry Darmawan, Rahmat
Sahri Ramadhani, Aris Andy, Silvhya Grey Vee, Ikhsan Ardiansyah, serta semua
teman-teman di dunia maya—tidak sempat saya sebutkan satu persatu—yang telah
mengiringi perjalanan ini. Meskipun kita belum pernah bertemu langsung, tapi
kalian nyata di hati saya.
8. Sahabat
DCTN, para pembaca “Dawai Cinta Tanpa Nada” yang telah mengutus semangat untuk
saya tetap berkarya.
9. Komunitas
UNSA, rumah cerpen “Bau Mayat” yang sukses menyejajarkan saya dengan
penulis-penulis beken dalam buku “Kupu-Kupu Kematian”.
10. Anak-anak
G3 LEO, sahabat sekaligus saudara seperjuangan.
11. Mbak
Tiara Purnamasari beserta segenap tim Mazaya Publishing House, yang telah
memberikan kesempatan berharga ini, dan telah memoles novel ini sedemikian rupa
sehingga lebih layak untuk dinikmati.
12. Yang
terakhir … kamu! Ya, kamu yang sedang memegang buku ini dan sebentar lagi akan
menikmati isinya.
Salam santun,
Ansar Siri