Sabtu, 22 Februari 2020

Review Novel: Atambua, Cukup Luka Itu yang Terakhir




Judul            : Atambua, Cukup Luka Itu yang Terakhir

Penulis         : Ferdiansyah Soenaryo

Penerbit       : Jejak Publisher

Editor            : Ansar Siri

Layout          : Tim CV Jejak

Cover            : M. Gustiar Perdana

Tebal             : 237 hlm

Cetakan        : Pertama, Januari 2020

ISBN              : 978-623-247-050-7

Blurb:

Tidak ada yang lebih diinginkan Hanan Ardinata selain segera menyelesaikan program internsip di Atambua. Terlebih adanya Resti Karenina, gadis super cerewet yang membantunya dan terkadang menyuruh melakukan hal-hal yang sangat membosankan.

Tapi senyum Resti membuat Hanan bertanya-tanya, bagaimana ia bisa berpikir pemilik senyum pelangi itu sangatlah membosankan.

Resti beranggapan tidak ada yang lebih buruk dari bekerja membantu dokter asing maha cuek dan menyebalkan.

Tapi senyum Hanan Ardinata terkadang membuat jantung Resti seolah berhenti berdegup, sampai-sampai ia takut kehilangan lengkungan manis yang membuatnya kembali punya harapan.

***

Alur Cerita:

Meski menjadi dokter bukanlah cita-cita Hanan sejak kecil, tapi sekarang ia sudah meraihnya dan merasa wajib untuk bertanggung jawab sepenuhnya. Termasuk saat ia harus menempuh program internsip di Atambua. Meninggalkan zona nyaman, memasuki kehidupan baru, tentu tidak sepenuhnya menyenangkan. Belum apa-apa ia sudah jengkel. Pesawat delay, belum lagi orang yang akan menjemput dan mengantarnya ke tempat tinggalnya di Atambua, terlambat.

"Hanan tidak menyukai membuang-buang waktu hanya untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna, menunggu salah satunya."_(hal 14)

Resti sangat menyesal karena lupa menjemput dokter yang akan ditugaskan di klinik kesehatan dekat tempat tinggalnya. Ia ditunjuk langsung oleh Bupati Belu untuk mendampingi dokter itu selama bertugas. Akhirnya, saat ketemu di bandara, dokter itu teramat ketus. Ini bukan pertemuan pertama yang mengesankan, tapi demi tugas, mau tidak mau mereka harus berurusan untuk waktu yang cukup lama.

"Jadi, masihkah saya harus menunggu permintaan maaf dan berdiri di sini lebih lama?"_(hal 20)

Hanan memenuhi gambaran dokter pada umumnya di benak Resti, tinggi, putih, bersih, dan ganteng. Tapi galak. Sementara di mata Hanan, Resti gadis yang cerewet, suka memperdebatkan hal-hal kecil, dan suka menyuruh tiba-tiba. Tapi, dia periang, cerdas, berwawasan luas, dan mungkin juga cantik.

"Gadis itu terlihat lebih kuat dari yang ia lihat semula."_(hal 22)

Di Atambua, akhirnya Hanan menemukan banyak hal baru, yang pada akhirnya mematangkan mentalnya untuk menjadi dokter yang sesungguhnya. Lewat Resti, Hanan belajar bagaimana memahami perasaan orang lain, bagaimana harus mengutamakan kepentingan orang banyak daripada diri sendiri. Seiring semua itu, perlahan-lahan Hanan mengenal sosok Resti, juga mengetahui apa yang selama ini disembunyikan gadis itu.

"Dokter di sampingnya itu kini berangsur menjadi orang paling manis sedunia. Mulai ramah, memedulikan orang lain dengan cara yang hangat, juga komunikasinya yang tidak berlebihan."_(hal 83)

Di saat Hanan mulai merasa tertarik pada Resti, seseorang dari masa lalu gadis itu (Arkha) tiba-tiba hadir. Arkha tentu saja lebih mengenal Resti dalam segala hal, membuat Hanan merasa tersisih. Kendati demikian, waktu yang telah ia lalui bersama Resti juga tidak bisa dianggap tidak ada apa-apanya. Pada akhirnya Resti harus memilih, dan Hanan harus siap dengan segala keputusan, sekali pun itu adalah luka.

"Terima kasih karena mengizinkan saya untuk mengenalmu. Sekali lagi, saya tidak mau kamu terbebani dengan pengakuan ini."_(hal 169)

Bagaimana akhir kisah mereka? Bagaimana Atambua meninggalkan kesan di hidup Hanan? Segera miliki buku ini dan temukan sendiri jawabannya.

***

Review:

Pertama-tama saya mau muji covernya, karena komposisi warna dan ilustrasinya sangat mewakili isi cerita.

Masih ada perasaan yang sulit dibahasakan setelah menyelesaikan cerita ini. Intinya, penulis berhasil menjadikan saya tokoh utama dalam ceritanya.

Novel ini bagian dari ASSP " City Series" yang bisa dibilang dalam pemilihan kota cukup berani. Banyak yang tidak tahu Atambua, termasuk saya, dan akhirnya tahu berkat novel ini. Pada dasarnya City Series bertujuan untuk mengenalkan kota-kota di Indonesia dalam sajian cerita fiksi. Meski masih kurang eksplor, tapi novel ini sudah cukup berhasil mengenalkan Atambua.

Saya jatuh cinta dengan novel ini sejak pertemuan pertama Hanan dan Resti. Interaksi awal mereka benar-benar menjanjikan jalinan cerita yang kuat. Kepribadian keduanya yang bertolak belakang memberi bumbu-bumbu humor yang cukup menggelitik tapi tetap elegan. Kemudian bagaimana kisah mereka bergulir dengan latar kota yang cukup asing, sangat menarik untuk diikuti.

Dari sekian keunggulan novel ini, yang paling saya soroti adalah penokohannya. Penulis berhasil menghidupkan karakter Hanan dengan sangat baik. Mulai dari kegelisahannya saat harus memasuki kota terpencil, sampai kekesalannya saat menghadapi kecerewetan Resti, benar-benar terasa.

Novel ini tidak hanya menghibur, tapi juga memotivasi. Bagaimana seseorang harus berjuang untuk mencapai impian, bagaimana seseorang harus berkorban melewati fase pertumbuhan menuju pribadi yang lebih baik, dan bagaimana seseorang harus merelakan. Kita juga bisa memetik nilai-nilai kehidupan dari profesi Hanan yang diharuskan terjun langsung ke masyarakat. Dari sini sedikit banyak kita bisa menilik pola hidup dari kacamata seorang dokter.

Kekurangan novel ini hanya terdapat pada pengulangan kata yang kurang efektif di beberapa bagian. Ada beberapa narasi juga yang masih perlu dipadatkan agar lebih enak dibaca. Tapi hal itu sama sekali tidak mengurangi kenikmatan cerita. Sosok Hanan dijamin banget bakal bikin kamu jatuh cinta dan betah diajak keliling Atambua. Percayalah.

Overall, novel ini cocok banget untuk kamu yang masih mencari jati diri dan terkadang bingung menentukan sikap. Di sini kamu akan menemukan beberapa hal yang secara tidak langsung merangsang untuk berpikir, bagaimana jika kamu yang di posisi itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar