Sabtu, 07 April 2018

Review Novel: A Love Song from Bunaken



Judul            : A Love Song from Bunaken

Penulis        : Marthino Andries

Penerbit      : Bhuana Sastra

Editor          : Shara Yosevina

Layout         : Astrid Arastazia

Kover           : Yanyan Wijaya

Tebal            : 181 hlm

ISBN             : 978-602-455-375-3

Blurb:
“Dessy itu menyebalkan pun!”

Bisa-bisanya pemuda desa dari Bunaken seperti Adri membuat Dessy--cewek hits ibu kota--tenggelam ke dalam matanya yang teduh hanya dengan petikan gitar dan lagu-lagu cinta ciptaannya.

Tapi juga bisa-bisanya Dessy tega menyakiti Adri, sampai cowok polos itu harus pergi dari Jakarta untuk pulang ke kampungnya, dan meninggalkan jejak hati di pesisir Bunaken.

_*_

Alur Cerita:
Karena berasal dari desa, wajar jika Adri agak kesulitan beradaptasi dengan gemerlap Kota Jakarta. Jangankan untuk hal besar, cara ngomongnya saja super belepotan. Karena itu, ia sering jadi bahan olok-olokan di kelas. Terutama untuk Arjun dan Dessy, pasangan kekasih yang tidak pernah memanusiakannya sedikit pun.

“Sempat muncul teori mengapa Adri bisa menjadi berbeda dibandingkan yang lain. Teori itu kejam luar biasa karena menyimpulkan bahwa sikapnya yang serba aneh, ndeso, kampungan, janggal, dan lain-lain tidak lain karena ia pernah dibesarkan di kerajaan kera gara-gara terpisah dari orangtuanya saat masih bocah.”_(hal 12-13)

Adri mulai mencuri perhatian setelah tidak sengaja tampil di Creative Event sekolah. Arjun yang bermaksud mempermalukannya dengan meminjamkannya gitar akustik dan memaksanya tampil, malah takjub kemudian. Tak seorang pun yang menduga, di balik semua sikap kampungannya, Adri piawai bermain gitar. Suaranya juga merdu dan bertenaga. Sejak saat itu sikap kampungan Adri mulai dipandang sebagai sesuatu yang unik.

Sikap Dessy ke Adri mulai melunak sejak pemuda desa itu menyelamatkannya saat tenggelam waktu ikut kelas eskul renang. Adri bahkan mengantarnya pulang, lalu kenalan dengan orangtuanya.

Dessy terenyuh setelah mendengar cerita Adri soal bapaknya yang sudah meninggal, yang belum sempat ia bahagiakan. Karena itu Adri menasehati Dessy agar bisa lebih menghargai kedua orangtuanya, sebelum merasakan kehilangan. Sebenarnya Dessy paling tidak suka diceramai, tapi sama Adri, entah kenapa ia merasa nyaman-nyaman saja. Kali ini ia melihat sosok kedewasaan dari cowok yang selama ini dianggapnya terbelakang dalam segala hal.

“Hubungan Adri dengan Dessy berubah sejak malam itu. Kendati tak terlalu akrab benar, yang jelas, suasana bermusuhan telah sepenuhnya sirna dari keduanya. Mungkin terlalu jauh jika disebut Dessy dan Adri saling tertarik. Namun, keduanya kini tak malu menunjukkan kekariban.”_(hal 54)

Namun, ketika Adri menolak undangan pesta ulang tahun Dessy karena alasan yang menurut Dessy terlalu kolot, kembali membuat hubungan mereka merenggang. Bagaimana kelanjutan hubungan mereka? Yuk miliki bukunya dan jadilah saksi akhir kisah menggelitik ini nan romantis ini.

Review:
Pertama kali lihat kovernya yang mewakili eksotis Pulau Bunaken, ekspektasi saya langsung melambung. Jujur, saya bukan penikmat romcom, tapi novel ini berhasil membuat saya jatuh cinta. Mungkin karena suasana cerita terbangun dengan cepat dan disertai penggambaran adegan yang detail. Bahasanya juga berbobot dan cukup informatif.

Meski sempat terasa lamban di tengah-tengah, saya tetap betah mengikuti alur cerita. Ini karena kepiawaian penulis menyelipkan unsur humor yang nggak garing. Lucunya segar dan sangat menghibur. Saya suka cara penulis menggambarkan latar suasana SMA yang realistis, membuat ruh cerita kian bulat.

Yang paling mencuri perhatian tentu saja sosok Adri. Meski awal-awal dibikin pusing oleh dialognya, lama-lama lucu juga, dan bikin gemes. Siapa sangka, di balik keluguan dan bahasa yang super belepotan, banyak banget pelajaran yang bisa diambil darinya. Beberapa malah sukses menyentuh titik haru saya.

Bagian paling spektakuler dari novel ini tentu saja saat kita diajak jalan-jalan ke Bunaken. Melihat pantainya, model rumah warga di sana, taman lautnya, serta sekelumit tata kramanya. Bonus membaca romcom yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Oh ya, saya suka banget bagian dialog yang menggunakan aksen khas Bunaken, klop banget dengan taste humor yang diusung penulis.

Meski pertemuan kembali Adri dan Dessy terlalu dramatis dan agak maksa, adegan-adegan eksotis di Pulau Bunaken menutupinya kemudian. Yang membuat saya salut, penulis membuat satu peristiwa berkeping-keping lalu disatukan dengan perekat yang bikin melongo. Keren. Di samping semua itu, di akhir-akhir saya terbuai dengan diksi yang digunakan penulis. Padanan katanya mewah.

Saya tidak menemukan kekurangan apa pun di novel ini, atau mungkin lupa mencatat saking asyiknya mengikuti kisah Adri dan Dessy. Yang saya tahu, saya terhibur.

Overall, novel ini cocok banget buat kamu yang butuh bacaan penghilang stres. Selain ceritanya memang mendukung, mengintip keindahan Bunaken melalui tulisan ternyata lumayan asyik.