Rabu, 07 Maret 2018

Review Kumsi: Cinta Tanpa Bla Bla Bla



Judul            : Cinta Tanpa Bla Bla Bla

Penulis        : Vitriya Mardiyati

Penerbit      : Goresan Pena

Editor           : Tim Pena

Layout          : C. I. Wungkul

Kover            : C. I. Wungkul

Cetakan        : Kedua, Desember 2017

Tebal             : 119 hlm

ISBN              : 978-602-364-315-8

Blurb:
Maafkan aku sayang
Jika aku yang hanya bisa mencintaimu sebatas napas yang ada
Maafkan aku yang hanya bisa dalam diam mendoakanmu sepenuh jiwa
(Sayang, bagian dari buku Cinta Tanpa Bla Bla Bla)

Kau tahu ...?
Betapa sulit aku harus menghindar
Setiap berjumpa selalu kubisikkan mantra sakral
Setiap kali kau berbicara ....
Mantra itu pun menyapa
Dan setiap kali senyum kau sunggingkan
Setengah mati kubekukan rasa
(Mantra, bagian dari buku Cinta Tanpa Bla Bla Bla)

_*_

Royalti hasil penjualan buku ini sepenuhnya akan didonasikan untuk kegiatan pengadaan mukena bersih dan disalurkan ke masjid-masjid/muslimah yang membutuhkan. Saya salut.

Nukilan:
Menjajaki buku ini semacam jalan-jalan ke taman bunga. Penuh warna.

“Cinta mengetuk hati sesenja ini
Ia membawa kamu si laki-laki sejati
Tak pernah kusadari jika kamu yang membawa semua jawaban teka-teki
Oh sungguh bahagia karena kamu datang bawa jalinan kasih”
(Penggalan puisi “Bila”_hal 1)

Di awal-awal saya terbuai. Sungguh manis untaian diksi yang disajikan.

“Terkadang ingin kuintip garis takdir
Ingin sedikit kukuak garis jodoh kita
Aku penasaran bagaimana akan mengalirnya langkah kita
Akankah cinta kita berlabuh atau menguap terkena badai kelam”
(Penggalan puisi "Ijinkan Aku Tuhan”_hal 3)

Bukan cinta namanya bila tak dibumbui rindu dan hal menyesakkan lainnya. Seolah paham akan hal itu, penulis pun menghadirkannya dalam buku ini.

Maka bicara soal cinta sejatinya miliki cakupan teramat luas, jua cara masing-masing hati menjaganya.

“Kuyakini kau tak pernah tahu
Dalam diam aku mengagumimu
Kupastikan juga kau tak pernah tahu
Ada satu hati yang menaruh harap untukmu”
(Penggalan puisi "Dalam Diam Aku Mengagumimu”_hal 42)

Saya suka ketika penulis tak melupakan keluarga sebagai sumber segala cinta.

“Keluarga itu laksana sarang
Di mana selalu menjadi tempat ternyaman untuk pulang
Seperti burung yang rajin kepakkan sayap
Maka sarang adalah tempat kembali senyamannya ruang”
(Penggalan puisi "Sarang"_hal 64)

Penulis pun kembali mengingatkan perihal alur kehidupan yang tentu tak selalu sesuai keinginan. Bagian ini seolah menegaskan pembahasan cinta dan ruang lingkupnya yang cukup komplit dalam buku ini.

“Kehidupan tak selamanya berjalan mulus
Ada kalanya sayatan tak mampu terelak
Kehidupan pun tak tentu selalu indah
Ada saatnya kesedihan hadir menyapa sejenak”
(Penggalan puisi “Berjuanglah”_hal 68)

Untuk lebih lengkap perihal cara penulis menuang cinta dalam puisi-puisinya, silakan miliki buku ini.

_*_

Review:
Pertama-tama saya harus memuji judul super unik yang dipilih penulis. Tidak hanya unik, tapi kesannya yang simpel sangat relevan dengan isi buku. Puisi-puisi dalam buku ini memang tidak terlalu mewah dari segi diksi, tapi makna di balik kalimat-kalimat sederhana cukup kuat. Cara penulis bicara cinta dari berbagai sudut terkesan santun.

Buku ini kembali menegaskan, betapa hidup ini penuh cinta. Sesuai judul, hampir 100% penulis membahas cinta dalam puisi-puisinya. Ada kasmaran, rindu, kesetiaan, harapan, pengorbanan, dan semuanya.

Namun, beberapa puisi susunan katanya agak kaku dan terdapat pemborosan kata.

Overall, buku ini cocok banget buat kamu penyuka puisi dengan pilihan kata yang mudah dicerna tanpa mengabaikan unsur keindahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar