Selasa, 31 Maret 2020

Review Novel: Always be in Your Heart


Judul            : Always be in Your Heart

Penulis         : Shabrina Ws

Penerbit       : Qanita

Editor            : HP Melati

Layout          : Nono

Cover            : Agung Wulandana

Cetakan        : Pertama, Februari 2013

Tebal             : 236 hlm

ISBN              : 978-602-9225-77-8

Blurb:

Marsela

Aku selalu menantimu dari matahari di timur, matahari di barat, hingga terbit lagi.
Aku telah melewati musim yang berganti berulang kali.
Tapi, kau tak pernah hadir di sini.
Kini setelah sepuluh tahun kulewati, aku tak yakin lagi, bahkan pada hatiku sendiri.

Juanito

Siapakah kita, ketika pada akhirnya sejarah telah bicara.
Bahkan, sungai bisa saja berubah muara, sekuat apa pun aku bertahan, sepuluh tahun telah mengubah banyak hal.
Dan nyatanya, keadaan memang tak lagi sama.

***

Alur Cerita:

Sela dan Juan tumbuh bersama. Mereka tetangga, bahkan halaman rumah mereka menyatu. Juan yang lebih tua tiga tahun selalu memosisikan Sela sebagai adik. Sela tidak keberatan. Meski terkadang Juan penuh aturan dan suka memaksa, nyatanya gadis itu aman dan nyaman berada di sisi Juan. Begitu seterusnya, hingga Juan sadar dan menemui batasan untuk memulai atau memastikan sesuatu yang baru.

"Kamu bukan anak-anak lagi. Aku tidak bisa lagi menjagamu seperti dulu, dan mengenalkan kepada semua teman-temanku kalau kamu adalah adikku."_(hal 60)

Namun, rencana yang sudah disusun rapi terpaksa dilupakan. Semuanya berantakan di balik referendum 99. Bentrok di mana-mana mengharuskan semua orang mengambil keputusan dengan cepat dan tegas, termasuk Sela dan ayahnya.

"Pilihan keluarga mereka berbeda. Kini jelas sudah."_(hal 77)

Perpisahan tiba-tiba membentangkan jarak, rindu, serta puing-puing harapan yang tidak menentu.

"Ermera telah jauh tertinggal di belakang sana. Kebun kopi, koto, Royo, Sungai Gleno, dan semua impiannya bersama Juanito. Semua menjelma menjadi satu nama, kenangan."_(hal 81)

Di tanah pengungsian, Sela berusaha menjalani kehidupannya senormal mungkin, termasuk menerima kehadiran Randu, lelaki yang seringkali membuat Sela tercengang akan kebaikannya.

"Ayahnya sesekali mengatakan pada Marsela bahwa Randu adalah laki-laki yang baik dan sopan. Marsela tak pernah menanggapi, dia tak ingin semakin lama pembicaraan tentang Randu semakin jauh."_(hal 93)

Sepuluh tahun berlalu, Sela masih saja mendapati aroma kopi dari Ermera sana memanggil dengan bahasa paling tulus. Ia harus menetapkan pilihan sekali lagi. Kembali? Atau menjauh dan melupakan segalanya? Dan kalau pun ia akhirnya kembali, apa yang akan ditemuinya? Masihkah keadaan tetap sama?

"... Yang pasti aku ingin menengok tanah kelahiranku."_(hal 164)

Penasaran?
Yuk, temukan novel ini, baca sendiri dan temani Sela menetapkan pilihan.


***

Review:

Di awal membaca prolog, aku agak tertatih. Tapi pas tahu yang sedang bercerita adalah seekor anjing, wah, antusiasme naik beberapa tingkat.

Di bab pertama masih selow, tapi setelah ketemu jalan utama cerita ini, selanjutnya hanyut dan tahu-tahu udah ending. Astaga, semelenakan itu?

Permainan alur maju mundur cantik sekali, meski rasanya ada beberapa bagian yang buru-buru. Masih ingin berlama-lama dengan kebersamaan Juan dan Sela tapi penulis udah berganti topik.

Entahlah, aku selalu merasa akan lebih baik kalo masa lalu Juan dan Sela ditampilkan lebih banyak. Tapi segini aja udah cukup, kok. Sensasinya lumayan mematikan untuk pembaca yang baperan. Hehehe ....

Uniknya, kisah ini dilatarbelakangi masa-masa saat Timor Leste akan memisahkan diri, sampai sepuluh tahun setelahnya. Jadi nggak hanya kisah romance, tapi novel ini juga menyuguhkan salah satu sejarah penting. Aku yang tidak begitu tahu peristiwa referendum 99 sangat berterima kasih kepada penulis.

Ohya, tadi aku udah singgung soal anjing, kan? Di sini ada dua anjing, Lon dan Royo. Pada akhirnya mereka paling membekas di benakku. Bagaimana penulis memosisikan mereka di cerita ini keren banget. Mungkin penulis lain akan berpikiran sama, tapi nggak yakin akan sedetail ini. Anjing-anjing itu dibikin bukan sebatas figuran.

Soal kekurangan, aku tidak menemukannya. Mungkin saking asyiknya atau memang tidak ada. Aku hanya kepikiran Randu setelah cerita ini selesai. Lah, kenapa? Baca, deh. Kamu akan tahu. Kekeliruan kecil pasti ada, tapi itu umum banget.

Overall, novel ini recommended banget buat kamu yang menyukai kisah romance berlatar sejarah. Meski kerusuhan di balik referendum tidak ditampilkan secara brutal, tapi nuansa mencekamnya cukup terasa. Dan aku nyesel banget baru baca sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar